Showing posts with label Ngalap Berkah. Show all posts
Showing posts with label Ngalap Berkah. Show all posts

Saturday, January 29, 2022

NGALAP BERKAH YANG TIDAK SESUAI SYARI'AT


Ngalap berkah atau tabarruk adalah kata yang tidak asing lagi di telinga orang Jawa khususnya dan orang Indonesia pada umumnya. Sebab ditilik dari segi sejarah, kerangka budaya suku-suku di Indonesia memang dilatarbelakangi prinsip animisme dan dinamisme.

Setelah Islam masuk ke Nusantara tradisi ini makin marak, karena memang dalam Islam terdapat syari'at tabarruk (mencari berkah).

Tetapi masalahnya banyak kaum Muslimin yang tidak memahami manakah tabarruk yang sesuai syari'at dan manakah tabarruk yang tidak sesuai dengan syari'at.

Akibatnya banyak kaum Muslimin yang berbondong-bondong ke tempat keramat atau orang yang disangka punya berkah seperti kuburan wali, gua, pemandian, pohon, sendang (telaga), dan sebagainya. 

Kenyataan ini diperburuk dengan ada orang yang dipandang oleh masyarakat sebagai kiai atau ulama kemudian malah menganjurkan. Padahal kalau dilihat seringkali amalan-amalan di tempat tersebut merupakan wajah lain kesyirikan.

MAKNA TABARRUK

Tabarruk adalah mencari berkah berupa tambahan kebaikan dan pahala dan setiap yang dibutuhkan hamba dalam dunia dan agamanya, dengan benda atau wahyu yang barakah. 

Tabarruk ini terbagi menjadi dua macam, yaitu tabarruk yang syar’i dan yang tidak syar’i.

Tabarruk yang Syar’i

Tabbaruk dengan sesuatu yang syar’i dan diketahui secara pasti atau ada dalilnya bahwa sesuatu tersebut mendatangkan barakah.

1️⃣  Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan, yaitu membaca Al-Qur'an, berdzikir, belajar ilmu agama dan mengajarkannya, makan dengan berjama'ah dan menjilati jari sesudah makan. 

2️⃣  Tabarruk dengan tempat, yaitu i’tikaf di masjid, tinggal di Mekkah, Madinah atau Syam. 

3️⃣  Tabarruk dengan waktu, yaitu semangat beribadah di malam Lailatul Qadar, banyak berdo'a di waktu sahur. 

4️⃣  Tabarruk dengan makanan dan minuman seperti meminum madu dan air zam-zam, memakai minyak zaitun, mengonsumsi habatussauda’ (jintan hitam). 

Tabarruk yang tidak syar’i atau terlarang, yaitu tabarruk yang tidak ada dalil syar’inya atau tidak mengikuti tuntunan syari'at.

1️⃣  Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan seperti shalawat atau dzikir yang bid’ah.

2️⃣  Tabbaruk dengan tempat, yaitu ziarah religius ke kubur para wali. 

3️⃣  Tabarruk dengan waktu seperti menghidupkan malam nisfu sya’ban, mengadakan perayaan Maulid Nabi ๏ทบ, Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur'an, dan sebangsanya. 

4️⃣  Tabarruk dengan makanan dan minuman, misalnya minum sisa kiai, berebut tumpeng sekaten. 

5️⃣  Tabarruk dengan benda-benda, yaitu mengambil tanah Karbala, berebut kotoran “Kiai Slamet”, sabuk supranatural. 

6️⃣  Tabarruk dengan zat orang shalih atau peninggalannya seperti meminum ludahnya atau keringatnya, berebut bekas peci atau bajunya, memilih shalat di tempat orang shalih itu shalat, meminum atau menyimpan sisa air wudhu’ orang shalih, atau dengan menciumi lututnya. 

Mengharap berkah kepada pohon, batu dan sejenisnya adalah kesyirikan.

