Skip to main content

Bab Puasa, Sudah Suci Haidh Sebelum Shubuh, Apakah Boleh Berpuasa Walau Belum Mandi Wajib.?

Bagaimana jika ada wanita yang sampai malam masih mengalami haidh, lantas menjelang Shubuh, ketika waktu sahur mendapati sudah suci namun belum mandi sampai masuk waktu Shubuh, apakah boleh berpuasa?

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid berkata, jika saja ada wanita yang yakin suci dari haidh dan sudah berniat puasa sebelum Shubuh, walaupun tinggal semenit lagi akan masuk Shubuh, puasanya tetap sah walau ia belum sempat mandi besar (mandi wajib) kecuali setelah masuk Shubuh ketika ingin melaksanakan shalat Shubuh.

Namun kalau sucinya masih dalam keadaan ragu-ragu lalu berniat puasa, maka puasanya tidak sah karena puasa harus dengan niat yang yakin, tidak boleh ada ragu-ragu.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang seorang wanita yang berpuasa dalam keadaan ragu-ragu sudah suci ataukah belum dari haidh. Bagaimana jika di pagi hari ia mendapati dirinya suci, apakah puasanya dianggap sah padahal sebelumnya tidak yakin sudah suci?

Syaikh rahimahullah menjawab, “Puasanya tidak dianggap. Puasa ketika itu wajib diqadha’ (diganti). Karena asalnya haidhnya masih ada dan ketika itu masuk puasa dalam keadaan tidak yakin sudah suci. Padahal untuk masuk puasa harus dalam keadaan yakin suci. Itulah yang menyebabkan puasanya tidak dianggap.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 19: 107)

Syaikh Al-Munajjid juga menerangkan, jika seorang wanita sudah yakin suci dari haidh, maka hendaklah ia segera mandi dan melakukan shalat. Jangan sampai ia menunda-nunda mandinya hingga keluar waktu shalat sampai akhirnya tidak shalat. Jika seperti itu yang dilakukan, maka hendaklah bertaubat dan mengqadha puasa yang telah ditinggalkan.

Kenapa sampai wanita yang sudah suci sebelum Shubuh masih boleh melanjutkan puasa walaupun belum mandi kecuali ketika sudah masuk Shubuh?

Karena yang penting sudah suci, menunda mandi tidak masalah seperti kasus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika dalam keadaan junub.

Istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.” (HR. Muslim, no. 1109)

Semoga bermanfaat.

Referensi:

https://islamqa.info/ar/94839

Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 24 Ramadhan 1437 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...