Skip to main content

Hukum Asuransi

By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.

*Telegram :*

https://t.me/menebar_cahayasunnah

Seakan-akan masa depan seseorang selalu suram. Akan terjadi kecelakaan, rumah tidak aman dan bisa saja terbakar atau terjadi pencurian, perusahaan pun tidak bisa dijamin berjalan terus, pendidikan anak bisa jadi tiba-tiba membutuhkan biaya besar di tahun-tahun mendatang. Itulah gambaran yang digembosi pihak asuransi. Yang digambarkan adalah masa depan yang selalu suram. Tidak ada rasa tawakkal dan tidak percaya akan janji Allah yang akan selalu memberi pertolongan dan kemudahan. Kenapa asuransi yang selalu dijadikan solusi untuk masa depan? Ulasan sederhana kali ini akan mengulas mengenai asuransi dan bagaimanakah seharusnya kita bersikap.

*Mengenal Asuransi*

Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. (Wikipedia)

Berbagai Alasan Terlarangnya Asuransi

Berbagai jenis asuransi asalnya haram baik asuransi jiwa, asuransi barang, asuransi dagang, asuransi mobil, dan asuransi kecelakaan. Secara ringkas, asuransi menjadi bermasalah karena di dalamnya terdapat riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak jelasan atau spekulasi tinggi).

Berikut adalah rincian mengapa asuransi menjadi terlarang:

1. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan (mu’awadhot). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung ghoror (unsur ketidak jelasan). Ketidak jelasan pertama dari kapan waktu nasahab akan menerima timbal balik berupa klaim. Tidak setiap orang yang menjadi nasabah bisa mendapatkan klaim. Ketika ia mendapatkan accident atau resiko, baru ia bisa meminta klaim. Padahal accident di sini bersifat tak tentu, tidak ada yang bisa mengetahuinya. Boleh jadi seseorang mendapatkan accident setiap tahunnya, boleh jadi selama bertahun-tahun ia tidak mendapatkan accident. Ini sisi ghoror pada waktu.

Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran klaim sebagai timbal balik yang akan diperoleh. Tidak diketahui pula besaran klaim tersebut. Padahal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang jual beli yang mengandung ghoror atau spekulasi tinggi sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan)” (HR. Muslim no. 1513).

2. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada spekulasi yang besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak mengeluarkan ganti rugi apa-apa. Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi besar karena banyak yang mendapatkan musibah atau accident. Dari sisi nasabah sendiri, ia bisa jadi tidak mendapatkan klaim apa-apa karena tidak pernah sekali pun mengalami accident atau mendapatkan resiko. Bahkan ada nasabah yang baru membayar premi beberapa kali, namun ia berhak mendapatkan klaimnya secara utuh, atau sebaliknya. Inilah judi yang mengandung spekulasi tinggi. Padahal Allah jelas-jelas telah melarang judi berdasarkan keumuman ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS.Al Maidah: 90). Di antara bentuk maysir adalah judi.

3. Asuransi mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang berlebih) dan riba nasi’ah (riba karena penundaan) secara bersamaan. Bila perusahaan asuransi membayar ke nasabahnya atau ke ahli warisnya uang klaim yang disepakati, dalam jumlah lebih besar dari nominal premi yang ia terima, maka itu adalah riba fadhel. Adapun bila perusahaan membayar klaim sebesar premi  yang ia terima namun ada penundaan, maka itu adalah riba nasi’ah (penundaan). Dalam hal ini nasabah seolah-olah memberi pinjaman pada pihak asuransi. Tidak diragukan kedua riba tersebut haram menurut dalil dan ijma’ (kesepakatan ulama).

4. Asuransi termasuk bentuk judi dengan taruhan yang terlarang. Judi kita ketahui terdapat taruhan, maka ini sama halnya dengan premi yang ditanam. Premi di sini sama dengan taruhan dalam judi. Namun yang mendapatkan klaim atau timbal balik tidak setiap orang, ada yang mendapatkan, ada yang tidak sama sekali. Bentuk seperti ini diharamkan karena bentuk judi yang terdapat taruhan hanya dibolehkan pada tiga permainan sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ

“Tidak ada taruhan dalam lomba kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan pacuan kuda” (HR. Tirmidzi no. 1700, An Nasai no. 3585, Abu Daud no. 2574, Ibnu Majah no. 2878. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani). Para ulama memisalkan tiga permainan di atas dengan segala hal yang menolong dalam perjuangan Islam, seperti lomba untuk menghafal Al Qur’an dan lomba menghafal hadits. Sedangkan asuransi tidak termasuk dalam hal ini.

5. Di dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan timbal  balik. Padahal dalam akad mu’awadhot (yang ada syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal balik. Jika tidak, maka termasuk dalam keumuman firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho di antara kamu” (QS. An Nisa’: 29). Tentu setiap orang tidak ridho jika telah memberikan uang, namun tidak mendapatkan timbal balik atau keuntungan.

6. Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada sebab yang syar’i. Seakan-akan nasabah itu memaksa accident itu terjadi. Lalu nasabah mengklaim pada pihak asuransi untuk memberikan ganti rugi padahal penyebab accident bukan dari mereka. Pemaksaan seperti ini jelas haramnya.

[Dikembangkan dari penjelasan Majlis Majma Fikhi di Makkah Al Mukarromah, KSA]

“Masa Depan Selalu Suram” Ganti dengan “Tawakkal"                      

Simak selengkapnya disini : https://muslim.or.id/9053-hukum-asuransi.html

☕ Silahkan Di Sebarkan, Semoga Anda Ikut Mendapatkan Bagian Dari Pahalanya.


Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...