๐Ÿ‘ค Abu Waqid Al-Laitsi menuturkan, suatu saat kami pergi keluar bersama Rasulullah ๏ทบ ke Hunain, sedang kami dalam keadaan baru saja masuk Islam. Kemudian kami melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik yang dinamakan Dzatu Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu untuk mencari berkah. Kami pun berkata: 

“Ya Rasulullah ๏ทบ, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana Dzatu Anwath mereka.” 

Maka Rasulullah ๏ทบ bersabda: “Allahu Akbar, itulah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Dan demi Allah ๏ทป yang diriku hanya berada di Tangan-Nya, ucapan kalian seperti perkataan Bani Israil kepada Musa 'alaihi salam: 

"Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana tuhan orang-orang itu".

Musa menjawab, 

"Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengerti".

Beliau ๏ทบ bersabda lagi, "Sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu (Yahudi dan Nasrani)".

๐Ÿ“˜  (Hadits Shahih, riwayat At-Tirmidzi).Mereka para Shahabat radhiyallahu 'anhum meminta kepada Rasulullah ๏ทบ untuk bertabarruk dengan pohon tersebut sebagaimana orang musyrik. Namun jawaban Beliau ๏ทบ amat keras, Beliau ๏ทบ malah menyamakan permintaan itu dengan meminta sesembahan selain Allah ๏ทป, dan ini adalah syirik besar.

Dari hadits ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hal-hal yang diperbuat oleh orang-orang yang meyakini bahwa boleh ngalap berkah dari pohon dan bebatuan, wukuf dan menyembelih hewan di tempat tersebut merupakan kesyirikan.

✍  Ustadz Dr. Musyaffa' Ad Dariny, MA. ุญูุธู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰.

Wednesday, December 22, 2021

Ngalap Berkah Dari Sisa Makan Dan Minum Pak Kyai, Syaikh, Atau Habib

Telegram:

https://t.me/menebar_cahayasunnah

Oleh Ustadz Berik Said Hafizhahullah.

Menetapkan berkah tidaknya sesuatu itu termasuk urusan ghaib yang tidak bisa ditetapkan dengan perasaan, dan hanya bisa diterima jika itu ditetapkan oleh Allah lewat lisan Rasul-Nya sebagaimana yang dipahami para Salafush Shalih. 

Jika prinsip di atas telah dipahami, maka ana sampaikan, memang banyak orang yang berebutan meminum sisa air minum Kyai, Syaikh, Habib, dan sebagainya, atau sisa makanannya dengan niat ngalap berkah. Bahkan ada Kyai, Syaikh, Habib, dan sebagainya, yang sengaja minum atau makan sedikit, lalu sisa makanan dan minumannya itu sengaja dibiarkan untuk dijadikan rebutan para santrinya atau orang awam khususnya dengan menganggap hal itu sebagai berkahnya Kyai. 

Sebagian lagi ada yang ngalap berkah misal dengan mencium atau menempelkannya pada baju atau benda fisik peninggalan Kyai, Syaikh, atau Habib pujaannya baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Apakah fenomena ini dibenarkan secara syariat ? 

Di muka bumi ini tidak ada satu sosok fisik manusia yang tubuhnya dinyatakan mengandung berkah selain para Nabi atau Rasul ‘alaihimus shalawatu wa sallam, khususnya Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karenanya bekas air minum mereka atau benda fisik yang ada pada mereka -para Nabi dan Rasul 'alaihimus shalawatu wa sallam- memang boleh dijadikan sebagai sarana ngalap berkah. 

Tidak terhitung hadits shahih yang menunjukkan hal ini. Dulu para Shahabat radhiallahu ‘anhum berebutan mengambil sisa air wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dilumurkan ke wajah atau tubuh mereka dengan tujuan ngalap berkah. 

Salah satunya sebagaimana diceritakan Abu Juhaifah radhiallahu ‘anhu berikut: 

ุฎَุฑَุฌَ ุนَู„َูŠْู†َุง ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ุจِุงู„ْู‡َุงุฌِุฑَุฉِ ، ูَุฃُุชِู‰َ ุจِูˆَุถُูˆุกٍ ูَุชَูˆَุถَّุฃَ ، ูَุฌَุนَู„َ ุงู„ู†َّุงุณُ ูŠَุฃْุฎُุฐُูˆู†َ ู…ِู†ْ ูَุถْู„ِ ูˆَุถُูˆุฆِู‡ِ ูَูŠَุชَู…َุณَّุญُูˆู†َ ุจِู‡. 

