Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Orangtua yang merayakan ULANG TAHUN anaknya, itu orangtua yang SUPER TEGA, merayakan berkurangnya jatah umur anaknya...
Merayakan hari semakin dekatnya AJAL si anak,...
Koq ya ada orangtua yang seperti itu ????
Masing-masing kita, ortu kita, anak kita, sudah ditentukan akhir hidupnya....
Dan kita sedang melaju menuju kematian kita dengan sangat cepat....
Bertambahnya hari itu hakekatnya berkurangnya JATAH hidup kita, dan DEKATNYA kematian kita,...
Lah koq dirayakan?
Malah diucapin selamat ?
lalu...
Bagaimana sikap yang islami dalam menyikapi ulang tahun ?
Ada hari yang dirasa spesial bagi kebanyakan orang. Hari yang mengajak untuk melempar jauh ingatan ke belakang, ketika saat ia dilahirkan ke muka bumi, atau ketika masih dalam buaian dan saat-saat masih bermain dengan ceria menikmati masa kecil.
Ketika hari itu datang, manusia pun kembali mengangkat jemarinya, untuk menghitung kembali tahun-tahun yang telah dilaluinya di dunia.
Ya, hari itu disebut dengan hari ulang tahun.
Nah sekarang, pertanyaan yang hendak kita cari tahu jawabannya adalah: bagaimana sikap yang Islami menghadapi hari ulang tahun?
Jika hari ulang tahun dihadapi dengan melakukan perayaan, baik berupa acara pesta, atau makan besar, atau syukuran, dan semacamnya maka kita bagi dalam dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama, perayaan tersebut dimaksudkan dalam rangka ibadah.
Misalnya dimaksudkan sebagai ritualisasi rasa syukur, atau misalnya dengan acara tertentu yang di dalam ada doa-doa atau bacaan dzikir-dzikir tertentu.
Atau juga dengan ritual seperti mandi kembang 7 rupa ataupun mandi dengan air biasa namun dengan keyakinan hal tersebut sebagai pembersih dosa-dosa yang telah lalu.
Jika demikian maka perayaan ini masuk dalam pembicaraan masalah bid’ah.
Karena syukur, doa, dzikir, istighfar (pembersihan dosa), adalah bentuk-bentuk ibadah dan ibadah tidak boleh dibuat-buat sendiri bentuk ritualnya karena merupakan hak paten Allah dan Rasul-Nya.
Sehingga kemungkinan pertama ini merupakan bentuk yang dilarang dalam agama, karena Rasul kita Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Orang yang melakukan ritual amal ibadah yang bukan berasal dari kami, maka amalnya tersebut tertolak” [HR. Bukhari-Muslim]
Perlu diketahui juga, bahwa orang yang membuat-buat ritual ibadah baru, bukan hanya tertolak amalannya, namun ia juga mendapat dosa, karena perbuatan tersebut dicela oleh Allah. Sebagaimana hadits:
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku.
Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’
Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ “ (HR. Bukhari no. 7049)
Kemungkinan kedua, perayaan ulang tahun ini dimaksudkan tidak dalam rangka ibadah, melainkan hanya tradisi, kebiasaan, adat atau mungkin sekedar have fun.
Bila demikian, sebelumnya perlu diketahui bahwa dalam Islam, hari yang dirayakan secara berulang disebut Ied, misalnya Iedul Fitri, Iedul Adha, juga hari Jumat merupakan hari Ied dalam Islam.
Dan perlu diketahui juga bahwa setiap kaum memiliki Ied masing-masing.
Maka Islam pun memiliki Ied sendiri.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إن لكل قوم عيدا وهذا عيدنا
“Setiap kaum memiliki Ied, dan hari ini (Iedul Fitri) adalah Ied kita (kaum Muslimin)” [HR. Bukhari-Muslim]
Kemudian, Ied milik kaum muslimin telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya hanya ada 3 saja, yaitu Iedul Fitri, Iedul Adha, juga hari Jumat.
Nah, jika kita mengadakan hari perayaan tahunan yang tidak termasuk dalam 3 macam tersebut, maka Ied milik kaum manakah yang kita rayakan tersebut?
Yang pasti bukan milik kaum muslimin.
Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من تشبه بقوم فهو منهم
“Orang yang meniru suatu kaum, ia seolah adalah bagian dari kaum tersebut” [HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Hibban]
Maka orang yang merayakan Ied yang selain Ied milik kaum Muslimin seolah ia bukan bagian dari kaum Muslimin.
Namun hadits ini tentunya bukan berarti orang yang berbuat demikian pasti keluar dari statusnya sebagai Muslim, namun minimal mengurangi kadar keislaman pada dirinya.
