Sunday, July 2, 2023

Tiga Catatan Tentang Mimpi Buruk

Oleh : Ustadz Ammi Nur Baits 

Pertanyaan:

Apa yang mesti kita lakukan dengan mimpi buruk yang akhir-akhir ini hadir di mimpi saya. Dan kenapa selalu ada yg meninggal di dalam mimpi saya??

Dari: Uche

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah

Bagian dari kesempurnaan syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengajarkan semua hal penting dalam kehidupan manusia. Hanya saja, ada orang yang berusaha memahaminya dan ada yang melupakannya. Seseorang akan bisa merasakan dan meyakini betapa sempurnanya Islam, ketika dia memahami aturan syariat yang demikian luas. Di saat itulah, seorang muslim akan semakin yakin dengan agamanya. Anda bisa buktikan dan mencobanya.

Diantaranya petunjuk tentang mimpi. Meskipun Islam tidak mengajarkan umatnya tentang takwil mimpi yang mereka alami, namun rambu-rambu yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah sangat memadai untuk menjadi panduan dalam mensikapi mimpi. Tak terkecuali, mimpi buruk.

Ada beberapa hal yang dijelaskan dalam Islam, terkait mimpi buruk.

Pertama, mimpi tidak semuanya benar

Sumber mimpi tidak selamanya datang dari Allah. Bisa juga karena bawaan perasaan atau permainan setan.

Disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرؤيا ثلاث حديث النفس وتخويف الشيطان وبشرى من الله

“Mimpi itu ada tiga macam: bisikan hati, ditakuti setan, dan kabar gembira dari Allah.”

Makna Hadis:

– “Bisikan hati”: terkadang seseorang memikirkan sesuatu ketika sadar. Karena terlalu serius memikirkan, sampai terbawa mimpi.

– “Ditakuti setan”: mimpi yang datang dari setan. Bentuknya bisa berupa mimpi basah atau mimpi yang menakutkan.

Jenis mimpi yang ketiga adalah kabar gembira dari Allah. Mimpi ini adalah mimpi yang berisi sesuatu yang baik dan menggembirakan kaum muslimin. (Keterangan Dr. Musthafa Dhib al-Bugha, salah seorang ulama bermazhab Syafi’i, dalam ta’liq untuk Shahih Bukhari)

Kedua, mimpi buruk berasal dari setan

Dari jenis mimpi di atas, mimpi buruk termasuk salah satu permainan setan kepada bani Adam. Mereka ingin menakut-nakuti manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita menceritakan mimpi buruk kepada siapa pun.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِىٌّ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَأَيْتُ فِى الْمَنَامِ كَأَنَّ رَأْسِى ضُرِبَ فَتَدَحْرَجَ فَاشْتَدَدْتُ عَلَى أَثَرِهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِلأَعْرَابِىِّ « لاَ تُحَدِّثِ النَّاسَ بِتَلَعُّبِ الشَّيْطَانِ بِكَ فِى مَنَامِكَ ». وَقَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- بَعْدُ يَخْطُبُ فَقَالَ « لاَ يُحَدِّثَنَّ أَحَدُكُمْ بِتَلَعُّبِ الشَّيْطَانِ بِهِ فِى مَنَامِهِ .

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, ada seorang Arab badui datang menemui Nabi kemudian bertanya, “Ya rasulullah, aku bermimpi kepalaku dipenggal lalu menggelinding kemudian aku berlari kencang mengejarnya”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang tersebut, “Jangan kau ceritakan kepada orang lain ulah setan yang mempermainkan dirimu di alam mimpi”. Setelah kejadian itu, aku mendengar Nabi menyampaikan dalam salah satu khutbahnya, “Janganlah kalian menceritakan ulah setan yang mempermainkan dirinya dalam alam mimpi” (HR Muslim)

Ketiga, Yang harus dilakukan ketika mimpi buruk

Ada beberapa hal yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika seseorang mimpi buruk:

1. Meludah kekiri 3 kali.

2. Memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari setan 3 kali, dengan membaca

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم

“A’udzu billahi minas-syaithanir-rajiim” atau bacaan ta’awudz lainnya).

3. Memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan mimpi tersebut.

4. Atau sebaiknya dia bangun kemudian melaksanakan Shalat.

5. Mengubah pisisi tidurnya dari posisi semula ia tidur, jika ia ingin melanjutkan tidurnya, walaupun ia harus memutar kesebelah kiri, hal ini sesuai zahir hadis.

