Skip to main content

APAKAH ARTI IBADAH?

 Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan di dalam Al Qurān: 

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ ٱلضَّلَـٰلَةُ ۚ فَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلْمُكَذِّبِينَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasūl pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):

"Sembahlah Allāh (saja), dan jauhilah Thāgūt itu."

Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allāh dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasūl-rasūl)."

(QS An Nahl: 36)

Allāh menyebutkan, "Dan sungguh telah Kami utus rasūl," bukan orang biasa, karena rasūl adalah utusan Allāh, utusan terbaik dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Tatkala kita berbicara sesuatu hal yang biasa disebut maka hal tersebut tidak memiliki arti yang berlebih. Tetapi tatkala sesuatu tersebut disandarkan kepada yang mulia maka jadilah ia mulia 

Contoh:

√ Baitun artinya rumah. 

√ Baitullāh artinya rumah Allāh. 

Apabila ada penyandaran kalimat sesudahnya (Allāh) maka jadilah mulia (baitullāh) karena yang dimaksud adalah Ka'bah. 

√ Abdun artinya hamba, jika disandarkan pada yang mulia maka jadilah Abdullāh (hamba Allāh). 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengutus Rasūlullāh: 

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا

"Sungguhnya Kami telah mengutus rasūl pada tiap-tiap umat."

Dan Allāh menyebutkan: 

"Ada rasūl Allāh, yang Allāh kabarkan kepada kita semua, ada juga rasūl-rasūl Allāh yang tidak dikabarkan (diceritakan) Kepada kita."

Apakah tugas para nabi? 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan:  ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ (hendaknya mereka beribadah). 

Ibadah memiliki arti: 

اسم جامع لكل مايحبه الله ويرضاه

"Segala sesuatu yang Allāh cinta dengannya dan Allāh ridhā dengannya."

Siapun di antara kita, cinta kepada orang tua kita (bapak, ibu kita). Makan ketika kita hendak menikah maka kita berharap ridhā kedua orang tua kita (restu orang tua kita).

Subhānallāh. 

Maka tidak ada nikmat yang melebihi nikmatnya seseorang memperoleh keridhāan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Shahābat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam semuanya masuk surga karena mereka mendapatkan gelar yang mulia dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengatakan: "Radhiyallāhu 'anhum wa radhu'an (Allāh Subhānahu wa Ta'āla ridhā dengan mereka dan merekapun ridhā kepada Allāh)."

Subhānallāh, kemuliaan. 

Mana kala kita hidup dan senantiasa berdo'a dengan mengatakan: 

رضيت بالله ربا 

"Yā Allāh, aku ridhā bahwasanya Engkau adalah Tuhanku."

Sehingga tatkala seseorang berkata: رضيت بالله ربا , dia berkata dengan sejujurnya. (Subhānallāh), maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan senantiasa memberikan kepadanya penjagaan. 

Karena semua yang dilakukan hamba ini berada di dalam gengaman Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dia menyerahkan urusannya hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dan demikianlah hendaknya seorang mukmin, dia bertawakal kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan: 

وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُتَوَكِّلُونَ

"Dan hanya kepada Allāh saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri."

(QS Ibrāhīm: 12)

Apakah yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla cinta dan ridhā dengannya? 

Seseorang melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu adalah perbuatan, maka dikatakan seseorang melakukan suatu hal maka itu adalah perbuatan. Dan seseorang meninggalkan sesuatu juga perbuatan. 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan: 

Ada orang yang membaca Al Qurān sehingga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memuliakan orang tersebut tetapi ada juga orang tidak membaca Al Qurān sehingga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan, "Mereka menjadikan Al Qurān tidak lagi dibaca.”

Apakah berbuatan tersebut nampak atau tersembunyi, karena ada sebagian orang yang melakukan suatu perbuatan dan perbuatan tersebut harus nampak. 

Contoh: 

√ Seseorang mengeluarkan zakāt fithr, zakāt tersebut harus nampak tidak boleh disembunyikan. 

√ Seorang laki-laki datang ke masjid, tidak boleh dia datang ke masjid secara sembunyi-sembunyi. Shalāt fardhu bagi laki-laki harus tampak dilakukan di masjid. 

Ada juga amalan yang boleh disembunyikan boleh juga ditampakkan. 

Contoh: 

√ Seseorang mengeluarkan infāq. 

Dan seseorang boleh juga menyembunyikan infāq (sedekahnya) sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla: 

 وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ سِرًّۭا وَعَلَانِيَةًۭ 

"Dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan."

(QS Al Fathir: 29)

Maka ibadah di sini tidak terbatas membaca Al Qurān, tidak terbatas dengan zakāt, shalāt sunnah, puasa atau yang lainnya. 

Tetapi segala sesuatu yang ditujukan untuk Allāh dan Allāh cinta dan ridhā dengannya. 

Misalnya: 

√ Seorang wanita menyiapkan minuman untuk suaminya, kemudian dia berdo'a, "S semoga suamiku semakin sehat, semoga suamiku dengan minum teh ini memperoleh kemudahan di dalam pekerjaannya dan badannya selalu dijaga oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

Ini adalah bentuk ikhtiar, maka apa yang dilakukan wanita ini adalah ibadah. 

√ Seorang laki-laki keluar dari rumahnya kemudian berkata: 

بِسْمِ اللَّهِ ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّه

"Dengan menyebut nama Allāh, aku menyerahkan diriku pada Allāh dan tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Allāh saja."

Subhānallāh, perhatikan! 

Seorang wanita ditinggal oleh suaminya dan suaminya pergi lalu berkata: 

بِسْمِ اللَّهِ ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ

Maka berangkatnya seorang suami meninggalkan rumah mendapat pahala, belum bekerja sudah berpahala. 

Kenapa? 

Karena dia meninggalkan rumah dan mengikuti ajaran Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan mengatakan: 

بِسْمِ اللَّهِ ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ

Dia serahkan urusannya hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dan disini adalah bagian daripada ibadah. 

Begitu laki-laki ini bekerja dan dia memperoleh harta. Kemudian harta tersebut dia sedekahkan, dia belanjakan untuk keluarganya, ini juga bagian dari ibadah. 


Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.