Oleh
‘Abdul Azîz bin ‘Abdullâh al-Husaini
Imam Syafi’i rahimahullah : “Seandainya seorang menjadi sufi (bertasawwuf) di pagi hari, niscaya sebelum datang waktu Zhuhur, engkau tidak dapati dirinya, kecuali menjadi orang bodoh”. (al-Manâqib lil Baihaqi 2/207)
Wihdatul mashdar menjadi salah satu ciri Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam penetapan masaail aqidah, Mereka hanya berlandaskan misykâtun nubuwwah, wahyu dari Allâh Azza wa Jalla , tidak memandang akal, qiyas dan kasyf sebagai bagian sandaran aqidah. Justru tiga hal tersebut akan bertentangan banyak dengan nash al-Kitab dan Sunnah. Sehingga amat aneh bila ada orang yang mendahulukannya di atas hujjah-hujjah al-Qur`an dan Hadits. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja pernah menegur ‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu anhu dari sekedar melihat-lihat lembar Taurat [1] yang sebelumnya merupakan kitab yang diturunkan dari langit meski tidak telah dimasuki oleh tahrif-tahrif hasil penyelewengan tangan para pemuka agama mereka. Dan tentunya Taurat dalam konteks ini lebih afdhal daripada hasil qiyas akal manusia dan kayalan kalangan Sufi.[2]"
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.