Skip to main content

Apa Saja Syarat Kalimat Tauhid “LAA ILAAHA ILLALLAAH


Salah seorang ulama generasi tabiin Wahb bin Munabbih pernah ditanya, "Bukankah kunci surga itu "Laa Ilaaha Illallaah"? 

Beliau menjawab,

بلى ولكن ليس من مفتاح إلا له أسنان فإن أتيت بمفتاح له أسنان فتح لك وإلا لم يفتح

"Benar akan tetapi tidaklah disebut kunci kecuali ada geriginya, apabila engkau memiliki kunci yang bergerigi maka pintu itu akan terbuka, jika tidak maka pintu itu tetap tertutup.” 

(Hilyatul Awliya’ 4/66)

Sebagaimana sholat memiliki syarat yang menentukan keabsahannya maka kalimat tauhid juga memiliki syarat yang ketiadaannya menjadi tidak berguna.

Para ulama menyebutkan ada tujuh syarat kalimat tauhid laa ilaaha illallaah,

1). Ilmu (berilmu) yang menghilangkan jahl (kebodohan).

2). Yaqin (keyakinan) yang menghilangkan syakk (keraguan).

3). Ikhlas (kemurnian hati) yang meniadakan syirk (menyekutukan).

4). Qobul (menerima) yang menghilangkan rodd (menolak).

5). Shidq (jujur) yang meniadakan kadzib (dusta).

6). Inqiyad (tunduk) yang tidak disertai tark (meninggalkan).

7). Mahabbah (cinta) yang tidak diiringi baghdho' (kebencian).

Ketujuh syarat ini harus dipenuhi oleh siapa saja yang mengikrarkan kalimat tauhid. Jika tidak, maka kalimat tersebut tidak akan berguna di sisi Allah sekalipun dilantunkan ribuan kali setiap harinya.

Di samping syarat-syarat, kalimat tauhid juga mempunyai dua rukun yang harus diperhatikan, 

1). An-Nafyu (peniadaan) yang terkandung dalam kalimat “Laa ilaaha” (tidak ada sesembahan yang benar) yaitu meniadakan seluruh sesembahan selain Allah apakah dalam bentuk keris, kuburan yang dikeramatkan, sosok yang dikultuskan.

2). Al-Itsbat (penetapan) yang terkandung dalam kalimat “illallaah” (hanya Allah semata) yaitu menetapkan hanya Allah satu-satuNya Dzat yang diberikan penghambaan dengan cara yang diridhoi-Nya. 

Kedua rukun ini merupakan konsekuensi dari kalimat tauhid yang direalisasikan oleh Nabi Ibrohim tatkala beliau mengingkari ayahnya dan kaumnya yang menghamba kepada selain Allah, 

"Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah tetapi (aku hanya menyembah) Tuhan yang menciptakan aku." (Az-Zukhruf: 26-27)

Yakni beliau antipati terhadap kesyirikan dan bersikap konsisten dengan berlepas diri dari para penganutnya sekalipun ayah beliau sendiri.

Dari sini kita menyadari pentingnya mempelajari aqidah yang benar agar kalimat tauhid yang kita lisankan bukan sekedar simbolis atau pemanis bibir belaka.

Akan tetapi dipahami dengan baik kandungan maknanya, dipenuhi syarat-syaratnya, serta dijalankan konsekuensinya karena itu yang menjadi ruh dari kalimat tauhid.

📂 Manhajulhaq

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.