6. Tidak boleh menafsir mimpi tersebut baik menafsir sendiri atau dengan meminta bantuan orang lain.

Keterangan tentang hal ini terdapat dalam beberapa  hadis berikut :

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا رأى أحدكم الرؤيا يكرهها، فليبصق عن يساره ثلاثا وليستعذ بالله من الشيطان ثلاثا، وليتحول عن جنبه الذي كان عليه

“Jika kalian mengalami mimpi yang dibenci (mimpi buruk) hendaklah meludah kesebelah kiri tiga kali, dan memohon perlindungan dari Allah dari godaan setan tiga kali, kemudian mengubah posisi tidurnya dari posisi semula.” (HR. Muslim)

Dalam hadis lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وإن رأى ما يكره فليتفل عن يساره ثلاثا وليتعوذ بالله من شر الشيطان وشرها، ولا يحدث بها أحدا فإنها لن تضره

“Ketika kalian mengalami mimpi buruk, hendaknya meludah ke kiri tiga kali, dan memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan dan dari dampak buruk mimpi. Kemdian, jangan ceritakan mimpi itu kepada siapapun, maka mimpi itu tidak akan memberikan dampak buruk kepadanya.” (HR. Muslim)

Abu Qatadah (perawi hadis) mengatakan,

إن كنت لأرى الرؤيا أثقل علي من جبل، فما هو إلا أن سمعت بهذا الحديث، فما أباليها

“Sesungguhnya saya pernah bermimpi yang saya rasa lebih berat dari pada gunung, setalah aku mendengar hadis ini aku tidak peduli mimpi tersebut.”

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرُّؤْيَا ثَلَاثٌ، فَرُؤْيَا حَقٌّ، وَرُؤْيَا يُحَدِّثُ بِهَا الرَّجُلُ نَفْسَهُ، وَرُؤْيَا تَحْزِينٌ مِنَ الشَّيْطَانِ فَمَنْ رَأَى مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ

“Mimpi itu ada tiga: mimpi yang benar, mimpi bisikan perasaan, dan mimpi ditakut-takuti setan. Barangsiapa bermimpi yang tidak disukainya (mimpi buruk), hendaklah dia melaksanakan shalat.” (HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

https://konsultasisyariah.com/13594-tiga-catatan-tentang-mimpi-buruk.html

Artikel Lainnya :

> Meninggalkan Sholat

> Memakan Harta Anak Yatim

> Durhaka Kepada Orang Tua







Gharar, Judi dan RIBA dalam Asuransi

Gharar, Judi dan RIBA dalam Asuransi, Download Artikelnya Disini

Artikel Lainnya :

> Meninggalkan Sholat

> Memakan Harta Anak Yatim

> Durhaka Kepada Orang Tua







Hukum Mengenakan Gelang Magnet untuk Pengobatan

Pertanyaan:

Apa hukum nya pria memakai gelang magnetis tujuan untuk pengobatan.

Syukron


Jawaban:

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,

Pertanyaan yang Anda sampaikan terkait erat dengan pembahasan: cara mengambil sebab. Sekalipun kelihatannya sederhana, namun pembahasan ini menjadi pembahasan penting dalam masalah aqidah. Betapa tidak, sementara pelanggaran dalam masalah ini bisa menjerumuskan ke dalam jurang kesyirikan dan dosa besar.

Aturan Mengambil Sebab

Keberhasilan untuk mencapai apa yang diharapkan semua tergantung pada sebab. Seseorang akan bisa meraih apa yang dia inginkan jika dia menggunakan sebab-sebab yang bisa mengantarkan kepada tujuannya. Sebaliknya, jika orang tidak menggunakan sebab tersebut, akan sangat sulit atau bahkan tidak mungkin bisa mendapatkan apa yang dia cita-citakan.

Dengan takdir Allah, setiap kejadian telah ditetapkan sebabnya. Orang sakit ingin sembuh, Allah takdirkan sebabnya dengan berobat. Orang bodoh ingin pintar, Allah takdirkan sebabnya dengan belajar, dst. Namun ada beberapa cara penggunaan sebab yang melanggar syariat. Ada yang hukumnya makruh, haram, bahkan sampai pada tingkat kesyirikan. Berikut rinciannya:

Ada 2 kriteria yang harus terpenuhi dalam pengambilan sebab, yaitu:

Kriteria lahir, yaitu kriteria yang terkait dengan sebab yang digunakan,

Kriteria batin, yaitu kriteria yang terkait dengan keadaan batin dan keyakinan orang yang menggunakan sebab.

Kriteria lahir dalam mengambil sebab

Sesuai dengan pertanyaan yang diajukan, tentang hukum menggunakan gelang magnet untuk pengobatan, kita akan fokuskan pembahasan di kesempatan ini pada kriteria lahir.

Suatu sebab bisa dianggap telah memenuhi kriteria lahir secara syariat jika terpenuhi salah satu di antara dua syarat:

Pertama, terbukti secara empirik dan masuk akal. Artinya sebab tersebut merupakan bagian dari hasil pengalaman atau penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa sesuatu tersebut merupakan sebab munculnya sesuatu yang lain.

Misalnya: makan adalah sebab kenyang, belajar merupakan sebab bisa mendapatkan ilmu, bekerja merupakan sebab untuk mendapatkan penghasilan, dst. Atau sebab berdasarkan penelitian, semacam listrik menjadi sebab lampu menyala, paracetamol obat untuk mengurangi nyeri, amoxilin untuk antibotik, dst. Kriteria semacam ini yang sering disebut sebab kauni.

