Allah Ta’aala berfirman [ QS Al-A’raf :3]
اتَّبِعُواْ مَا أنزل إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ
“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian“
وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء
“..dan jangan kamu ikuti selain Allah sebagai tandingan-tandingan“
Allah juga berfirman [QS Yusuf : 108]
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِ
“Diatas BASHIIRAH (ilmu yakin) aku dan orang-orang yang mengikuti“
Ayat ini menunjukkan bahwa
kewajiban kita berdakwah itu kepada Allah di atas bashiirah dan tentunya dengan mengikuti manhaj para Nabi dalam berdakwah
Syaikhul Islam Taimiyyah rahimahullah pernah di tanya tentang seorang syaikh yang mendakwahi orang-orang yang suka berbuat maksiat dengan cara mengumpulkan mereka, dengan memukul rebana, lalu kemudian bernyanyi dengan syair-syair yang disebut sya’ir-sya’ir yang membuat hati mereka tergugah.
Kemudian rupanya ketika syaikh ini melakukan perbuatan itu mereka bertaubat, mereka kemudian meninggalkan maksiat.
Maka ditanya Syaikhul Islam, “Apakah yang seperti ini Boleh ? karena maslahatnya besar dan tidak mungkin mendakwahi mereka kecuali dengan ini ?
Simak selengkapnya Disini
https://bbg-alilmu.com/archives/37057
Maka Syaikhul Islam Taimiyyah rahimahullah menjawab:
pertama pertama beliau menyebutkan kaidah-kaidah dahulu.
Yang pertama bahwasanya harus diyakini, Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti membawa petunjuk dan agama yang haq untuk memenangkan diatas seluruh agama.
Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memberikan kabar gembira dengan kebahagiaan bagi orang yang menaati dan kesengsaraan bagi orang yang memaksiatinya.
Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia untuk mengembalikan semua yang di perselishkan kepada agama Allah kepada Alqur’an dan Hadits Nabi.
Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan bahwasanya beliau berdakwah kepada Allah dan kepada jalan yang lurus.
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan bahwasanya beliau beramar ma’ruf nahi mungkar, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku wasiatkan kalian untuk mendengar dan ta’at, karena sesungguhnya siapa yang hidup diantara kalian nanti akan melihat perpecahan yang banyak, maka hendaklah kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang ditunjuki.”
Pegang ia dengan gigi geraham dan jauhi oleh kalian perkara-perkara diada-adakan, karena setiap bid’ah itu sesat. Dan ayat-ayat dan dalil yang lainnya.
Beliau (Syaikh Al Ubailaan) berkata, “Apabila kaidah ini telah di ketahui, maka hendaklah diketahui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’aala. Dialah yang memberikan hidayah kepada orang-orang tersesat.
Maka harus kita mengikut apa yang Allah utus dengannya RasulNya dan Alqur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka kalaulah apa yang Allah utus denganNya para Rasul itu tidak mencukupi berarti agama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ini kurang, tidak sempurna.
Dan harus diketahui bahwasanya amalan sholeh yang Allah perintahkan, baik itu yang sifatnya wajib ataupun sunnah .
Demikian pula amalan buruk yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta’aala yang harus kita imani apabila tidak terdapat padanya maslahat dan mafsadah.
Maka kemudian maslahatnya lebih besar dari pada mafsadahnya, maka tentu syari’at akan mensyari’atkannya.
Tapi kalau ternyata mafsadah lebih besar tentu syari’at akan melarangnya.
Maka apabila demikian, kata beliau (Syaikh Al Ubailaan): perbuatan syaikh tersebut mengumpulkan orang-orang yang suka berbuat maksiat.
Lalu dengan mendendangkannya nyanyian dengan memakai rebana.
Ini termasuk perkara yang tidak sesuai syari’at.
Ini menunjukkan syaikh tersebut bodoh terhadap tata cara-tata cara syari’at.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dan para tabi’in dahulu mereka mendakwahi orang-orang yang lebih buruk dari mereka, yaitu orang kafir, dari orang fasik di masa itu.
Demikian pula orang-orang yang berbuat maksiat tapi tidak dengan cara seperti itu.
Akan tetapi dengan cara-cara yang sesuai dengan syari’at, maka tidak boleh dikatakan bahwasanya tak ada cara yang syar’i, untuk mendakwahi orang-orang yang berbuat maksiat.
Karena telah juga kita ketahui secara pasti berapa banyak orang yang bertaubat kepada Allah dengan cara-cara syari’at.
Bahkan lihat para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka.
Mereka bertaubat kepada Allah dengan cara-cara syari’at bukan dengan cara-cara bid’ah seperti itu.
Berapa banyak kaum muslimin di negeri-negeri kaum muslimin yang mereka masuk Islam, mereka bertaubat dengan kepada Allah dengan cara-cara syari’at bukan dengan cara-cara bid’ah seperti itu.
Maka tidak boleh juga dikatakan orang yang berbuat maksiat tidak mungkin bertobat kecuali dengan cara-cara bid’ah tersebut.
Maka sesungguhnya yang terbaik adalah caranya sesuai dengan syari’at
Bukan kita melihat pada hasil.
Sebuah kesalahan tentunya bahwa kalau ada orang mengatakan yang penting hasilnya. Ini bukanlah cara yang sesuai dengan syari’at.
Yang terpenting adalah apakah caranya sesuai syari’at, sesuai dengan manhaj para Nabi atau tidak.
Wallahu a’lam
Sumber::
https://bbg-alilmu.com/archives/37057
Dari buku yang berjudul “Al Ishbaah Fii Bayani Manhajis Salaf Tarbiyati wal Ishlah“, tentang Manhaj Salaf Dalam Masalah Tarbiyah dan Perbaikan, ditulis oleh Syaikh Al Ubailaan حفظه الله تعالى
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.