Sunday, July 2, 2023

Fatwa Membuka Praktik Ruqyah

Pertanyaan:

Apa pendapat Anda mengenai membuka ‘Ruqyah Syar’iyyah Center’?

Jawaban Syaikh Dr. Shalih al-Fauzan:

Hal itu tidak boleh dilakukan karena tindakan tersebut akan membuka pintu fitnah (penyimpangan) dan membuka peluang bagi orang-orang yang cuma akal-akalan untuk mendapatkan uang. Di samping itu, hal semacam ini tidak pernah dilakukan oleh sahabat. Mereka tidak pernah membuka ‘griya ruqyah’ atau ‘ruqyah center’. Memberi kelonggaran dalam praktek ruqyah hanya akan menimbulkan kerusakan.”

Syaikh Shafwat Nuruddin dalam artikel yang beliau tulis lalu diterbitkan dalam Majalah at-Tauhid, Mesir, edisi 8 Hal. 19 berhati-hati dalam menggunakan istilah ini. Beliau mengatakan, “Terapi atau pengobatan itu identik dengan obat-obatan medis, karenanya aku tidak setuju dengan istilah terapi atau pengobatan dengan Al-Quran namun sebutlah dengan istilah ruqyah atau nusyrah.”

Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 6 Tahun Kesebelas 1433 H/2012 M

Artikel www.KonsultasiSyariah.com


Referensi: https://konsultasisyariah.com/12329-fatwa-membuka-praktik-ruqyah.html

Artikel Lainnya :

> Meninggalkan Sholat

> Memakan Harta Anak Yatim

> Durhaka Kepada Orang Tua







Hukum Ruqyah Massal

 Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Bentuk ruqyah yang dipraktekkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, mereka membacakannya langsung kepada orang yang sakit dan dilakukan secara personal, tidak berjamaah.

Kita sangat tahu, para sahabat yang baru mentas dari tradisi jahiliyah, tentu tidak semuanya bebas dari muamalah dengan makhluk halus, yang mereka yakini sebagai roh pembantu. Terlebih kebanyakan mereka di masa jahiliyah punya hubungan dengan dukun.

Meskipun demikian, tidak kita jumpai adannya riwayat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun sahabat menyelenggarakan ruqyah jamaah.

Diantara riwayat yang menyebutkan bentuk ruqyah beliau,

Pertama, hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau ‎menceritakan,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا ‏اشْتَكَى مِنَّا إِنْسَانٌ، مَسَحَهُ بِيَمِينِهِ، ثُمَّ قَالَ: «أَذْهِبِ الْبَاسَ، رَبَّ ‏النَّاسِ، وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا ‏يُغَادِرُ سَقَمًا‎»‎

Apabila ada di antara kami yang sakit ‎maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‎mengusapkan tangan kanan beliau, kemudian ‎membaca,

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أذْهِبِ البَاسَ، اِشْفِ أنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفاءَ إِلاَّ ‏شِفاؤُكَ شِفاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَماً

“Yaa Allah, Tuhan seluruh manusia, hilangkanlah ‎sakit ini, sembuhkanlah, Engkaulah As-Syafi (Sang ‎Penyembuh), tidak ada kesembuhan kecuali ‎kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak ‎meninggalkan penyakit.” ‎(HR. ‎Bukhari 5675 dan Muslim ‎‎2191)‎

Kedua, hadits tentang ruqyah Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sakit
Ruqyah ini pernah dibaca jibril untuk Nabi ‎Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ‎beliau sakit,

بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كل شئ يُؤْذِيكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أو عَيْنٍ ‏حاسِدٍ، اللَّهُ يَشْفِيكَ، بِسْمِ اللَّهِ أرْقِيكَ

‎“Dengan nama Allah, aku meruqyahmu, dari semua ‎yang menyakitimu, dari kejahatan setiap jiwa dan ‎mata hasad, semoga Allah menyembuhkanmu, ‎Dengan nama Allah, aku meruqyahmu.”‎

Hadits selengkapnya:‎
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau ‎menceritakan,

أن جبريل أتى النبيَّ صلى الله عليه وسلم، فقال: “يا مُحَمَّدُ، ‏اشْتَكَيْتَ؟ قال: نَعَمْ، قال: بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ‎…‎
Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‎sallam, kemudian bertanya, “Wahai Muhammad, ‎kamu sakit?” beliau menjawab, “Ya.” Kemudian Jibril ‎membaca: BISMILLAAHI ARQII-KA, … dst sampai ‎akhir doa”. (HR. Muslim 2186, Turmudzi 972, Ibn ‎Majah 3523)

Ketiga, ruqyah untuk luka

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau ‎menceritakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‎apabila ada sahabat yang mengadukan sakitnya atau ‎luka di tubuhnya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‎sallam melakukan hal semacam ini dengan jari ‎beliau. [Sufyan – perawi hadis – meletakkan jari ‎telunjuknya ke tanah], kemudian beliau ‎mengangkatnya dan membaca kalimat,

بِسْمِ اللَّهِ تُرْبَةُ أرْضِنا بِرِيقَةِ بَعْضِنا يُشْفَى بِهِ سَقِيمُنا بإذْنِ رَبِّنا

Bismillah (dengan nama Allah), debu tanah kami, ‎dengan sedikit ludah kami, bisa menjadi sebab ‎sembuhnya sakit kami, dengan izin Rabb kami.” ‎(HR. ‎Bukhari 5745 dan Muslim 2194)‎
Tentu saja yang luka ketika perang sangat banyak, namun beliau tidak membuka praktek ruqyah massal setelah perang.