Karena seorang Muslim yang sejati, tentu ia akan menjauhi hal tersebut.
Bahkan Allah Ta’ala menyebutkan ciri hamba Allah yang sejati (Ibaadurrahman) salah satunya:
والذين لا يشهدون الزور وإذا مروا باللغو مروا كراما
“Yaitu orang yang tidak ikut menyaksikan Az Zuur dan bila melewatinya ia berjalan dengan wibawa” [QS. Al Furqan: 72]
Rabi’ bin Anas dan Mujahid menafsirkan Az Zuur pada ayat di atas adalah perayaan milik kaum musyrikin.
Sedangkan Ikrimah menafsirkan Az Zuur dengan permainan-permainan yang dilakukan/ diadakan di masa Jahiliyah.
Jika ada yang berkata “Ada masalah apa dengan perayaan kaum musyrikin?
Toh tidak berbahaya jika kita mengikutinya”.
Jawabnya, seorang muslim yang yakin bahwa hanya Allah lah sesembahan yang berhak disembah, sepatutnya ia membenci setiap penyembahan kepada selain Allah dan penganutnya.
Salah satu yang wajib dibenci adalah kebiasaan dan tradisi mereka, ini tercakup dalam ayat:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya” [QS. Al Mujadalah: 22]
Kemudian Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin -rahimahllah- menjelaskan :
“Panjang umur bagi seseorang tidak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai keridhaan Allah dan ketaatanNya.
Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.
Sementara orang yang paling buruk adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalannya.
Karena itulah, sebagian ulama tidak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak.
Mereka kurang setuju dengan ungkapan :
“Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali dengan keterangan “Dalam ketaatanNya” atau “Dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa.
Alasannya umur panjang kadang kala tidak baik bagi yang bersangkutan, karena umur yang panjang jika disertai dengan amalan yang buruk -semoga Allah menjauhkan kita darinya- hanya akan membawa keburukan baginya, serta menambah siksaan dan malapetaka” [Dinukil dari terjemah Fatawa Manarul Islam 1/43, di almanhaj.or.id]
Jika demikian, sikap yang Islami dalam menghadapi hari ulang tahun adalah:
tidak mengadakan perayaan khusus, biasa-biasa saja dan berwibawa dalam menghindari perayaan semacam itu.
Mensyukuri nikmat Allah berupa kesehatan, kehidupan, usia yang panjang, sepatutnya dilakukan setiap saat bukan setiap tahun.
Dan tidak perlu dilakukan dengan ritual atau acara khusus, Allah Maha Mengetahui yang nampak dan yang tersembunyi di dalam dada.
Demikian juga refleksi diri, mengoreksi apa yang kurang dan apa yang perlu ditingkatkan dari diri kita selayaknya menjadi renungan harian setiap muslim, bukan renungan tahunan.
Wallahu’alam.
Read more https://aslibumiayu.net/2003-sikap-yang-islami-menghadapi-hari-ulang-tahun.html
MASIH NGUCAPIN “SELAMAT ULANG TAHUN”?
"HBD" ... "MET ULTAH" ... "MET MILAD" ... "BAARAKALLAHU FII 'UMRIK" ...
Ucapan SELAMAT ULANG TAHUN sudah menjadi kebiasaan banyak orang, dan mereka berpikir bahwa itu tidak menyalahi aqidah.
Mereka mungkin bilang "Memangnya apa yang salah dengn ucapan selamat ulang tahun? Lagipula tidak hanya ucapan itu saja; tapi juga diselipkan dengan do'a yang baik bagi yang berulang tahun? Tidak menyalahi aqidah bukan?"
Ini merupakan syubhat / maneuver yang dilontarkan sebagian orang .
Sebenarnya "inti permasalahannya" BUKAN pada "ucapan selamat ulang tahun" , tetapi intinya adalah LARANGAN "TASYABBUH" (MENYERUPAI) ORANG KAFIR ... inilah yang berkaitan dengan aqidah .
Karena "ucapan selamat ulang tahun" hanyalah merupakan SALAH SATU bentuk / praktek dari TASYABBUH tadi .
Allah ta'ala berfirman :
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Barangsiapa di antara kalian berloyalitas kepada mereka (orang-orang kafir) maka dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim”. (Al Maidah: 51).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Ayat & Hadits tersebut menunjukkan larangan / haramnya tasyabbuh (menyerupai) orang kafir .
Bagaimana memahami ayat & hadits tsb?
Kita tidak bisa menafsirkan ayat & hadits seenak perut kita, atau seenak perut (yang katanya) "ulama" yang memang cuma mencari enaknya saja, atau beragama mengikuti "perasaan" saja ("perasaan ini bener deh", katanya), bukan mengikuti dalil shahih dengan pemahaman yang shahih ...
