Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Ngalap Berkah

NGALAP BERKAH YANG TIDAK SESUAI SYARI'AT

Ngalap berkah atau tabarruk adalah kata yang tidak asing lagi di telinga orang Jawa khususnya dan orang Indonesia pada umumnya. Sebab ditilik dari segi sejarah, kerangka budaya suku-suku di Indonesia memang dilatarbelakangi prinsip animisme dan dinamisme. Setelah Islam masuk ke Nusantara tradisi ini makin marak, karena memang dalam Islam terdapat syari'at tabarruk (mencari berkah). Tetapi masalahnya banyak kaum Muslimin yang tidak memahami manakah tabarruk yang sesuai syari'at dan manakah tabarruk yang tidak sesuai dengan syari'at. Akibatnya banyak kaum Muslimin yang berbondong-bondong ke tempat keramat atau orang yang disangka punya berkah seperti kuburan wali, gua, pemandian, pohon, sendang (telaga), dan sebagainya.  Kenyataan ini diperburuk dengan ada orang yang dipandang oleh masyarakat sebagai kiai atau ulama kemudian malah menganjurkan. Padahal kalau dilihat seringkali amalan-amalan di tempat tersebut merupakan wajah lain kesyirikan. MAKNA TABARRUK Tabarruk adalah men

Ngalap Berkah Dari Sisa Makan Dan Minum Pak Kyai, Syaikh, Atau Habib

Telegram: https://t.me/menebar_cahayasunnah Oleh Ustadz Berik Said Hafizhahullah. Menetapkan berkah tidaknya sesuatu itu termasuk urusan ghaib yang tidak bisa ditetapkan dengan perasaan, dan hanya bisa diterima jika itu ditetapkan oleh Allah lewat lisan Rasul-Nya sebagaimana yang dipahami para Salafush Shalih.  Jika prinsip di atas telah dipahami, maka ana sampaikan, memang banyak orang yang berebutan meminum sisa air minum Kyai, Syaikh, Habib, dan sebagainya, atau sisa makanannya dengan niat ngalap berkah. Bahkan ada Kyai, Syaikh, Habib, dan sebagainya, yang sengaja minum atau makan sedikit, lalu sisa makanan dan minumannya itu sengaja dibiarkan untuk dijadikan rebutan para santrinya atau orang awam khususnya dengan menganggap hal itu sebagai berkahnya Kyai.  Sebagian lagi ada yang ngalap berkah misal dengan mencium atau menempelkannya pada baju atau benda fisik peninggalan Kyai, Syaikh, atau Habib pujaannya baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Apakah fenomena ini dibenarkan