Skip to main content

APA HUKUM MITONI (SELAMATAN KEHAMILAN)?

By KonsultasiSyariah.com

Pertanyaan:

Apakah ada dasar hukum selamatan kehamilan, seperti 3 bulanan atau 7 bulanan (bahasa Jawa: Mitoni). Pada acara tersebut juga disertai dengan pembacaan diba’. Terus terang saja belum pernah membaca riwayat tentang selamatan seperti di atas pada masa Rasulullah. Mohon penjelasannya.

Cahyo.Prasongko@XXXX

Jawaban:

Selamatan kehamilan, seperti 3 bulanan atau 7 bulanan, tidak ada dalam ajaran Islam. Itu termasuk perkara baru dalam agama, dan semua perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan.” (HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah)

Kemudian, jika selamatan kehamilan tersebut disertai dengan keyakinan akan membawa keselamatan dan kebaikan, dan sebaliknya jika tidak dilakukan akan menyebabkan bencana atau keburukan, maka keyakinan seperti itu merupakan kemusyrikan. Karena sesungguhnya keselamatan dan bencana itu hanya di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

Allah berfirman:

قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ مَا لاَ يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلاَ نَفْعًا واللهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَليِمُ

“Katakanlah: “Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfa’at?” Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al Maidah: 76)

Demikian juga dengan pembacaan diba’ pada saat pereyaan tersebut, ataupun lainnya, tidak ada dasarnya dalam ajaran Islam. Karena pada di zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, diba itu tidak ada. Diba’ yang dimaksudkan ialah Maulid Ad Daiba’ii, buku yang berisi kisah kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan pujian serta sanjungan kepada Beliau. Banyak pujian tersebut yang ghuluw (berlebihan, melewati batas). Misalnya seperti perkataan:

فَجْرِيُّ الْجَبِيْنِ لَيْلِيُّ الذَّوَآئِبِ * اَلْفِيُّ الْأََنْفِ مِيْمِيُّ الْفَمِ نُوْنِيُّ الْحَاجِبِ *

سَمْعُهُ يَسْمَعُ صَرِيْرَ الْقَلَمِ بَصَرُهُ إِليَ السَّبْعِ الطِّبَاقِ ثَاقِبٌ *

Dahi Beliau (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) seperti fajar, rambut depan Beliau seperti malam, hidung Beliau berbentuk (huruf) alif, mulut Beliau berbentuk (huruf) mim, alis Beliau berbentuk (huruf) nun, pendengaran Beliau mendengar suara qolam (pena yang menulis taqdir), pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi). (Lihat Majmu’atul Mawalid, hlm. 9, tanpa nama penerbit. Buku ini banyak dijual di toko buku-toko buku agama).

Kalimat “pendengaran Beliau mendengar suara qolam (pena yang menulis taqdir)”, jika yang dimaksudkan pada saat mi’raj saja, memang benar, sebagaimana telah disebutkan di dalam hadits-hadits tentang mi’raj. Namun jika setiap saat, maka ini merupakan kalimat yang melewati batas. Padahal nampaknya, demikian inilah yang dimaksudkan, dengan dalil kalimat berikutnya, yaitu kalimat  “pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi)”. Dan kalimat kedua ini juga pujian ghuluw (melewati batas). Karena sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui perkara ghaib. Yang mengetahui perkara ghaib hanyalah Allah Azza wa Jalla. Allah berfirman:

قُل لاَّ يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (Qs. An Naml: 65)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pernah menerima tuduhan keji pada peristiwa “haditsul ifk”. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui kebenaran tuduhan tersebut, sampai kemudian turun pemberitaan dari Allah dalam surat An Nuur yang membersihkan ‘Aisyah dari tuduhan keji tersebut. Dan buku Maulid Ad Daiba’ii berisi hadits tentang Nur (cahaya) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang termasuk hadits palsu.

Dalam peristiwa Bai’atur Ridhwan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui hakikat berita kematian Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, sehingga terjadilah Bai’atur Ridhwan. Namun ternyata, waktu itu Utsman radhiyallahu ‘anhu masih hidup. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya untuk mengumumkan:

قُل لآأَقُولُ لَكُمْ عِندِى خَزَآئِنُ اللهِ وَلآأَعْلَمُ الْغَيْبَ

“Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib.” (Qs. Al An’am: 50)

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, bagaimana mungkin seseorang boleh mengatakan “pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi)”?

Semoga jawaban ini cukup bagi kita. Kesimpulan yang dapat kita ambil, bahwa selamatan kehamilan dan pembacaan diba’ termasuk perbuatan maksiat, karena termasuk bid’ah.

Sumber: bukhari.or.id

Referensi: https://konsultasisyariah.com/1222-apa-hukum-mitoni-selamatan-kehamilan.html

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...