Namun kita HARUS merujuk kepada pemahaman para ulama alumnus madrasah rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu para shahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in, serta para ulama sekarang yang tetap BERPEGANG TEGUH dengan METODE para pendahulunya tersebut ...
Nah ... apa sih yang menjadi batasan "tasyabbuh" yang dilarang?
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menjelaskan :
والتشبه بالكفار على قسمين :
تشبه محرَّم ، وتشبه مباح .
القسم الأول : التشبه المحرّم : وهو فعل ما هو من خصائص دين الكفار مع علمه بذلك ، ولم يرد في شرعنا .. فهذا محرّم ،
سواء فعله الشخص موافقة للكفار ، أو لشهوة ، أو شبهة تخيل إليه أنّ فعله نافع في الدنيا والآخرة .
فإن قيل هل من عمل هذا العمل وهو جاهل يأثم بذلك ، كمن يحتفل بعيد الميلاد ؟
الجواب : الجاهل لا يأثم لجهله ، لكنه يعلّم ، فإن أصر فإنه يأثم .
القسم الثاني : التشبه الجائز : وهو فعل عمل ليس مأخوذاً عن الكفار في الأصل ، لكن الكفار يفعلونه أيضاً . فهذا ليس فيه محذور المشابهة .
http://islamqa.info/ar/21694
Bahwa TASYABBUH (menyerupai orang kafir) ini ada dua macam :
• Yang pertama: TASYABBUH YANG DIHARAMKAN
Yaitu menyerupai orang kafir dalam HAL-HAL YANG KHUSUS MENJADI SIMBOL bagi agama mereka, yang tidak ada dalam syari'at islam .
Orang itu melakukan hal tersebut sesuai dengan apa yang dilakukan oleh orang kafir,
Bisa jadi dia melakukannya karena :
- Mengikuti HAWA NAFSU
atau
- Terdapat KERANCUAN pada pemikirannya bahwa hal tersebut "bermanfaat" di dunia dan di akhirat (menurut persangkaannya).
( TENTANG UCAPAN SELAMAT ULANG TAHUN )
#Jika dikatakan: Apakah berdosa orang yang melakukan tasyabbuh karena jaahil (tidak tahu)? Seperti orang yang mengistimewakan hari kelahiran (ulang tahun)?
#Jawabannya : Orang yang tidak tahu, harus diberi tahu (bahwa hal tersebut tidak boleh), jika dia tetap bersikeras pada pendiriannya, maka dia berdosa.
• Yang kedua: TASYABBUH YANG DIBOLEHKAN
Yaitu menyerupai sesuatu yang tidak bersumber dari agama orang kafir pada asalnya, namun apa yang dia lakukan itu SAMA seperti yang dilakukan oleh orang kafir, inilah tasyabbuh yang tidak dilarang.
(Misalnya :
- Orang kafir makan & minum - orang muslim makan & minum
- Orang kafir naik mobil - orang muslim naik mobil
- Orang kafir sekolah - orang muslim sekolah.
Maka tentu saja hal-hal seperti ini dibolehkan, walaupun apa yang dilakukan oleh muslim SAMA atau MENYERUPAI apa yang dilakukan oleh orang kafir, karena hal-hal tersebut BUKAN bersumber dari ajaran agama mereka).
Kembali kepada masalah "ulang tahun" , baik itu merayakannya, atau mengucapkan selamat, atau mengistimewakannya ...
Itu adalah bersumber dari ajaran orang kafir pada asalnya , dan sama sekali BUKAN bersumber dari ajaran islam ...
Pernah gak rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ngerayain ulang tahun?
Pernah gak para sahabat beliau menganggap istimewa atau ngucapin met ultah kpd rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?
Nah .... nah ... ternyata "mengistimewakan hari ulang tahun" merupakan salah satu KEYAKINAN orang kafir ... buktinya , mereka ngerayain NATAL ... nah lho ... mau apa lagi, coba?
Kalau ada yang beralasan: “Ini kan ucapan met ultah yang "islami", pake "bumbu" do'a lagi” ....
ISLAMI? islami yang mana ya? yang dasarnya BUKAN dari islam? kok bisa ya ada ISLAMI YANG BUKAN DARI ISLAM?
DO’A? Nunggu setahun sekali biar dido’ain teman-teman? Kasiaaan deh … dido’ain teman cuma setaun sekali doang … makanya ikhwan cari teman yang shalih, kalo akhwat cari teman yang shalihah, karena teman yang shalih / shalihah itu akan sering-sering ngedo’ain kita walaupun kita nggak tau & nggak minta dido’ain.
#Kesimpulannya:
- Ucapan selamat ulang tahun adalah murni dari adat / kebiasaan orang kafir.
