Yulian Purnama, S.Kom. 28 Agustus 2019
Agama Islam mengajarkan manusia akhlak-akhlak yang mulia dan melarang manusia dari akhlak-akhlak yang tercela. Diantara akhlak mulia dalam Islam adalah Islam mengajarkan adab ketika menguap.
*Yang hendaknya dilakukan ketika menguap*
Diantara adab yang diajarkan Islam ketika menguap adalah berusaha menahannya sebisa mungkin. Tidak membiarkan mulutnya ternganga dan terbuka ketika menguap. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ ، وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ ، فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ ، وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِذَا قَالَ : هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ
“sesungguhnya Allah menyukai bersin, dan tidak menyukai tasa’ub (menguap). Jika seseorang bersin maka ucapkanlah hamdalah, dan merupakan hak baginya terhadap setiap muslim yang mendengarnya untuk ber-tasymit. Adapun menguap, itu dari setan. Maka hendaknya ia menahannya sebisa mungkin. Jika ia menguap sampai mengeluarkan suara “hah” maka setan pun tertawa” (HR. Bukhari no. 6223, Muslim no. 2994).
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
“Jika kalian menguap maka tutuplah mulutnya dengan tangannya. Karena setan akan masuk”
Dalam lafadz yang lain:
إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ
“Jika kalian menguap dalam shalat maka tahanlah sebisa mungkin” (HR. Muslim no. 2995).
Ibnu Allan Asy Syafi’i mengatakan:
أي قدر استطاعته ، وذلك بإطباق فيه ، فإن لم يندفع بذلك فبوضع اليد عليه
“Maksudnya tahanlah sebisa mungkin. Yaitu dengan melakukan ithbaq (menggabungkan bibir). Jika tidak bisa ditahan maka dengan meletakkan tangan di mulut” (Dalilul Falihin, 6/175).
Dari dalil-dalil di atas, bisa kita simpulkan bahwa yang pertama kali diusahakan ketika menguap adalah menahan mulut dengan menggabungkan bibir. Jika tidak mampu maka baru menggunakan tangan. Kemudian bersamaan dengan itu, berusaha untuk tidak mengeluarkan suara apapun baik suara “hah” atau suara apapun.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
إذا حصل التثاؤب يشرع له أمور عدة. الأمر الأول: أنه يكظم ما استطاع يعني: يضم فمه ما استطاع حسب الطاقة. الثاني: أنه يضع يده على فيه. الثالث: أنه لا يقول: هاه، بل يحفظ لسانه ولا يتكلم بشيء لا قليل ولا كثير
“Jika menguap, disyariatkan beberapa perkata:
Pertama, menahan mulut sebisa mungkin, yaitu dengan cara menggabungkan bibir sebisa mungkin.
Kedua, (jika tidak mampu maka) meletakkan tangan di mulutnya.
Ketiga, menjaga lisannya agar tidak berkata-kata baik sedikit maupun banyak” (https://binbaz.org.sa/fatwas/8418).
Menutup mulut dengan tangan kanan atau kiri?
Sebagian ulama menganjurkan untuk menutup mulut dengan tangan kiri. Karena menguap adalah keburukan, sehingga lebih didahulukan tangan kiri. Sebagaimana kaidah yang ditetapkan sebagian ulama:
تقديم اليمين في كل ما كان من باب الكرامة ، وتقديم الشمال في كل ما كان من باب المهانة
“Didahulukan tangan kanan dalam semua perkara yang mulia. Dan didahulukan tangan kiri dalam semua perkara yang hina”.
Caranya yaitu dengan meletakkan punggung tangan kiri ke mulut, bukan dengan telapak tangan kiri. Al Munawi rahimahullah mengatakan:
(فليضع يده) أي ظهر كف يسراه كما ذكره جمع ، ويتجه أنه للأكمل وأن أصل السنة يحصل بوضع اليمين . قيل : لكنه يجعل بطنها على فيه عكس اليسرى
“Maksudnya dengan cara meletakkan punggung tangan kiri, sebagaimana dikatakan oleh sejumlah ulama. Dan mereka berpandangan itu lebih sempurna. Walaupun pada asalnya yang lebih sesuai sunnah adalah dengan meletakkan tangan kanan, sebagaimana dalam hadits disebutkan “maka letakkanlah tangannya…” namun (jika dengan tangan kanan) maka dengan meletakkan telapaknya, tidak sebagaimana jika menggunakan tangan kiri” (Faidhul Qadir, 1/404).
As Safarini rahimahullah mengatakan:
وقال السفاريني رحمه الله : “وَقَالَ لِي شَيْخُنَا التَّغْلِبِيُّ فَسَّحَ اللَّهُ لَهُ فِي قَبْرِهِ : إنْ غَطَّيْت فَمَك فِي التَّثَاؤُبِ بِيَدِك الْيُسْرَى فَبِظَاهِرِهَا , وَإِنْ كَانَ بِيَدِك الْيُمْنَى فَبِبَاطِنِهَا
“Guruku, Syaikh At Taghlibi, semoga Allah meluaskan kuburnya, beliau berkata: jika menutup mulut ketika menguap dengan tangan kiri, maka gunakan punggungnya. Jika dengan tangan kanan, maka dengan telapaknya” (Ghadza al Albab, 1/348).