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami dalam keadaan cuaca yang begitu panas. Beliau didatangkan air untuk berwudhu, lantas beliau berwudhu dengannya. Ketika itu orang-orang mengambil bekas wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut lantas mengusap-usapkannya". [HSR. Bukhari no.187 dan Muslim no.503] 

Hadits shahih di atas menunjukkan bahwa ngalap berkah semisal dari bekas sisa air wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dibenarkan secara syariat. Ada juga sebagian Shahabat radhiallahu ‘anhum yang ngalap berkah dengan sengaja menempelkan tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ditempelkan pada wajah mereka. (Lihat pada HSR. Bukhari 3553) 

Bahkan sebegitu berkahnya fisik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaipun setelah wafatnya, sampai-sampai saat Ibnu Sirin rahimahullah memiliki dan menyimpan sebagian rambut milik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Ubaidah rahimahullah berkata: 

ู„َุฃَู†ْ ุชَูƒُูˆู†َ ุนِู†ุฏِูŠ ุดَุนَุฑَุฉٌ ู…ู†ู‡ ุฃุญَุจُّ ุฅู„َูŠَّ ู…ِู†َ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ูˆู…ุง ูِูŠู‡َุง. 

"Andai aku memiliki seutas saja dari rambut beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, maka itu jauh lebih aku sukai daripada aku memiliki dunia seisinya". [HSR. Bukhari no.170] 

Adapun orang selain Nabi, betapapun tinggi kedudukannya, maka tidak boleh kita menetapkan keberkahan dari fisiknya, apalagi menetapkan sisi keberkahan dari bekas minuman atau air wudhunya, dengan melumurkan kebadannya dan sebagainya dan menganggap hal itu bagian dari ngalap berkah. Bahkan perbuatan semacam ini bila dilakukan selain pada Nabi, maka sangat berpotensi membuka pintu syirik. 

Sebagai bukti terkuat diantara hal ini adalah kita tahu, manusia terbaik setelah para Nabi dan Rasul ‘alaihimus shalawatu wa sallam tentunya para Shahabat Nabi radhiallahu ‘anhum. Dan Shahabat yang terbaik urutannya diantaranya adalah Abu Bakar, lalu diikuti Umar, Utsman dan Ali radhiallahu ‘anhum.

Tetapi, tidak ada diantara mereka satu pun yang saling mencari berkah pada fisik mereka, baik saat mereka masih hidup, apalagi setelah wafatnya. Tidak pernah kita mendengar Umar, Utsman, dan Ali mengambil berkah pada bekas wudhu atau bekas air minumnya Abu Bakar radhiallahu ‘anhum misalnya. Atau sebagaian Shahabat pada sebagaian Shahabat lainnya.

Andai kata ngalap berkah pada fisik manusia itu berlaku pada semua manusia dan tidak terbatas untuk para Nabi dan Rasul ‘alaihimus shalawatu wa sallam saja, maka sudah tentu mereka sebagai generasi manusia terbaik setelah para Nabi dan Rasul ‘alaihimus shalawatu wa sallam akan lebih pantas saling mengambil berkah pada fisik diantara mereka.

Saat secara pasti tidak diketahui diantara mereka ada yang pernah melakukan hal itu, maka ketahuilah kita, bahwa mengambil keberkahan pada fisik manusia atau bekas benda yang pernah disentuhnya itu hanya khusus berlaku pada para Nabi dan Rasul ‘alaihimus shalawatu wa sallam, dan tidak berlaku pada manusia lainnya betapapun hebatnya ketaqwaannya.

