Skip to main content

Telinga Berdenging, Panggilan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ?

 >> Seri Aqidah dan Tauhid <<

https://t.me/menebar_cahayasunnah

*Amalan dan Doa Ketika Telinga Berdenging*

Pertanyaan:

Assalamualaikum..

Ustadz ana mau tanya berkenaan tulisan berikut..

“TELINGA BERDENGING” Adalah Panggilan Baginda Nabi MUHAMMAD Sholallohu Alaihi Wasallam

Banyak orang bertanya kenapa terkadang telinga bersuara “Nging” ? Apa sebab musababnya, karena musababnya ada yang mengatakan dengan tidak berpedoman, bertahayul dan sangkaan jelek terhadap hal itu?

Sesungguhnya suara “NGING” dalam telinga, itu ialah Sayyidina Rosululloh Saw sedang menyebut orang yang telinganya bersuara “NGING” dalam perkumpulan yang tertinggi (malail a’laa) dan supaya ia ingat pada sayyidina rosululloh Saw dan membaca sholawat.-

Hal ini berdasarkan keterangan dari kitab ( AZIZI ‘ALA JAMI’USH SHAGHIR)

“Jika telinga salah seorang kalian berdengung(nging) maka hendaklah ia mengingat aku (Sayyidina Rosululloh Saw) dan membaca sholawat kepadaku.Serta mengucapkan “DZAKARALLOHU MAN DZAKARONII BIKHOIR”; (artinya, Alloh ta’ala akan mengingat yang mengingatku dengan kebaikan)”.

Imam Nawawi berkata : Sesungguhnya telinga itu berdengung Hanya ketika datang berita baik ke Ruh.Bahwa sayyidina Rosululloh Saw telah menyebutkan orang ( pemilik telinga yang berdengung”Nging”) tersebut dengan kebaikan di al mala’al a’la (majlis tertinggi) di alam ruh.

[ Kitab AZIZI ‘ALAL JAMIUSH SHAGIR ]

Via Tanya Ustadz for Android

Dari: Mandala Alim

Jawaban:

Wa alaikumus salam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Hadis yang anda sebutkan, redaksinya,

إِذَا طَنَّتْ أُذُنُ أَحَدِكُمْ فَلْيَذْكُرْنِي وَلْيُصَلِّ عَلَيَّ ، وَلْيَقُلْ : ذَكَرَ اللَّهُ مَنْ ذَكَرَنِي بِخَيْرٍ

”Apabila telinga kalian berdenging, hendaklah dia mengingatku, dan membaca shalawat untukku, dan hendaknya dia mengucapkan, ’Semoga Allah mengingat orang yang mengingatkan dengan mendoakan kebaikan.”

Ada beberapa catatan tentang riwayat di atas,

👉Pertama, tentang status keabsahan hadis

Hadis ini disebutkan oleh al-Azizi dalam as-Siraj al-Munir atau yang dikenal dengan Azizi ‘Ala Jami’ush Shaghir, al-Kharaithi dalam Makarim al-Akkhlaq, al-Uqailli dalam al-Maudhu’at, dari jalur Muhammad bin Ubaidillah dari Ma’mar, dari bapaknya.

Al-Bukhari mengatakan,

معمر وأبوه كلاهما منكر الحديث

”Ma’mar dan bapaknya, keduanya adalah munkarul hadis.” (al-Lali’ al-Mashnu’ah, 2/242).

Sementara ad-Daruquthni menyebut Muhammad bin Ubaidillah dengan ‘Matruk’ (perawi yang tidak diindahkan hadisnya).

Bahkan al-Uqaili mengomentari hadis ini dengan,

ليس له أصل، محمد بن عبيد الله بن أبي رافع قال البخاري: منكر الحديث

“Hadis yang tidak ada asalnya (tidak ada di kitab hadis). Sementara Muhammad bin Ubaidillah dinyatakan oleh Bukhari sebagai Munkarul hadis.” (ad-Dhu’afa’ 390, dinukil dari Silsilah al-Ahadits ad-Dhaifah, 6/138).