- Kita dilarang tasyabbuh (menyerupai orang kafir).
- So, masihkah kita latah ngucapin selamat ulang tahun?
Berikut kita dengarkan penjelasan Syaikh Wahid Abdussalam Bali tentang Hukum Merayakan Ulang Tahun (dengan teks berbahasa Indonesia)
https://www.youtube.com/watch?v=PWz9pJQ10AU
Makkah, 5/2/1436 H
By: Arfah Ummu Faynan
http://abufaynan.blogspot.com/2015/02/masih-ngucapin-selamat-ulang-tahun.html
HUKUM MERAYAKAN ULANG TAHUN ANAK
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan :
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apakah perayaan ulang tahun anak termasuk tasyabbuh (tindakan menyerupai) dengan budaya orang barat yang kafir ataukah semacam cara menyenangkan dan menggembirakan hati anak dan keluarganya?
Jawaban :
Perayaan ulang tahun anak tidak lepas dari dua hal; dianggap sebagai ibadah, atau hanya adat kebiasaan saja. Kalau dimaksudkan sebagai ibadah, maka hal itu termasuk bid’ah dalam agama Allah. Padahal peringatan dari amalan bid’ah dan penegasan bahwa dia termasuk sesat telah datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ كُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
“Jauhilah perkara-perkara baru. Sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan berada dalam Neraka”.
Namun jika dimaksudkan sebagai adat kebiasaan saja, maka hal itu mengandung dua sisi larangan.
Pertama :
Menjadikannya sebagai salah satu hari raya yang sebenarnya bukan merupakan hari raya (‘Ied). Tindakan ini berarti suatu kelalancangan terhadap Allah dan RasulNya, dimana kita menetapkannya sebagai ‘Ied (hari raya) dalam Islam, padahal Allah dan RasulNya tidak pernah menjadikannya sebagai hari raya.
Saat memasuki kota Madinah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati dua hari raya yang digunakan kaum Anshar sebagai waktu bersenang-senang dan menganggapnya sebagai hari ‘Ied, maka beliau bersabda :
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر
“Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha”.
Kedua :
Adanya unsur tasyabbuh (menyerupai) dengan musuh-musuh Allah. Budaya ini bukan merupakan budaya kaum muslimin, namun warisan dari non muslim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”.
Kemudian panjang umur bagi seseorang tidak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai keridhaan Allah dan ketaatanNya. Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang paling buruk adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalanya.
Karena itulah, sebagian ulama tidak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak. Mereka kurang setuju dengan ungkapan: “Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali dengan keterangan “Dalam ketaatanNya” atau “Dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa. Alasannya umur panjang kadangkala tidak baik bagi yang bersangkutan, karena umur yang panjang jika disertai dengan amalan yang buruk -semoga Allah menjauhkan kita darinya- hanya akan membawa keburukan baginya, serta menambah siksaan dan malapetaka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ﴿١٨٢﴾وَأُمْلِي لَهُمْ ۚ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (kearah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana amat teguh”. [Al-A’raf: 182-183]
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ ۚ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan janganlah sekali-kali orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah labih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka, dan bagi mereka adzab yang menghinakan”. [Ali-Imran/3: 178] [ Fatawa Manarul Islam 1/43 ]
[Disalin dari kitab Fatawa Ath-thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penyusun Yahya bin Sa’id Alu Syalwan, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu]
Sumber: https://almanhaj.or.id/1584-hukum-merayakan-ulang-tahun-anak.html
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
HUKUM MEMBERI KADO ULANG TAHUN
📝 Pertanyaan :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Afwan saya ingin bertanya mengenai undangan ultah/ulang tahun kalau kita tidak datang tetapi memberikan hadiah berupa kado saja, karena di kirimi makanan, lalu bagaimana hukumnya? dan kita juga tidak memberi ucapan selamat
جَزَاك اللهُ خَيْرًا
📋 Jawaban :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Tidak boleh seorang menghadiahkan kado kepada orang yang merayakan ulang tahun, karena ini termasuk ke dalam dukungan atau tolong menolong dalam kesalahan (maksiat). Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya” (QS. Al Maidah: 2).
Maka semua perkara yang masuk ke dalam dukungan terhadap perkara yang terlarang tidak diperbolehkan.
Merayakan ulang tahun hukumnya terlarang, karena Rasulullah dan para sahabatnya tidak pernah merayakannya, dan ini merupakan kebiasaan orang kafir.
Bahkan Rasulullah mencela orang yang meniru-niru mereka:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Perayaan tahunan di dalam islam hanya ada dua, yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.