Atas dasar inilah, maka Ibnu Rajab rahimahullah saat menjelaskan hal ini berkata:

ูˆูƒุฐู„ูƒ ุงู„ุชุจุฑูƒ ุจุงู„ุขุซุงุฑ؛ ูุฅู†ู…ุง ูƒุงู† ูŠูุนู„ู‡ ุงู„ุตุญุงุจุฉ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ู… ู…ุน ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูˆู„ู… ูŠูƒูˆู†ูˆุง ูŠูุนู„ูˆู†ู‡ ู…ุน ุจุนุถู‡ู… ุจุจุนุถ ูˆู„ุง ูŠูุนู„ู‡ ุงู„ุชุงุจุนูˆู† ู…ุน ุงู„ุตุญุงุจุฉ، ู…ุน ุนู„ูˆ ู‚ุฏุฑู‡ู…. ูุฏู„ ุนู„ู‰ ุฃู† ู‡ุฐุง ู„ุง ูŠูุนู„ ุฅู„ุง ู…ุน ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู…ุซู„: ุงู„ุชุจุฑูƒ ุจูˆุถูˆุฆู‡ ูˆูุถู„ุงุชู‡ ูˆุดุนุฑู‡ ูˆุดุฑุจ ูุถู„ ุดุฑุงุจู‡ ูˆุทุนุงู…ู‡.

"Demikian pula bertabarruk (ngalap berkah) dengan peninggalan orang shaleh. Sesungguhnya para Shahabat radhiallahu 'anhum hanya melakukan tabarruk dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saja, dan mereka tidak melakukan hal tersebut antar satu Shahabat dengan Shahabat lainnya, dan tidak pernah pula dilakukan oleh tabii'in ke para Shahabat radhiallahu ‘anhum. Padahal mereka memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Ini menunjukkan bahwa ngalap berkah hanya dilakukan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, seperti ngalap berkahnya dengan air wudhu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, atau yang keluar dari tubuh beliau (misal ludah), atau rambut beliau, atau sisa minuman dan makanan beliau".

Tidak cukup di situ, bahkan Ibnu Rajab rahimahullah juga mengingatkan:

ูˆููŠ ุงู„ุฌู…ู„ุฉ ูู‡ุฐู‡ ุงู„ุฃุดูŠุงุก ูุชู†ุฉ ู„ู„ู…ุนุธَّู… ูˆู„ู„ู…ุนุธِّู…؛ ู„ู…ุง ูŠุฎุดู‰ ุนู„ูŠู‡ ู…ู† ุงู„ุบู„ูˆ ุงู„ู…ุฏุฎู„ ููŠ ุงู„ุจุฏุนุฉ، ูˆุฑุจู…ุง ูŠุชุฑู‚ู‰ ุฅู„ู‰ ู†ูˆุน ู…ู† ุงู„ุดุฑูƒ، ูƒู„ ู‡ุฐุง ุฅู†ู…ุง ุฌุงุก ู…ู† ุงู„ุชุดุจู‡ ุจุฃู‡ู„ ุงู„ูƒุชุงุจ.

"Kesimpulannya, perbuatan mengambil berkah semacam ini (selain yang dilakukan pada fisik Nabi) merupakan fitnah yang amat besar yang diagungkan maupun yang mengagungkannnya. Mengingat dikhawatirkan dengan perbuatan seperti ini muncul tindakan berlebihan yang menjadi pintu bid’ah, bahkan terkadang bisa masuk sampai level syirik. Semua ini termasuk bagian dari meniru kebiasaan Ahlul Kitab". (Lihat Manhaj Al-Hafizh Ibnul Hajar Al-Ashqalani fil Aqidah, karya Muhammad Ishaq Kandur I:1028)

ูˆุจุงู„ู„ู‡ ุงู„ุชูˆููŠู‚ ูˆุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ู‰ ู†ุจูŠู†ุง ู…ุญู…ุฏ ูˆุขู„ู‡ ูˆุตุญุจู‡ ูˆุณู„ู…

๐ŸŒSumber : Dakwah Manhaj Salaf.

Hikmah Berqurban