Skip to main content

Kesalahan Dalam Berwudhu

Oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

1. Melafalkan niat wudhu

Sebagian orang melafalkan niat wudhu semisal dengan mengucapkan: “nawaitul wudhu’a liraf’il hadatsil asghari lillahi ta’ala” (saya berniat wudhu untuk mengangkat hadats kecil karena Allah Ta’ala) atau semacamnya. Padahal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah mencontohkan melafalkan niat sebelum wudhu, dan niat itu adalah amalan hati.

Mengeraskan bacaan niat tidaklah wajib dan tidak pula sunnah dengan kesepakatan seluruh ulama. Imam Ibnu Abil Izz Al Hanafi mengatakan, “Tidak ada seorang imam pun, baik itu Asy Syafi’i atau selain beliau, yang mensyaratkan pelafalan niat. Niat itu tempatnya di hati berdasarkan kesepakatan mereka (para imam)” (Al Ittiba’ hal. 62, dinukil dari Al Qaulul Mubin Fii Akhta-il Mushallin, hal. 91).

Sekali lagi niat itu amalan hati dan itu mudah, tidak perlu dipersulit. Dengan adanya itikad dan kemauan dalam hati untuk melakukan wudhu untuk melakukan shalat atau yang lainnya, maka itu sudah niat yang sah.

2. Tidak mengucapkan basmalah

Para ulama berbeda pendapat apakah basmalah atau mengucapkan “bismillah” hukumnya wajib ataukah sunnah. ٍSebagian ulama mewajibkan dengan dalil hadits: “tidak ada shalat bagi yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah Ta’ala” (HR. Ahmad dan Abu Daud, dihasankan oleh Al Albani dalam Irwaul Ghalil). 

Namun jumhur ulama berpendapat hukumnya sunnah karena beberapa hal:

a. Membaca basmalah tidak disebutkan bersamaan dengan hal-hal wajib lainnya dalam surat Al Maidah ayat 6

b. Keumuman hadits-hadits yang menjelaskan mengenai cara wudhu Nabi, tidak menyebutkan mengucapkan basmalah (lihat Asy Syarhul Mumthi’, 1/159).

c. Makna “tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah Ta’ala” adalah penafian kesempurnaan wudhu (lihat Asy Syarhul Mumthi’, 1/158 – 159).

Namun demikian, baik beranggapan hukumnya sunnah ataupun wajib, meninggalkannya dengan sengaja adalah sebuah kesalahan.

3. Melafalkan doa untuk setiap gerakan

Sebagian orang menganggap ada doa khusus yang dibaca pada setiap gerakan wudhu. Yang benar, doa-doa tersebut tidak pernah diajarkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, dan hanya berasal dari hadits-hadits yang palsu. Ibnul Qayyim dalam kitab Zaadul Ma’ad (1/195) mengatakan: “semua hadits tentang dzikir-dzikir yang dibaca pada setiap gerakan wudhu adalah kedustaan yang dibuat-buat, tidak pernah dikatakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sedikit pun dan tidak pernah beliau ajarkan kepada umatnya”.

4. Memisahkan cidukan air untuk berkumur dan istinsyaq-istintsar

Jika dalam berwudhu anda berkumur-kumur tiga kali, kemudian setelah itu baru beristinsyaq (memasukan air ke hidung) dan istintsar (mengeluarkan air dari hidung) dengan cidukan air yang berbeda, maka ini tidak sesuai dengan praktek Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Yang beliau contohkan adalah berkumur-kumur, istinsyaq, dan istintsar itu dengan satu cidukan kemudian ulang sebanyak 3x. Sehingga untuk berkumur-kumur, istinsyaq, dan istintsar hanya melakukan 3 cidukan. 

Dari Abdullah bin Zaid radhiallahu’anhu beliau menceritakan cara wudhu Nabi, “Rasulullah menciduk air dengan kedua telapak tangannya dari bejana kemudian mencuci keduanya, kemudian mencuci (yaitu berkumur-kumur dan beristinsyaq) dari satu cidukan telapak tangan, beliau melakukannya 3x …” (HR. Bukhari 191).

5. Tidak mencuci lengan hingga siku

Padahal Allah Ta’ala berfirman mengenai rukun wudhu (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan basuhlah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al Maidah: 6).

6. Tidak membasuh seluruh kepada

Membasuh sebagian kepala semisal hanya membasuh bagian depannya saja, adalah sebuah kesalahan. Padahal dalam surat Al Maidah ayat 6 di atas disebutkan “.. dan basuhlah kepalamu..”. “kepala” di sini maknanya tentu seluruh kepala, bukan sebagiannya saja. Diperkuat lagi oleh hadits lain dari Abdullah bin Zaid radhiallahu’anhu mengenai tata cara membasuh kepala dalam wudhu, “… kemudian Rasulullah membasuh kepalanya dengan kedua tangannya. Beliau menggerakan kedua tangannya ke belakang dan ke depan. Di mulai dari bagian depan kepalanya hingga ke tengkuknya, lalu beliau gerakkan kembali ke tempat ia mulai…” (HR. Bukhari 185, Muslim 235).