Semua riwayat di atas, dijadikan dasar para ulama untuk memfatwakan larangan ruqyah secara masal. Karena semacam ini tidak ada tuntunannya dalam Islam.

Berikut kita sebutkan beberapa fatwa ulama kontemporer yang menjumpai praktek ruqyah massal.

Pertama, fatwa Lajnah Daimah yang ketika itu diketuai Imam Ibnu Baz,

Tanya: Bolehkah ruqyah dengan mikrofon, atau melalui telepon dari jauh, atau secara masal di waktu yang sama?

Jawab:
الرقية لا بد أن تكون على المريض مباشرة، ولا تكون بواسطة مكبر الصوت، ولا بواسطة الهاتف؛ لأن هذا يخالف ما فعله رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه رضي الله عنهم وأتباعهم بإحسان في الرقية، وقد قال صلى الله عليه وسلم: «من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Ruqyah harus dibacakan langsung kepada orang yang sakit. Tidak bisa dilakukan dengan media pengeras suara, apalagi melalui telepon. Karena ini tidak sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum, serta orang-orang yang mengikuti mereka dalam tata cara ruqyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang membuat hal baru dalam agama, yang tidak ada dalilnya, maka itu tertolak.’ (Fatwa Lajnah Daimah, no. 20361).

Kedua, Keterangan Imam Ibnu Utsaimin

القراءة الجماعية على المصابين ليست طريقاً مأثوراً ولا موروثاً عن السلف، بل هو حادث. .

Membacakan al-Quran secara massal kepada orang yang terkena penyakit, bukan cara yang memiliki dalil, tidak pula dipraktekkan dari para salaf. Namun ini hal baru.. (Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin, 17/33).

Ketiga, fatwa Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad

نفع الناس طيب، ولكن ليس بهذا التوسع وبهذا الابتذال الذي قد حصل، فهذا التوسع غير جيد، حتى أن بعضهم بسبب كثرة المتعالجين عنده يقرأ على عدة أشخاص! فهذا لا وجه له، وكونه يبيع الماء المرقي هذا توسع غير جيد

Membantu orang yang kesulitan termasuk amal baik, namun tidak bisa dengan cara semaunya. Bermudah-mudah dalam hal ini tidak bagus. Hingga ada sebagian tukang ruqyah, disebabkan seking banyaknya yang minta diobati, dia melakukan ruqyah massal! Ini tidak ada dasarnya. Termasuk menjual air ruqyah, ini aturan semaunya. (Syarh Sunan Abu Daud, al-Abbad, 12/391)

Allahu a’lam
—-
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits

Artikel www.muslimah.or.id


© 2023 muslimah.or.id

Artikel Lainnya :

> Meninggalkan Sholat

> Memakan Harta Anak Yatim

> Durhaka Kepada Orang Tua







Pesan Tersirat Dari Gerhana

Terjadinya gerhana, ternyata bukan sekedar fenomena alam biasa. Namun ada pesan tersirat yang diselipkan Sang Pencipta, pada peristiwa tersebut. Banyak yang tidak menyadari, ternyata gerhana adalah tanda-tanda yang Allah jadikan, sebagai peringatan untuk para hambaNya. Barangkali dosa-dosa yang sudah disepelekan, kelalaian yang akut, atau maksiat-maksiat lainnya yang sudah merajalela. Allah hendak mengingatkan melalui fenomena langka ini, kalau-kalau datang azab. Supaya manusia bertaubat, kembali takut kepadaNya. Juga supaya manusia menyadari, betapa maha kuasanya Allah, menjadikan siang yang tadinya terang benderang, tiba-tiba menjadi redup atau bahkan gelap gulita seperti halnya malam.

Sebagaimana diterangkan dalam Alquran, terkadang Allah mendatangkan musibah supaya manusia bertaubat dan menjadi pelajaran untuk mereka.

وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَوْنَ بِالسِّنِينَ وَنَقْصٍ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir’aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran” (QS. Al A’raf: 130).

أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) memperhatikan bahwa mereka selalu ditimpa bencana sekali atau dua kali setiap tahun?! Namun mereka tidak (juga) mau bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran” (QS. At Taubah: 126).

Hanya saja gerhana bukan musibah. Ia adalah tanda atau peringatan, untuk menakut-nakuti dari sebuah petaka atau bala’.

Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk segera sholat, istighfar, bersedekah, dan semangat melakukan amalan-amalan kebajikan saat terjadi gerhana.