Namun masalah ini longgar, yang penting berusaha menutup mulut ketika menguap. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika ditanya: “apakah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika menguap beliau menutup tangannya dengan tangan kanan atau tangan kiri ataukah keduanya bersamaan?”. Beliau menjawab:
لا أعلم أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يضع يده على فمه إذا تثاءب ، وإنما ورد ذلك من قوله حيث أمر صلى الله عليه وسلم الرجل عند التثاؤب – يعني : أو المرأة – أن يكظم – يعني : يمنع فتح فمه ما استطاع – فإن لم يستطع فليضع يده على فمه ، ويضع اليد اليمنى أو اليسرى ، المهم أن لا يبقي فمه مفتوحاً عند التثاؤب
“Tidak kami ketahui ada hadits tentang Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menutup tangannya ketika menguap. Yang ada adalah hadits berisi perintah beliau kepada orang yang menguap. Yaitu dengan menahan mulutnya agar tidak terbuka sebisa mungkin. Jika tidak mampu ditahan, maka letakkanlah tangan di mulutnya. Boleh dengan tangan kanan atau tangan kiri. Yang penting tidak membiarkan mulut terbuka ketika menguap” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 13/61).
Menguap di tengah shalat
Menguap tanpa ada usaha untuk menahannya atau menutupnya atau mengeluarkan suara ketika itu, hukumnya makruh. Dan jika dilakukan di dalam shalat lebih makruh lagi. Dan menguap ketika shalat adalah bentuk upaya setan untuk menganggu orang yang shalat. Sebagaimana dalam riwayat lain yang disebutkan oleh Imam Muslim di atas:
إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ
“Jika kalian menguap dalam shalat maka tahanlah sebisa mungkin” (HR. Muslim no. 2995).
Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah mengatakan:
قال شيخنا – أي : الحافظ العراقي – في ” شرح الترمذي ” : أكثر روايات الصحيحين فيها إطلاق التثاؤب , ووقع في الرواية الأخرى تقييده بحالة الصلاة ، فيحتمل أن يحمل المطلق على المقيد , وللشيطان غرض قوي في التشويش على المصلي في صلاته , ويحتمل أن تكون كراهته في الصلاة أشد , ولا يلزم من ذلك أن لا يكره في غير حالة الصلاة
“Guru kami, yaitu Al Hafidz Al Iraqi, dalam Syarah At Tirmidzi mengatakan: kebanyakan riwayat-riwayat yang shahih mengenai larangan menguap itu bersifat mutlak. Dan terdapat riwayat lain yang muqayyad yang menyebutkan bahwa larangan tersebut berlaku ketika shalat. Maka bisa dibawa riwayat-riwayat yang mutlak tersebut kepada yang muqayyad. Dan setan memiliki tujuan yang kuat untuk memberikan gangguan kepada orang yang shalat dalam shalatnya. Maka bisa jadi menguap di dalam shalat itu lebih ditekankan kemakruhannya. Namun bukan berarti tidak makruh ketika dilakukan di luar shalat” (Fathul Bari, 10/612).
Orang yang menguap di dalam shalat juga dianjurkan untuk berusaha menahan mulutnya agar tidak terbuka dan jika tidak mampu ia boleh menggerakkan tangannya untuk menutup mulutnya. Gerakan ini tidak terlarang, tidak membatalkan shalat dan tidak termasuk dalam larangan menutup mulut dalam shalat. Ibnu Hajar menjelaskan
وأما الأمر بوضع اليد على الفم فيتناول ما إذا انفتح بالتثاؤب فيغطى بالكف ونحوه ، وما إذا كان منطبقا حفظا له عن الانفتاح بسبب ذلك . وفي معنى وضع اليد على الفم وضع الثوب ونحوه مما يحصل ذلك المقصود , وإنما تتعين اليد إذا لم يرتد التثاؤب بدونها , ولا فرق في هذا الأمر بين المصلي وغيره , بل يتأكد في حال الصلاة كما تقدم ، ويستثنى ذلك من النهي عن وضع المصلي يده على فمه
“Adapun perintah untuk meletakkan tangan di mulut, ini dilakukan ketika mulut mulai terbuka untuk menguap. Maka ketika itu ditutup dengan telapak tangan atau dengan benda lainnya yang bisa diupayakan untuk mencegah terbukanya mulut. Dan menutup dengan baju atau semisalnya ini juga semakna dengan meletakkan tangan, yaitu semua yang dapat mewujudkan tujuan menutup mulut. Disebutkan tangan secara spesifik dalam hadits, adalah jika menguap tidak bisa dicegah kecuali dengan tangan. Dan tidak ada bedanya perkara ini, antara orang yang shalat ataupun di luar shalat. Bahkan lebih ditekanlah lagi anjuran menutup mulut yang menguap dengan tangan di dalam shalat, sebagaimana sudah kami jelaskan. Dan ini merupakan pengecualian dari larangan menutup mulut dalam shalat” (Fathul Bari, 10/612).
Dan hendaknya orang yang shalat berusaha menghindarkan dirinya dari sebab-sebab yang bisa membuat ia bisa menguap dalam shalat. Dengan mempersiapkan dirinya semaksimal mungkin sebelum shalat. Dan meminta pertolongan dan perlindungan Allah sebelum shalat agar tidak diganggu oleh setan dalam shalatnya.
Demikian, semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Diringkas dari fatwa-fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz:
https://islamqa.info/ar/answers/137242
https://islamqa.info/ar/answers/72313
https://binbaz.org.sa/fatwas/8418
Penyusun: Yulian Purnama
https://muslim.or.id/50986-adab-islam-ketika-menguap.html
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.