Skip to main content

MEMANG SUDAH SAATNYA KITA MENUMPUK PAHALA BUKAN HARTA LAGI

 ﷽                                                                                      *"MEMANG SUDAH SAATNYA KITA MENUMPUK PAHALA BUKAN HARTA LAGI"*


Kalau badanku sudah banyak merasakan serba gak enak, memang sudah saatnya... 

Kalau sedikit-sedikit sakit, memang sudah saatnya... 

Kalau rambutku sudah mulai memutih, memang itu sudah saatnya... 

Kalau gigiku sudah mulai tanggal satu demi satu, memang sudah saatnya... 

Kalau aku sudah mulai pelupa, memang sudah saatnya. 

Kalau sudah mulai banyak capai dan lelah, memang sudah saatnya. 

Kalau aku sering uring-uringan, memang sudah saatnya... 

Kalau segala keperkasaanku mulai memudar, memang sudah saatnya... 

Kalau aku sudah mulai gampang melankolis, memang sudah saatnya...

Memang sudah saatnya aku lebih mengurangi kehidupan duniawi dan saatnya mempersiapkan “keberangkatan” (mudik)  menuju "Kampung Halaman" yang merupakan Kehidupan Abadi...

Takkan mungkin lagi aku menumpuk harta, tapi aku harus menumpuk pahala. 

Takkan mungkin lagi aku mengumbar syahwat, tapi aku harus mengumbar hasrat akhirat.

Sebayaku sudah banyak yang mendahului ku untuk menghadap kepada-Nya. 

※ Bulan lalu si Fulan,

※ Pekan lalu si Fulana,

※ Sekian hari yang lalu si Fulani,

※ Wallahu a'lam giliranku masih jauh atau sudah dekat, tapi itu "PASTI." Pada hari apa, jam berapa, dan dimana. Tidak satu orang pun yang tahu...

Seandainya saja aku bisa bertanya kepada mereka "yang sudah disana" tentang kehidupan di alam sana, mungkin mereka bisa bercerita suka dukanya, sehingga aku bisa mempersiapkan hal-hal terbaik sebagai bekal.

Tanda-tanda itu sudah ada, entah kapan pasti datang. Aku takkan mampu minta penundaan saat Malaikat yang diperintah menghampiriku dan mengabarkan tentang kepulanganku.

Saat hal itu datang, takkan mungkin lagi aku berpamitan pada anak- anakku, saudara-saudaraku, kerabat dan sahabat. 

Mereka yang jauh hanya berucap Innalillaahi Wainnaa illaihi Rooji’un tanpa mungkin bisa memandang wajahku yang terbujur apalagi menghantarkanku ke kubur.

Kesedihan hanya beberapa hari, selebihnya tinggal kenangan. Sudah saatnya kita merenungkan hal itu.

Kalimat itu sungguh membuat kita semua merenung : "Giliran kita kapan?" 

Dimana kita nanti bertemu malaikat maut? 

Dalam keadaan bagaimana? 

Berdzikir kah? 

Bernyanyi kah? 

Shalat kah? 

Wallahu a'lam. 

Yang jelas kita semua bakal menghadapinya...

Surah Ali Imran (3) : 185

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْت

"Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati."    ━━━━━━━━━━━━━━━    

Maafkan jika saya melakukan kesalahan yang tanpa disengaja...

🥀aku tak tahu waktunya pulang kapan....

Semoga saatku pulang ,tidak ada temen temen yang merasa terdzholimi dengan ucapanku maupun tulisan-tulisanku

aku benar benar minta maaf dari hati yang terdalam 🙏

_ ﷽ اللَّهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ عُمْرِي آخِرَهُ  وَخَيْرَ عَمَلِي خَوَاتِمَهُ ، وَخَيْرَ أَيَّامِي يَوْمَ أَلْقَاكَ 

" Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku pada ujungnya, dan jadikan sebaik-baik amalku pada akhir hayatku, dan jadikan sebaik-baik hariku pada saat aku bertemu dengan-Mu (di hari kiamat)."  آمِينْ يَا رَبَّ الْعَالَمِين

Haddha wallahua'lam bishowaab

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.