Mari simak hadis dari Abu Musa al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berikut. Beliau mengatakan,

”Dahulu pernah terjadi gerhana Matahari (di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pent). Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam segera berdiri dengan perasaan takut kalau terjadi kiamat. Kemudian beliau memasuki masjid untuk melakukan shalat; ruku’ dan sujud, dalam waktu yang amat panjang yang pernah aku lihat.

Setelah itu beliau bersabda,

هَذِهِ الْآيَاتُ الَّتِي يُرْسِلُ اللَّهُ لَا تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنْ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ ؛ فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ

”Tanda-tanda yang Allah kirimkan ini (yakni gerhana, pent), tidaklah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. Namun Allah hendak menakut-nakuti para hamba-Nya dengannya. Apabila kalian melihatnya, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan istighfar (memohon ampun) kepada-Nya” (HR. Bukhori dan Muslim).

Ibnu Hajar rahimahullah menyimpulkan dari hadis ini,

فيه الندب إلى الاستغفار عند الكسوف وغيره لأنه مما يدفع به البلاء

“Hadits di atas terdapat anjuran untuk beristighfar ketika terjadi gerhana, atau yang lainnya. Karena istighfar adalah diantara sebab untuk menolak bala‘.” (Fathul Bari, 2/546)

Syaikh Ibnu Baz mengatakan,

وما يقع من خسوف وكسوف في الشمس والقمر ونحو ذلك مما يبتلي الله به عباده هو تخويف منه سبحانه وتعالى وتحذير لعباده من التمادي في الطغيان، وحث لهم على الرجوع والإنابة إليه

“Kejadian gerhana bulan atau matahari, atau fenomena yang semisalnya, merupakan ujian Allah untuk hamba-hambaNya. Yaitu untuk menimbulkan rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan peringatan kepada mereka dari berlarut-larut dalam kemaksiatan. Dan supaya mendorong mereka untuk kembali ke jalan Allah” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 9/157).

Sampai-sampai diceritakan oleh para sahabat, bagaimana ekspresi takut beliau –shallallahu alaihi wa sallam– ketika terjadi gerhana kala itu,

فأخطأ بدرع حتى أُدرِك بردائه بعد ذلك

“Sampai-sampai beliau keliru mengambil selendang salah satu istri beliau, kemudian setelah sadar, beliau mengenakan selendangnya” (HR. Muslim).

Imam Nawawi rahimahullah menerangkan makna perkataan di atas,

لشدة سرعته واهتمامه بذلك أراد أن يأخذ رداءه فأخذ درع بعض أهل البيت سهوا ولم يعلم ذلك لاشتغال قلبه بأمر الكسوف

“Karena saking buru-burunya dan konsentrasi beliau tertuju pada fenomena gerhana tersebut. Yakni beliau hendak mengambil selendangnya, namun ternyata yang keambil selendang milik sebagian istri beliau. Karena tidak sadar, disebabkan hati beliau disibukkan dengan peristiwa gerhana” (Al Minhaj 6/212).

Maka dari itu, gerhana bagi seorang mukmin selayaknya menimbulkan rasa takut, membuatnya berfikir akan adzab Allah, dan menyadarkan dirinya untuk segera bertaubat. Bukan ajang untuk hiburan, sekedar tontonan atau menganggapnya sebatas fenomena alam biasa; yang lumrah terjadi.

Imam Ibnu Kastir menasehatkan, ketika menafsirkan ayat, “Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) memperhatikan bahwa mereka selalu ditimpa bencana sekali atau dua kali setiap tahun?! Namun mereka tidak (juga) mau bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran.” (QS. At Taubah: 126).

Beliau mengatakan,

فالمؤمن من يتفطَّن لما ابتلاه الله به من الضرَّاء والسرَّاء، ولهذا جاء في الحديث: ((لا يزال البلاءُ بالمؤمن حتى يخرج نقيًّا من ذنوبه))، والمنافق مثله كمثل الحمار لا يدري فيم ربطه أهله، ولا فيم أرسلوه، فلا يتَّعِظ إن أصيب، ولا إن أُعطي.

“Seorang yang mukmin, adalah yang berfikir / sadar saat Allah mendatangkan cobaan kepadanya, baik dengan kenikmatan atau musibah. Oleh karenya dalam sebuah hadis diterangkan, “Seorang mukmin selalu mendapatkan cobaan, sampai dia keluar dari alam dunia, bersih tanpa membawa dosa.” Adapun orang munafik, perumpaannya seperti keledai. Tidak sadar kalau sedang diikat tuannya, ketika diperintah, ketika mendapat musibah, dan ketika diberi” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir untuk ayat 95 dari surat Al A’raf).

Tentu kita tak ingin meniru orang munafik itu. Bersikap dan bertingkah sepertinya. Tidak mengambil pelajaran dari setiap kejadian. -Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat kemunafikan- .

Wallahua’lam bis shawab…

Madinah An-Nabawiyah, 27 Jumadal Ula 1437 H.

Penulis : Ahmad Anshori

https://muslim.or.id/27644-pesan-tersirat-dari-gerhana.html

Artikel Lainnya :