Kedua, ada dalilnya. Artinya Allah tetapkan sebab tersebut melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. sebab model ini diistilahkan dengan sebab syar’i. Itulah semua sebab yang ditetapkan berdasarkan dalil, baik Alquran maupun Sunah, meskipun sebab tersebut tidak masuk dalam lingkup penelitian ilmiah.

Misalnya:

Ruqyah (membacakan Alquran untuk orang yang sedang sakit) merupakan salah satu sebab untuk mendapatkan kesembuhan. Hal ini sebagaimana hadis dari Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ

Ruqyah itu sangat mujarab jika dibacakan pada orang yang terkena penyakit ‘ain (kesambet) dan sakit karena digigit benatng berbisa.” (HR. Bukhari). Meskipun secara mudis, dokter tidak memahami hubungan antara ruqyah dengan penyembuhan dari ain.

Sedekah merupakan salah satu sebab kesembuhan. Hal ini berdasarkan hadits,

داووا مرضاكم بالصدقة

Obatilah orang-orang yang sakit dengan sedekah.” (HR. Al-Baihaqi dan Thabrani, dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Shahih Jamius Shaghir).

Pandangan mata tajam kepada orang lain karena rasa takjub atau dengki bisa menyebabkan orang yang dilihat menjadi sakit. Keadaan ini yang disebut dengan penyakit ‘ain. Orang jawa menyebutnya ‘sawanen’. Drai Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan,

العَيْنُ حَقّ

’A-in itu benar adanya.” (HR. Bukhari 5740)

Semua fenomena di atas merupakan sebab yang ditetapkan syariat berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun secara nalar hal itu bisa jadi tidak masuk akal. Dalam kajian kedokteran tidak dibahas hubungan antara bacaan Alquran, sedekah, dan pandangan mata dengan penyakit. Dari sisi medis mungkin sama sekali tidak bisa diuji dan dikaji. Semua hal di atas ditetapkan sebagai sebab berdasarkan dalil dan bukan berdasarkan penelitian ilmiah. Berbeda dengan obat-obatan dokter, meskipun obat-obatan ini tidak ada dalam dalil, namun pengobatan ini telah terbukti ilmiah secara medis. Sebab yang memenuhi salah satu diantara dua persyaratan di atas, disebut sebab haqiqi.

Kemudian, jika ada sebab yang tidak memenuhi dua kriteria di atas, disebut sebab wahmi (sebab yang aslinya bukan sebab). Mengambil sebab, sementara sejatinya itu bukan sebab, termasuk perbuatan syirik kecil. Meskipun dia meyakini semua kejadian itu terjadi karena kehendak Allah.

Dikatakan sebagai perbuatan syirik karena orang yang melakukan perbuatan itu berarti telah berdusta atas nama Allah dalam masalah taqdir dan syariat. Artinya orang tersebut meyakini bahwa Allah mentaqdirkan suatu sebab padahal Allah sama sekali tidak menjadikannya sebagi sebab.

Dari sinilah kita bisa memahami sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang jimat. Dari Uqbah bin Amir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Siapa yang memakai jimat, dia telah melakukan syirik.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan sanadnya dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Seperti yang kita pahami, latar belakang orang menggunakan jimat adalah untuk mendapatkan tujuan tertentu. Dia meyakini bahwa jimat itu adalah sebab untuk mewujudkan tujuan yang dia harapkan, dengan izin Allah. Meskipun demikian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tindakan ini sebagai kesyirikan, karena sejatinya jimat sama sekali bukan sebab untuk mewujudkan tujuan itu.

(Simak Ahkam At-Tabarruk, Dr. Abdul Aziz ar-Rais, Hal. 4-10).

Dari penjelasan di atas, kita bisa menimbang, kasus menggunakan gelang magnet untuk tujuan pengobatan. 


Gelang magnet, pertama kita timbang, adakah dalil dari Alquran dan sunah yang menjelaskan bahwa gelang magnet bisa dijadikan obat. Setelah dilakukan penelitian terhadap dalil Alquran dan sunah, kesimpulannya, tidak dijumpai dalil yang menunjukkan hal ini.

Dengan demikian, kita berpindah pada persyaratan kedua, adakah hubungan secara ilmiah antara gelang magnet dengan kesehatan. Hanya akan ada dua kemungkinan, antara ya dan tidak. Untuk memastikan apakah ada korelasi ilmiah berdasarkan tinjauan pengetahuan modern, antara magnet dengan kesehatan, kita perlu merujuk kepada ahlinya. Anda bisa tanyakan kepada mereka yang menggeluti bidang medis atau bidang fisika, adakah hubungan antara magnet dengan kesehatan pemakainya. Tentu saja jawabannya tidak boleh sekedar klaim, namun sekali lagi harus terbukti secara penelitian ilmiah. Jika itu terbukti, berarti itu sebab haqiqi yang boleh kita gunakan, dengan tetap menjaga keyakinan bahwa itu bisa berfungsi dengan izin Allah.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)



Artikel Lainnya :

> Meninggalkan Sholat

> Memakan Harta Anak Yatim

> Durhaka Kepada Orang Tua