Kesimpulannya, hadis ini sama sekali tidak bisa dipertanggung jawabkan, karena itu, tidak perlu dihiraukan, apalagi dijadikan acuan.

👉Kedua, dalam hadis di atas, sama sekali tidak ada keterangan bahwa telinga berdenging adalah tanda panggilan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadis di atas hanya berisi anjuran untuk membaca shalawat ketika telinga berdenging. Karena itu, tambahan bahwa denging telinga adalah panggilan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, jelas tambahan dusta, mengada-ada, terlalu berlebihan dan memalukan.

Terlebih, jika hadis tersebut adalah hadis palsu. Menyebarkan pernyataan semacam ini tidak ubahnya menyebarkan kedustaan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَدّثَ عَنِّي بِحَديثٍ يُــرَي أَنّه كَذِبٌ فَهو أَحَدُ الكَاذِبِين

“Barangsiapa yang menyampaikan suatu hadis dariku, sementara dia menyangka bahwasanya hadis tersebut dusta maka dia termasuk diantara salah satu pembohong.” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya, 1/7).

Imam Ibn Hibban dalam Al-Majruhin (1/9) mengatakan: “Setiap orang yang ragu terhadap hadis yang dia riwayatkan, apakah hadis tersebut shahih ataukah dhaif, tercakup dalam ancaman hadis ini.” (Dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hlm. 160).

Mari kita renungkan, jika orang yang menyampaikan sebuah hadis, sementara dia ragu terhadap status hadis tersebut, shahih ataukah dhaif, dan dia tetap sampaikan hadis itu tanpa memberikan keterangan statusnya maka orang semacam ini termasuk dalam ancaman, disebutb sebagai pendusta.

Dalam kasus ini, orang membawakan suatu hadis dan dia yakin hadis tersebut adalah hadis dhaif, namun di sisi lain dia masih menganggap bahwa hadis dhaif tersebut adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia sebarkan ke masyarakat, manakah diantara dua kasus di atas yang lebih layak untuk disebut pendusta?

👉Ketiga, kita disyariatkan untuk banyak membaca shalawat. Namun bukan berarti kita boleh memotivasi masyarakat untuk bershalawat dengan membuat kedustaan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam justru merupakan bukti bahwa kita tidak menghormati beliau dan melanggar kehormatan beliau. Kita bisa bayangkan ketika ada orang yang memalsu tanda tangan kita untuk mendapatkan keuntungan. Tentu kita akan marah dan menganggap perbuatan ini sebagai tindak kriminal.

Ini baru dalam masalah dunia. Sementara hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara masalah akhirat, yang itu urusannya jauh lebih besar. Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ancaman neraka untuk setiap umatnya yang berdusta atas nama beliau. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَمَّدَ عَلَيَّ كَذِبًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

”Siapa yang secara sengaja berdusta atas namaku, hendaknya dia siapkan tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari 108 & Muslim 2)

Dalam riwayat lain, beliau bersabda,

مَنْ يَقُلْ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Siapa yang menyampaikan satu hadis atas namaku, yang belum pernah aku sampaikan, hendaknya dia siapkan tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari 109).

👉 Keempat, ada banyak kesempatan untuk bershalawat, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita. Dan kita sangat yakin, belum semuanya kita amalkan. Karena itu, bukan sikap mukmin yang baik, ketika dia lancang mengikuti hadis palsu, sementara meninggalkan tuntunan yang jelas-jelas dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang jelas sesuai sunah belum mampu kita kerjakan semuanya, maka jangan sampai kita merambah kepada ajaran yang tidak ada dalilnya.

Keterangan tentang tempat dan waktu anjuran untuk bershalawat, telah dijelaskan di: Waktu dan Tempat untuk Bershalawat

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

Dinukil dari konsultasisyariah.com

_Silahkan di share / repost , semoga anda mendapat bagian dari pahala menunjukkan kebaikan آمِينَ_

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.