Skip to main content

CARA MENGGAPAI MANISNYA KEIMANAN DAN LEZATNYA KETAATAN


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ثلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّار.

"Ada tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seorang hamba maka ia akan meraih manisnya keimanan:

(1) Hendaklah ia jadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain kedua-Nya.

(2) Dan hendaklah ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah.

(3) Dan hendaklah ia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci kalau dirinya dilempar ke dalam api." [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu]

وفي رواية للبخاري: وَحَتَّى أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ.

Dalam riwayat Al-Bukhari: Dan sampai dilempar ke dalam api lebih ia sukai daripada kembali kepada kekafiran, setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut.

🔹 Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

وَمَعْنَى حَلَاوَةِ الْإِيمَانِ اسْتِلْذَاذُ الطَّاعَاتِ وَتَحَمُّلُ الْمَشَاقِّ فِي الدِّينِ وَإِيثَارُ ذَلِكَ عَلَى أَعْرَاضِ الدُّنْيَا

Makna manisnya iman adalah merasa lezat dalam melakukan ketaatan, menahan beban dalam mengamalkan agama dan lebih mendahulukan hal tersebut dari seluruh kenikmatan dunia.” [Fathul Baari, 1/61]

🔹 Al-Imam Ahmad bin Harb rahimahullah berkata,

عَبَدْتُ اللهَ خَمْسِيْنَ سَنَةً فَمَا وَجَدْتُ حَلاَوَةَ العِبَادَةِ حَتَّى تَرَكْتُ ثَلاَثَةَ أَشيَاءٍ تَرَكْتُ رِضَى النَّاسِ حَتَّى قَدِرْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ بِالحَقِّ، وَتَرَكْتُ صُحْبَةَ الفَاسِقِيْنَ حَتَّى وَجَدْتُ صُحْبَةَ الصَّالِحِيْنَ، وَتَرَكْتُ حَلاَوَةَ الدُّنْيَا حَتَّى وَجَدْتُ حَلاَوَةَ الآخِرَةِ.

“Aku beribadah kepada Allah selama 50 tahun, tapi aku tidak mendapatkan manisnya ibadah sampai aku meninggalkan tiga perkara:

(1) Aku tinggalkan mencari ridho manusia hingga aku mampu mengatakan yang benar.

(2) Aku tinggalkan pertemanan dengan para pendosa hingga aku berteman dengan orang-orang shalih.

(3) Aku tinggalkan manisnya dunia hingga aku mendapatkan manisnya akhirat.” [Siyar A’lamin Nubala, 9/99]

BEBERAPA PELAJARAN

1. Cinta kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam adalah ibadah yang sangat agung, dan itu dibuktikan dengan ketaatan kepada Allah ta'ala dengan cara meneladani Rasul-Nya shallallahu'alaihi wa sallam.

2. Cinta karena Allah adalah ikatan iman yang paling kuat, dan maknanya adalah kita mencintai seseorang hendaklah karena ketakwaannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka semakin takwa seseorang hendaklah kita semakin cinta kepadanya.

3. Kewajiban membenci kekafiran dan orang-orang kafir, dan mencintai keimanan dan orang-orang yang beriman.

4. Kewajiban bersabar menghadapi berbagai rintangan dalam beriman dan bertakwa kepada Allah ta’ala.

5. Mengalami penderitaan di dunia sampai kehilangan nyawa dengan cara yang paling berat seperti dibakar, itu lebih baik daripada melakukan dosa kekafiran, lalu mendapatkan azab yang jauh lebih dahsyat di akhirat.

https://chat.whatsapp.com/L51rldBC3wz8rFLHQBOjFi

Silakan dibagikan! Raih pahala dengan membantu menyebarkan kebaikan.

Jazakumullahukhairan wa

Barakallahfikum

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.