Adapun makanan yang diantarkan oleh orang yang berulang tahun, apabila makanan tersebut adalah makanan yang halal dan baik, maka hukumnya boleh untuk diterima dan dimakan, karena acara tersebut tidak menjadikannya berubah menjadi haram.
Konsultasi Bimbingan Islam
Ustadz Muhammad Romelan, Lc.
Bismillah
HUKUM MENERIMA ORDER DAN MENGHIAS KUE ULANG TAHUN
الوسطية والاعتدال
PERTANYAAN :
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz mau tanya. Menyangkut Ibu ana yang memiliki usaha sampingan membuat kue dan juga menerima pesanan kue ulang tahun. Dalam hal ini, ana yang menangani dekor kue-kue tersebut. Dan semenjak ana mengetahui hukumnya, ana sudah sampaikan sama ibu ana. Namun beliau masih belum sepenuhnya bisa menolak orderan² kue ulang tahun tersebut. Sedangkan ana kesulitan untuk menolak mendekornya karena kurang enak sama ibu ana Ustadz. Namun ana terus mengingatkan beliau..
apa yang sekiranya bisa ana tempuh untuk bisa lebih selamat ?
Jazaakallahu khair ustadz
JAWABAN :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Membuat kue atau pakaian atau sejenisnya yang diduga kuat digunakan untuk acara atau ritual orang kafir, atau maksiat, atau semisal, maka hukumnya saat itu (yaitu saat diyakini barang jualannya untuk maksiat) adalah haram, karena termasuk _ta’âwun ‘alal itsmi wat udwân_ (kerjasama dalam hal dosa dan permusuhan).
Karena itu, jika diminta untuk dekor kue ultah atau natal atau semisalnya :
🔹Tolaklah dengan cara halus, karena hasil penjualannya adalah haram _likasbihi_ (haram karena sebab pemerolehannya)
🔹trs nasehati ibu dengan cara yang baik
🔹doakan selalu
Wallahu a’lam
Bolehkah Menerima Orderan Kue Ulang Tahun?
Pertanyaan: Ustadz, mau bertanya, bagaimanakah hukumnya menerima orderan membuat cake ulang tahun? Yang di situ kita diminta membuat ucapan selamat ulang tahun dan angka usia yangg berulang tahun?
Jawaban:
Merayakan ulang tahun termasuk bid’ah, sebab menambah hari ‘ied (perayaan rutin) tidak dibenarkan dalam Islam selain yang telah ditentukan oleh syari’at yaitu ‘Iedul fitri, ‘Iedul Adha, ‘Iedul ‘Usbu’ (hari Jum’at). Oleh karena itu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang para sahabat untuk merayakan selain hari raya yang telah ditentukan dalam Islam. Berdasarkan hadits,
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ». قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ »
“Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, beliau berkata, ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mendatangi kota Madinah, para sahabat memiliki dua hari raya yang padanya mereka bersenang-senang. Maka beliau bersabda: Dua hari apa ini? Mereka menjawab: Dua hari yang sudah biasa kami bersenang-senang padanya di masa Jahiliyah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah telah mengganti kedua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu ‘iedul adha dan ‘iedul fitri.” [HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud: 1039]
Hadits ini menunjukkan bahwa perayaan hari tertentu dalam Islam bukan seremonial belaka, tetapi syari’at yang diatur dalam Islam, sehingga tidak boleh ditambah atau dikurangi. Maka semua tambahan hari perayaan apapun yang tidak berdasarkan dalil termasuk bid’ah, seperti hari ulang tahun, maulid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, perayaan Isra’ Mi’raj, perayaan tahun baru Islam tanggal 1 Muharram, hari ibu, hari bapak, hari kemerdekaan dan lain-lain.
⚠Demikian pula dalam perayaan ulang tahun itu juga mengandung tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, memboroskan harta, belum lagi maksiat lainnya seperti ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan wanita), nyanyian dan musik.
Oleh karena itu tidak boleh membantu membuat kue ulang tahun, karena itu berarti membantu dalam dosa. Allah ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Maidah: 2)
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray Lc Hafidzahullah
HUKUM MAKAN KUE DAN TRAKTIRAN ULTAH
Assalamualaikum ustad.
Apakah boleh ketika teman ulang tahun, dan dia mengajak makan (traktir) atau kasih kue dan kita menerimanya. Krn ditempat saya bekerja mayoritas non muslim. Apakah kita boleh menolaknya.Terimakasih sebelumnya.
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Ulang tahun termasuk perayaan yang tidak disyariatkan dalam Islam.
Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi pernah ditanya:
Bolehkah bagi orang yang dikaruniai kelahiran anak untuk memasak makanan dan mengundang saudara muslim lainnya?
