Skip to main content

I' T I K A F

“Dari Ibnu Rajab rahimahullah, Syaikh Dr. Shalih al-‘Ushaimy berkata: 

الاعتكاف هو قطع العلائق عن الخلائق للاشتغال بخدمة الخالق 

“I’tikaf itu sejatinya ialah memutus berbagai hubungan dengan para makhluk (yakni manusia), dengan tujuan untuk menyibukkan diri melayani Sang Khaliq.” 

والمراد بالخدمة: العبادة، والتعبير بها أكمل 

Dan yang dimaksud "melayani" di sini yaitu beribadah, dan ungkapan "melayani" itu lebih lengkap. 

الذي يلزم مسجدا وهو مشتغل بالكلام مع الناس والعبث ويقضِّي وقته بالطعام والنوم واستعمال الانترنت ونحو ذلك فإنه لا يسمى اعتكافا، بل يسمى إقامة، وهو يخدع نفسه، وينبغي تنزيه المسجد عن هذه الأحوال الرديئة. 

Orang yang menetap di masjid namun ia sibukkan dengan obrolan bersama orang-orang dan hal sia-sia, bahkan ia habiskan waktunya dengan makan dan tidur, asyiknya berselancar di internet, dan sebagainya, maka ini sejatinya tidak disebut i’tikaf, tapi menumpang tinggal (di masjid), dan (orang seperti itu) menipu dirinya sendiri. Karena seharusnya masjid itu dibersihkan dari hal-hal rendahan seperti ini.

  للإنسان أن يعتكف في أي حين من السنة ولو لم يكن صائما ، ولو كان لمدة يسيرة ؛ فقد روى عبدالرزاق وغيره بإسناد صحيح عن يعلى بن أمية: " إني لأدخل المسجد لا أريد إلا أن أعتكف ساعة". 

(Dianjurkan) bagi seseorang agar dia ber-i’tikaf kapan saja dalam setahun walaupun saat dia tidak berpuasa, meski hanya sebentar waktunya; Abdurrazzaq dan selainnya telah meriwayatkan dengan sanad yang shahih, dari Ya’la bin Umayyah: “Saya benar-benar akan masuk masjid, dan saya tidak ingin (melakukan apapun) selain ber-i’tikaf sesaat saja (sa’atan).”

الساعة هي البرهة المستكثرة من الزمن، وهي في تقدير الدقائق في زمننا هذا بين الأربعين إلى خمس وأربعين دقيقة وهو الذي أدركت عليه كبار السن ، وأخبرني أحد أصحابنا عن العلامة أبي تراب الظاهري -وهو من شيوخ اللغة المعروفين- أن الساعة التي تعرفها العرب أقرب ما تكون ٤٥ دقيقة بتوقيتنا . 

"Sesaat" (as-sa’ah) di sini maksudnya "waktu sejenak yang waktunya diperpanjang", dan itu kalau diukur dengan hitungan menit pada zaman kita ini berarti sekitar 40-45 menit, dan itulah yang kudapati dari para orang tua. 

Salah seorang sahabat kami pun mengabarkanku, dari al-‘Allamah Abu Turab azh-Zhahiri beliau adalah salah satu ahli bahasa yang terkenal, bahwa “Kata as-Sa’ah (sesaat) yang dikenal oleh orang Arab adalah mendekati 45 menit menurut perhitungan waktu kita.”

لا يتقيد الاعتكاف برمضان، و لا يُشترط الصوم للاعتكاف؛ فيشرع للعبد أن يعتكف في أي حين من السنة ولو لم يكن صائما ولو كان لمدة يسيرة . 

Pelaksanaan i’tikaf tidak terikat dengan Ramadhan saja, juga tidak disyaratkan puasa untuk ber-i’tikaf; Disyariatkan bagi seorang hamba maksudnya seorang muslim agar dia ber-i’tikaf kapan saja dalam setahun walaupun dia tidak berpuasa dan meski hanya sebentar waktunya. 

المختار أن الاعتكاف عامٌّ لجميع المتعبدين من الرجال والنساء لا فرق بين شاب ولا شيخ . 

(Pendapat) yang terpilih adalah bahwa i’tikaf itu umum bagi seluruh orang yang gemar beribadah dari kalangan laki-laki maupun perempuan, tak ada bedanya pemuda ataupun orang tua. 

ما يفعله كثير من الناس من جعلهم محل اعتكافهم محطّاً للزوار ومجلسا للمعاشرة ، فإن هذا الاعتكاف لون والاعتكاف النبوي لون آخر . 

Yang dikerjakan kebanyakan orang adalah mereka menjadikan tempat i’tikaf mereka yakni masjid sebagai tempat persinggahan pelancong dan majelis untuk kumpul-kumpul, maka i’tikaf ini berbeda jenisnya dari i’tikaf yang dicontohkan Nabi. 

[ Dari Channel Syaikh Shalih al-‘Ushaimi ]

▪️Catatan :

Di sini ada yang menarik dari definisi syaikh al-Ushaimi tentang kata ساعة (sesaat) yang dikaitkan dengan makna "jam" (waktu) di zaman ini, dimana jam ini kaitannya dengan يوم (hari = 24 jam) dan kaitannya dengan دقائق (menit dimana 1 jam = 60 menit). 

Padahal dalam terma fiqih, kata ساعة tidak berkaitan dengan "jam", namun berkaitan dengan البرهة المطلقة (waktu pendek secara mutlak) yaitu "sekejap, sejenak, sebentar, sekilas, dan lain-lain."

Di dalam at-Ta'rifat al-Fiqhiyah (Hal: 110) disebutkan:

الساعة: في عرف الفقهاء جزء من الزمان وإن قلَّ 

لا جزء من أربعة وعشرين من يوم بليلته أي ستون دقيقة كما يقوله المنجِّمون كذا في "الدار المختار" 

Sesaat (الساعة) menurut urf (kebiasaan) para pakar fiqih, adalah bagian dari waktu meski hanya sedikit (sebentar). Bukan merupakan bagian dari 24 jam dalam sehari semalam, yaitu 60 menit sebagaimana dipaparkan oleh ahli astrologi di dalam ad-Darul Mukhtar.

Banyak sekali terma sa'ah kita jumpai di dalam buku-buku fiqih dan hadits, yang maknanya adalah waktu sejenak secara mutlak.

Misalnya: 

عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، أَنَّهُ قَالَ: « إِذَا كَبَّرَ الْإِمَامُ سَكَتَ سَاعَةً لَا يَقْرَأُ قَدْرَ مَا يَقْرَؤُنَ أُمَّ الْقُرْآنِ» 

Dari Said bin Jubair beliau berkata:

"Apabila Imam takbir, diam "sesaat" dan tidak membaca yang panjangnya seperti al-Fatihah."

Diam sesaat (سكت ساعة) di sini tentunya tidak sampai 40-45 menit. Sebab akan menjadi panjang dan lama. 

Wallahu a'lam 

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.