Skip to main content

Hakikat Kehidupan Dunia

Alhamdulillah ‘alaa ihsaanih, wash shalaatu was salaamu ‘ala nabiyyih, wa ‘alaa aalihi wa shah bih, wa ba’d.

Kehidupan dunia bagaikan hujan yang diturunkan dari langit yang menyuburkan tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Lalu setelah datang masanya, maka tumbuh-tumbuhan itu pun menjadi kering kerontang dan diterbangkan oleh angin. Allah ta’ala berfirman,
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Kahfi: 45)
Begitu pula dengan kehidupan manusia, bagaikan peredaran bulan. Di awal-awal bulan (penanggalan hijriyah) bulan berbentuk sabit (kecil), lalu membesar dan membesar hingga menjadi purnama. Kemudian pada manzilah-manzilah yang terakhir, bulan kembali mengecil sampai akhirnya tak tampak lagi, Allah ta’ala berfirman,
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua.” (QS. Yaasin: 39)
Demikianlah manusia dilahirkan dalam keadaan lemah (bayi). Kemudian tumbuh dan berkembang menjadi seorang pemuda/pemudi (masa produktif). Tidak berlaku lama, akhirnya kembali menjadi lemah dan tua, Allah ta’ala berfirman,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Rum: 54)
Kelahiran yang Kedua
Umumnya manusia dilahirkan hanya sekali dari kegelapan rahim ibunya ke alam dunia. Namun di sana ada manusia yang dilahirkan dua kali. Yaitu manusia yang diberi petunjuk oleh Allah, terlahir kembali dari kegelapan maksiat kepada cahaya iman dan taat. Kelahiran seperti ini tersirat dalam firman Allah, “Dan apakah orang yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu ia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 122). Beruntunglah orang-orang yang terlahirkan kembali sebelum maut datang tanpa permisi. Ahli hikmah berkata, “Wahai manusia! Ketika ibumu melahirkanmu, manusia tersenyum gembira dengan tangisanmu. Maka beramallah untuk dirimu, sehingga pada hari kematianmu engkau tersenyum gembira di saat manusia menangisimu.”
Awali Dengan Taubat
Penulis mengajak kaum muslimin untuk memperbaharui taubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Seruan ini dalam rangka merealisasikan firman Allah dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ يَوْمَ لا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…” (QS. At Tahrim: 8
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah. Sesungguhnya aku bertaubat kepadanya setiap hari seratus kali.” (HR. Muslim). Jika Rasul saja setiap hari bertaubat, padahal beliau telah mendapat jaminan surga, lalu bagaimana pula dengan kita yang setiap hari berlumuran dengan kotoran maksiat dan dosa ?!!
Perbanyak Amal Saleh
Amal saleh tidak hanya terbatas pada mengerjakan kewajiban (fardhu) dan melaksanakan sunnah-sunnah (nawafil) saja. Namun meninggalkan maksiat karena Allah juga termasuk amal saleh. Pada hakikatnya setiap perkataan dan perbuatan yang dicintai oleh Allah, baik tampak atau tersembunyi, seluruhnya termasuk amal saleh. Seorang muslim diganjar dengan pahala jika ia meninggalkan maksiat karena takut azab Allah. Seorang pedagang -misalnya- tidak mau berlaku curang dengan mengurangi timbangan karena takut Allah akan menurunkan azab seperti yang ditimpakan kepada kaum Syu’aib berupa gempa dahsyat (QS. Al A’raf: 85-93), maka ia telah beramal saleh.
Utamakan Akhirat
Dalam rangka mengisi sisa kehidupan di dunia, metode atau prinsip yang paling tepat bagi seorang muslim adalah “Utamakan akhirat tanpa melupakan dunia”. Hal ini sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dalam firman-Nya, “Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash: 77).
Mengingat Maut
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu selalu mengulang-ulang perkataannya, “Setiap hari selalu ada yang mengatakan ‘telah mati si fulan… telah mati si allan…’ Akan datang suatu hari di mana akan dikatakan ‘telah mati Umar… telah mati Umar…’” Hal ini menunjukkan kesadaran bahwa maut pasti akan datang. Namun tak ada seorang pun yang mengetahui kapan dan di mana. Allah ta’ala berfirman, “…Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Lukman: 34)
Penulis: T. Muhammad Nurdin

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.