Jawaban:
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah mensyariatkan aqiqah, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor saja. Beliau juga mensyariatkan makan, menghadiahkan dan bersedekah darinya. Apabila orang yang dikaruniai anak itu membuat makanan dan mengundang saudara muslim lainnya, serta mencampurkan sebagian daging aqikah ke dalam makanannya maka hal itu tidaklah apa-apa bahkan termasuk perbuatan yang baik.
Adapun kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian orang yaitu memasak makanan di hari kelahiran anak dan menamakannya sebagai ulang tahun kelahiran serta dilakukan secara berulang kali sesuai keinginan orang yang dikaruniai anak, orang lain atau anaknya sendiri tatkala ia sudah besar maka hal ini bukanlah dari syariat Islam, bahkan itu merupakan bidah.
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak berdasarkan urusan (agama) kami, maka perbuatan tersebut tertolak. HR. Muslim no.1718
Dan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal dari urusan agama kami, maka perkara itu tertolak. HR. Bukhari no.2697 dan Muslim no.1718
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam. Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 11/436 pertanyaan ke empat dari fatwa no.181
Menerima makanan atau ajakan berpesta ulang tahun bisa termasuk dukungan terhadap acara yang tidak disyariatkan tersebut, sehingga seseorang seharusnya menolak dengan baik makanan yang dihadiahkan atau menolak ajakan untuk perayaan pesta ulang tahun dengan cara yang bijak. Seandainya seseorang bisa menasehati penyelenggara acara tersebut di awal atau menasehatinya kala menolak dengan halus serta menerangkan masalah ulang tahun ini maka ini adalah perbuatan yang berpahala dan sangat baik.
والله تعالى أعلم بالحق والصواب
🌐Redaksi salamdakwah.com
Hukum Makan Kue Ulang Tahun🎁
👤By: Ustadz Aris
Pertanyaan, “Kaum muslimin di daerah kami merayakan ulang tahun anak-anaknya. Dalam acara tersebut mereka menyuguhkan makanan untuk para tamu. Mereka juga membaca salawat nariyah.
Sebenarnya kami tidak menyetujui acara semacam itu namun kami tetap mendatangi undangan acara ulang tahun agar kami tidak mendapatkan masalah di tengah-tengah masyarakat. Mereka membuat kami terpaksa memakan makanan ulang tahun. Mereka beralasan bahwa mereka itu hanya membuat makanan untuk para tamu.
Apakah kami boleh turut menikmati makanan yang disuguhkan? Kami sudah mengetahui bahwa acara tersebut bid’ah namun apa dalil untuk melarang memakan makanan tersebut?”
Jawaban Syaikh Abdul Karim al Khudair,
“Perayaan hari lahir itu bid’ah dalam agama Allah. Tidak boleh mengadakannya, tidak boleh memakan makanan yang ada pada acara tersebut ataupun makanan yang dibuat untuk acara tersebut. Anggapan mereka bahwa makanan peringatan hari lahir itu karena datangnya banyak tamua bukanlah alasan yang bisa dibenarkan untuk menikmatinya. Menjamu tamu itu ada aturannya.
Banyak perkara itu dinilai dengan melihat niat pelakunya. Satu hal yang sangat jelas bahwa makanan tersebut dibuat dalam rangka acara itu.
Memakan makanan yang di hidangkan pada acara tersebut itu membantu pelakunya untuk terus menerus menyelenggarakannya sehingga hal itu termasuk tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran syariat yang Allah larang dalam al Maidah ayat kedua”. Sampai di sini perkataan Syaikh Abdul Karim al Khudair.
Tentang salawat nariyah Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid mengatakan,
“Salawat nariyah adalah salawat bid’ah buatan orang-orang sufi. Tidak boleh menghadiri acara membaca salawat nariyah apa lagi berperan serta dalam acara tersebut”.
Sumber:
http://islamqa.com/ar/ref/9485
CARA ISLAMI "ULANG TAHUN"
ADALAH TIDAK MERAYAKANNYA
-------------------------------------------------------
Ya Ayyuhal Ikhwah..!
Telah berlalu beberapa “Birthday Reminder” kalian di facebook saya.
Di suatu bulan muncul pula “Birthday Reminder” saya di facebook kalian. Begitu seterusnya. Lalu ikut-ikutan, padahal jika kita mau merenung apa yang harus dirayakan atau disyukuri dengan BERKURANGNYA usia kita..?
Semakin dekatnya kita dengan KUBUR..? SUDAH SIAPKAH kita untuk itu...? Akankah kita bisa merayakannya tahun depan?
Indahnya persahabatan, tidaklah diukur dari siapa yang lebih dulu mengetik ucapan-ucapan selamat di wall saat ulang tahun, akan tetapi yang jauh lebih penting dari hal itu adalah siapa yang paling tulus mendoakan.
