Matan Taqrib: Hukum Gadai dalam Islam
▶️ Kali ini kita pelajari hukum gadai dalam Islam dari Matan Taqrib.
Dalam Matan Taqrib disebutkan:
أَحْكَامُ الرَّهْنِ:
وَكُلُّ مَا جَازَ بَيْعُهُ جَازَ رَهْنُهُ فِي الدُّيُوْنِ إِذَا اسْتَقَرَّ ثُبُوْتُهَا فِي الذِّمَّةِ وَلِلرَّاهِنِ الرُّجُوْعُ فِيْهِ مَا لَمْ يُقْبِضْهُ وَلاَ يَضْمَنْهُ المُرْتَهِنُ إِلاَّ بِالتَّعَدِّي وَإِذَا قَبَضَ بَعْضَ الحَقِّ لَمْ يَخْرُجْ شَيْءٌ مِنَ الرَّهْنِ حَتَّى يَقْضِيَ جَمِيْعَهُ.
Hukum Rahn (Menggadaikan Barang)
Semua barang yang boleh dijual, boleh pula digadaikan sebagai jaminan utang, apabila utang itu tetap (tidak berubah) selama masa perjanjian (penjaminan). Si penggadai (rahin) boleh membatalkan gadaiannya selama barang tersebut belum diserahkan. Si penerima gadaian (murtahin) tidak menanggung barang gadaian kecuali karena adanya pelanggaran (ta’addi). Apabila si penerima gadaian baru menerima sebagian cicilan utang dari si penggadai, maka masa penggadaian belum dianggap rampung hingga si penggadai telah melunasi seluruh utangnya.
✅ Pengertian Gadai
Secara bahasa, ar-rahnu (gadai) berarti ats-tsubuut, tetap.
Secara istilah syari, ar-rahnu (gadai) berarti:
جَعْلُ عَيْنٍ مَالِيَّةٍ وَثِيْقَةً بِدَيْنٍ يُسْتَوْفَى مِنْهَا عِنْدَ تَعَذُّرِ الوَفَاءِ
Menjadikan suatu harta (‘ain maaliyah) sebagai jaminan (kepercayaan, watsiiqah) terhadap utang (dayn) di mana sebagian utang bisa terbayarkan dari harta tersebut ketika ada uzur untuk melunasi.
Dalil Tentang Gadai
Dalil mengenai disyariatkannya gadai adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah: 283)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِىٍّ إِلَى أَجَلٍ ، وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi secara tidak tunai (berutang), lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan gadaian berupa baju besi.” (HR. Bukhari, no. 2068 dan Muslim, no. 1603).
Para ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan dan hal ini telah dilakukan sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga saat ini, dan tidak ada yang mengingkarinya.
Beberapa Catatan tentang Gadai
– Gadai ini nantinya digunakan untuk melunasi kewajiban pada orang yang memberikan pinjaman (ad-daain) ketika yang berutang (al-madiin) itu bangkrut (aflasa). Barang yang jadi gadaian itu dijual agar yang memberikan pinjaman bisa mendapatkan haknya ketika penunaian utang.
– Jaminan pada hak ini ada tiga yaitu:
▪️(1) syahadah (saksi) adanya utang,
▪️(2) rahn (gadaian),
▪️(3) dhaman (jaminan).
Saksi ini untuk mencegah kekhawatiran adanya penentangan adanya utang. Sedangkan rahn (gadaian) dan dhaman (jaminan) untuk jaga-jaga apabila terjadi iflaas (kebangkrutan).
– Rahn itu boleh ketika safar maupun hadir (tidak bersafar), walaupun ayat menyebutkan tentang keadaan safar.
– Rahn adalah sebagai gantian dari kitabah (penulisan utang) yang mengambil hukum sunnah.
Baca sekengkapnya di ⬇️
https://rumaysho.com/33986-matan-taqrib-hukum-gadai-dalam-islam.html
*Silahkan di Share*