7. Membasuh leher setelah membasuh kepala

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “tidak shahih hadits yang menyatakan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membasuh leher dalam wudhu, bahkan tidak diriwayatkan dalam hadits shahih satu pun. Bahkan hadits-hadits shahih mengenai tata cara wudhu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak menyebutkan mengenai membasuh leher” (Majmu’ Fatawa 21/127-128, dinukil dari Mausu’ah Fiqhiyyah Muyassarah, 1/142).

8. Mengulang mencuci kaki, sehingga lebih dari sekali

Sebagian orang mencuci kaki kanan, lalu kaki kiri, lalu kembali ke kanan lagi, sampai 3 x. Hal ini tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Syaikh Husain Al ‘Awaisyah dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Muyassarah (1/143) mengatakan: “(Yang sesuai sunnah adalah) mencuci kedua kaki tanpa berulang, berdasarkan hadits Yazid bin Abi Malik yang di dalamnya disebutkan, “Rasulullah berwudhu tiga kali – tiga kali, sedangkan beliau ketika mencuci kakinya tanpa berulang (cukup sekali)” (HR. Abu Daud 116, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud). Maka yang tepat adalah mencuci kaki kanan sekali, lalu kaki kiri sekali.

9. Kurang sempurna mencuci kaki, dan juga anggota wudhu yang lain

Terkadang karena kurang serius dalam berwudhu atau karena terburu-buru, seseorang tidak sempurna dalam mencuci kedua kakinya. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melihat sebagian sahabat yang ketika berwudhu tidak menyempurnakan mencuci kakinya, beliau memperingatkan mereka dengan keras dengan bersabda: “celaka tumit-tumit (yang tidak tersentuh air wudhu) di neraka” (HR. Bukhari 60, 165, Muslim 240). Tidak hanya kaki, pada anggota wudhu yang lain juga wajib isbagh (serius dan sempurna) dalam membasuh dan mencuci sehingga air mengenai anggota wudhu dengan sempurna.

10. Membiarkan ada penghalang di kulit

Dalam wudhu, ulama 4 madzhab mensyaratkan tidak adanya benda yang dapat menghalangi air mengenai kulit (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 43/330). Membiarkan adanya benda yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit adalah sebuah kesalahan dan bisa menyebabkan wudhunya tidak sah. Dikecualikan jika volumenya sangat kecil dan sedikit seperti kotoran yang ada di kuku, maka ini tidak mengapa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Jika kulit terhalang air oleh sesuatu yang yasiir (sedikit) seperti kotoran di kuku atau semisalnya, thaharah tetap sah” (Fatawa Al Kubra, 5/303). 

Juga jika benda tersebut tidak memiliki volume atau sulit dihilangkan, maka tidak mengapa. Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts wal Ifta‘ menyatakan: “jiak benda yang menghalangi tersebut tidak bervolume, maka tidak mengapa. Henna dan semacamnya, atau minyak yang dioleskan atau semacamnya, ini tidak mengapa. Adapun jika ia memiliki volume, dalam artian ia tebal dan bisa dihilangkan, maka wajib dihilangkan. Seperti cat kuku, ia memiliki volume, maka wajib dihilangkan. Adapun sekedar polesan tipis, maka itu tidak menghalangi air” (Fatwa Nuurun ‘alad Darbi, no. 161, juz 5 hal. 246).

11. Boros dalam menggunakan air

Berlebih-lebih dan boros adalah hal yang tercela dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan” (QS. Al A’raf: 31). 

Demikian juga dalam berwudhu, tidak boleh berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Air adalah nikmat dari Allah yang wajib kita syukuri, dan salah satu cara mensyukuri nikmat air adalah dengan tidak menyia-nyiakannya. Dan banyak diantara saudara kita di tempat yang lain yang tidak bisa menikmat air yang melimpah. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri mencontohkan hal ini. Beliau biasa berwudhu hanya dengan 1 mud saja. Anas bin Malik radhiallahu’anhu menyatakan, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya berwudhu dengan 1 mud air dan mandi dengan 1 sha’ sampai 5 mud air” (HR. Bukhari 201, Muslim 326). 

Sedangkan konversi 1 mud para ulama berbeda pendapat antara 0,6 sampai 1 liter. Sungguh hemat sekali bukan? Boleh saja berwudhu dengan air keran dan lebih dari 1 mud selama tidak berlebih-lebihan dan tetap berusaha untuk menghemat.

Wallahu ta’ala a’lam.

Artikel Muslim.or.id

Sumber : https://muslim.or.id/28568-11-kesalahan-dalam-berwudhu.html

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.