Semoga Allah memberi kita hati yang tulus dan ikhlas untuk saling mendoakan, bukan karena momen ulang tahun, tapi setiap saat sebagai manifestasi ukhuwah sesama muslim. Insyaa Allah...!
● Tinjauan - Sejarah Ulang Tahun
Perlu rasanya meninjau apa sih ULANG TAHUN...!? Dan darimana asal acara tersebut. Agar jangan hanya ikut-ikutan, karena tidak mengerti tentang sesuatu perkara. Latah ikut-ikutan memperingati Ulang Tahun, tanpa mengerti darimana asal perayaan tersebut.
Ternyata :
Acara Ulang Tahun ada disebut Dalam INJIL MATIUS 14 : 6 dan INJIL MARKUS 6 : 21
Pada masa-masa awal Nashrani generasi pertama (Ahlul Kitab / kaum khawariyyun / pengikut nabi Isa) mereka tidak merayakan Upacara UlangTahun, karena mereka menganggap bahwa pesta ulang tahun itu adalah pesta yang mungkar dan hanya pekerjaan orang kafir Paganisme.
Pada masa Herodeslah acara ulang tahun dimeriahkan sebagaimana tertulis dalam Injil :
Injil Matius 14 : 6
Tetapi pada HARI ULANG TAHUN Herodes, menarilah anak Herodes yang perempuan, Herodiaz, ditengah-tengah meraka akan menyukakan hati Herodes. (Matius14 : 6)
Injil Markus 6 : 21
Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada HARI ULANG TAHUNNYA mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea.
(Markus 6 : 21)
Orang Nasrani yang pertama kali mengadakan pesta ulang tahun adalah orang Nasrani Romawi. Beberapa batang lilin dinyalakan sesuai dengan usia orang yang berulang tahun. Sebuah kue ulang tahun dibuatnya dan dalam pesta itu, kue besar dipotong dan lilinpun ditiup.
(Dalam buku : Parasit Aqidah. A.D. El. Marzdedeq, Penerbit Syaamil, hal. 298)
● Sudah Tradisi...!?
Sudah menjadi kebiasaan ditengah ummat Islam mengucapkan selamat ulang tahun kepada keluarga maupun teman, sahabat pada hari ULTAHnya. Bahkan tidak sedikit yang aktif dakwah (ustadz dan ustadzah) pun turut larut dalam tradisi jahiliyah ini.
Sedangkan kita sama-sama tahu bahwa tradisi ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi kita yang mulia MUHAMMAD Shalallahu Alaihi Wasallam, dan kita ketahui bahwa :
- Rasulullah adalah orang yang paling mengerti cara bermasyarakat, bersosialisasi, paling tahu bagaimana cara menggembirakan para sahabat-sahabatnya.
- Rasulullah paling mengerti bagaimana cara mensyukuri hidup dan kenikmatannya.
- Rasulullah paling mengerti bagaimana cara menghibur orang yang sedang bersedih.
- Rasulullah adalah orang yang paling mengerti CARA BERSYUKUR.
● Selisihilah Orang Kafir
Adapun tradisi ULANG TAHUN ini merupakan tradisi orang-orang Yahudi, Nasrani dan kaum paganisme, maka Rasulullah memerintahkan untuk menyelisihinya. Apakah Rasulullah pernah melakukannya ? Padahal Herodes sudah hidup pada jaman Nabi Isa. Apakah Rasulullah mengikuti tradisi ini ?
Rasulullah pernah bersabda :
"Kamu akan mengkuti cara hidup orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk kedalam lobang biawak kamu pasti akan memasukinya juga".
Para sahabat bertanya,"Apakah yang engkau maksud adalah kaum Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?"
Rasulullah menjawab :"Siapa lagi jika bukan mereka?!".
Rasulullah bersabda :
“ Man tasabbaha biqaumin fahua minhum”
"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka."
(HR. Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar).
Allah berfirman :
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
(QS. Al Baqarah : 120)
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran , pengelihatan, dan hati, semuannya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Isra’ : 36)
"... dan kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar."
(QS. an-Nuur : 15)
Ini penjelasan Nabi tentang sebagian ummatnya yang akan meninggalkan tuntunan beliau dan lebih memilih tuntunan dan cara hidup diluar Islam. Termasuk juga diantaranya adalah peringatan perayaan ULTAH, meskipun diperhalus dan ditutupi dengan label SYUKURAN atau ucapan selamat MILAD.
Seorang muslim dituntut untuk MUHASABAH setiap hari, karena setiap detik yang dilaluinya TIDAK akan pernah kembali lagi sampai nanti dipertemukan oleh ALLAH pada hari penghisaban , yang tidak ada yang bermanfaat pada hari itu baik anak maupun harta kecuali orang yang menghadap ALLAH dengan membawa hati yang ikhlas dan amal yang soleh.
