Assalamualaikum warahmatullahi wabarokaatuh
Tahukah kamu bahwa kadang musuh paling berbahaya dalam hidup bukanlah orang lain, tetapi hati kita sendiri? Terutama ketika _hati itu mulai gelisah setiap kali melihat orang lain bahagia._
Mungkin kamu pernah merasakannya *walau sedikit, walau hanya sepersekian detik* ketika seseorang mendapat rezeki, pencapaian, atau keberuntungan, lalu ada rasa tidak nyaman yang muncul di dadamu. Ya, rasa itu bernama *dengki*. Dan ia bisa menyusup tanpa kamu sadari.
Mari kita ngobrol sebentar, dengan santai, tanpa menghakimi diri sendiri. Karena kenyataannya, sebagian besar manusia pernah merasakan hal ini. Ada teman yang tiba-tiba berhasil, dan entah mengapa kita merasa jengkel.
Ada saudara yang lebih dulu mencapai sesuatu, dan hati kita serasa tertusuk halus. Kita tahu itu tidak baik, tetapi rasanya muncul begitu saja. Wajar manusiawi, iya. Tapi membiarkannya tumbuh? Itu masalah besar.
Coba perhatikan fenomena sehari-hari. Ada orang baru dapat pekerjaan bagus, tiba-tiba kita kesal. Ada tetangga membeli motor atau gawai baru, kita merasa terganggu. Ada teman berbuat baik kepada orang lain, kita justru makin tidak suka. Ironis, bukan?
Seolah-olah kebahagiaan mereka mencuri ruang dari kebahagiaan kita. Padahal, kebahagiaan itu bukan jatah sembako yang dibagikan sebulan sekali; tidak habis meski dinikmati banyak orang.
Lucunya, jika kita terus memelihara rasa dengki, kita sedang melakukan hal yang sangat merugikan diri sendiri. Bayangkan seseorang yang membangun rumah dengan penuh usaha, tetapi kemudian ia bakar rumah itu sampai hangus.
Atau seseorang yang bekerja keras mencari uang, lalu ia lemparkan ke api hingga tinggal abu. Itulah gambaran orang yang membiarkan rasa dengki menguasai hatinya. Ia menghancurkan kebaikannya dengan tangannya sendiri.
Padahal Nabi mengingatkan dengan tegas, _“Jauhilah dirimu dari dengki, karena dengki dapat memakan kebaikan seperti api memakan kayu bakar.”_
Betapa banyak orang bersedekah, berbuat baik, beribadah, tetapi pahalanya habis begitu saja karena hatinya tidak ridha melihat keberhasilan orang lain. Sungguh merugi, bukan?
Sayyidina Ali bin Abi Thalib bahkan memberikan perumpamaan yang sangat menusuk: *“Dengki itu ibarat engkau minum racun, namun berharap orang lain yang mati.”* Coba bayangkan, seseorang menenggak racun dengan harapan musuhnya meregang nyawa.
Kedengarannya konyol, tetapi itulah yang dilakukan oleh siapapun yang memelihara dengki. Ia menyakiti dirinya sendiri sambil berharap orang lain yang menderita.
Mari renungkan lebih dalam. Ketika kita tidak ridha terhadap pencapaian orang lain, sebenarnya kita sedang tidak ridha kepada Allah—Zat yang memberi rezeki, mengatur ketetapan, dan membagikan nikmat-Nya kepada siapa saja sesuai hikmah-Nya.
Kalau Allah sendiri ridha memberinya keberhasilan, siapa kita sampai berani merasa itu tidak pantas? Bukankah itu seolah-olah kita merasa lebih pandai menentukan takdir dibanding Allah? Astagfirullah… betapa halusnya jebakan ini, dan betapa mudahnya kita terjerumus bila tidak berhati-hati.
*Karena itu, penting bagi kita untuk menjaga hati tetap lapang. Percayalah, hati yang lapang tidak akan kehilangan kebahagiaan. Justru semakin ikhlas kita melihat orang lain diberi nikmat, semakin tenang batin kita.*
Kita tidak kehilangan apa pun. Bahkan, hati yang bersih adalah doa yang tidak pernah berhenti memanggil rezeki.
Dan ketika hati mulai gelisah, ingatkan diri pelan-pelan: _“Jika Allah memberinya, berarti itu yang terbaik menurut-Nya. Dan jika saat ini aku belum mendapatkan sesuatu, mungkin Allah sedang menyiapkan yang lebih baik, atau sedang memperbaiki diriku agar pantas menerimanya.”_
Dengan cara berpikir seperti itu, kita tidak hanya terhindar dari dengki, tetapi juga semakin yakin pada takdir Allah.
Pada akhirnya, marilah kita berdoa dengan kerendahan hati:
_“Ya Allah, tenangkan hati kami. Jangan biarkan dengki menghalangi kebahagiaan kami. Lapangkanlah dada kami untuk menerima ketetapan-Mu, dan jadikan kami ikhlas melihat saudara-saudara kami bahagia.”_
Karena ingatlah, dengki tidak membuat orang lain jatuh… ia hanya membuat hati kita sendiri sempit hingga akhirnya kita yang tumbang.
"Oase Iman"
_Selamat menunaikan *sholat fardhu berjamaah di masjid (bagi laki-laki yang tidak ada udzur)*, semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengampuni dosa dosa kita menerima semua amal ibadah kita dan semoga kita semua diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah aamiin ya rabbal'alamiin....
No comments:
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.