Jadi, alangkah baiknya jika tradisi jahiliyah ini kita buang jauh-jauh dari diri kita, keluarga dan anak-anak kita dan menggantinya dengan tuntunan yang mulia yang diajarkan oleh Rasulullah.
● Perayaan Ummat Islam
Dalam hadits riwayat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu :
Nabi shallallahu alaihi wasallam datang ke Madinah dan ketika itu penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bisa bersenang-senang di dalamnya pada masa jahiliyyah, maka beliau bersabda :
“Aku datang pada kalian dalam keadaan kalian memiliki dua hari raya yang kalian bersenang-senang di dalamnya pada masa jahiliyyah. Dan sungguh Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari tersebut dengan yang lebih baik yaitu hari Nahr (Iedul Adha) dan Iedul Fitri.”
(HR Ahmad, Abu Daud, Nasa’i dan Baghawi)
Apabila perayaan yang diada-adakan tersebut berasal dari perayaan orang-orang kafir, maka ini berarti dosa di atas dosa, sebab menyerupai mereka, dan itu merupakan bentuk loyalitasnya kepada mereka. Dan sungguh Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah melarang Kaum Mukminin menyerupai mereka dan bersikap loyal kepada mereka dalam kitab-Nya yang agung.
Dan telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda :
من تشبه بقوم فهو منهم
” Barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka dia termasuk mereka “.
(HR.Abu Dawud dari Abdullah bin Umar)
Islam hadir dengan solusi mu’amalah (interaksi sosial) yang jauh lebih baik yakni do’a.
Ya, mendoakan kebaikan bagi kawan atau siapapun orang yang kita sayangi, sebagai bentuk perhatian kita pada orang tersebut.
Al-Imam Muslim rahimahullah meletakkan beberapa hadits dalam kitab Shahih-nya, yang kemudian diberi judul oleh Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah :
“Keutamaan doa untuk kaum muslimin dengan tanpa sepengetahuan dan kehadiran mereka.”
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda dalam hadits dari shahabiyah Ummud Darda`radhiyallahu ‘anha :
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ
عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim kepada saudaranya secara rahasia dan tidak hadir di hadapannya adalah sangat dikabulkan. Di sisinya ada seorang malaikat yang ditunjuk oleh Allah. Setiap kali ia berdoa untuk saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut berkata (kepadanya): “Ya Allah, kabulkanlah, dan (semoga) bagimu juga (mendapatkan balasan) yang semisalnya.”
(HR. Muslim)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan :
“Bahwasanya jika seseorang mendoakan saudaranya (sesama muslim) dengan tanpa sepengetahuan dan kehadiran saudaranya di hadapannya. Seorang malaikat berkata, ‘Amin (Ya Allah, kabulkanlah), dan bagimu juga (mendapatkan balasan) yang semisalnya.’ Maka malaikat akan mengaminkan atas doamu jika engkau mendoakan bagi saudaramu tanpa sepengetahuan dan kehadirannya.”
Subhanallah…
Demikianlah salah satu dari sekian banyak keindahan islam, keagungan sunnah,
ketika kita mendoakan orang lain TANPA SEPENGETAHUAN orang tersebut,
maka malaikat akan meng-amin-kan doa kita, ditambah mendoakan kebaikan yang serupa pula untuk diri kita.
Dan semoga Allah ‘Azza wa Jalla,
Mengijabah doa-doa kita semua
Aamiin.
Doaku Untuk Sahabat
Dimana Saja Berada..!
Tagged :
Jean BalQies Al-Jehra
Hukum Puasa Hari Kelahiran
Tidak ada dalil yang memerintahkan atau menganjurkan puasa hari kelahiran.
Adapun puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Senin, BUKAN karena hari Senin adalah hari kelahiran beliau.
Akan tetapi, beliau berpuasa pada hari Senin karena di hari itulah amal setiap hamba dilaporkan kepada Allah, dan beliau ingin agar ketika amal beliau dilaporkan, beliau dalam keadaan berpuasa.
Hanya saja, hari Senin ini bertepatan dengan hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalilnya, dari Usamah bin Zaid, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang alasan beliau sering berpuasa di hari Senin dan Kamis. Beliau menjawab,“Sesungguhnya, amal setiap hamba dilaporkan pada setiap Senin dan Kamis ….” (HR. Abu Daud; dinilaisahih oleh Al-Albani)
✒Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits, dari Dewan Pembina Konsultasi Syariah.
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
“Barangsiapa menunjukkan kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikuti ajakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 2674).
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.