Skip to main content

Menggabungkan Puasa Syawal dengan Puasa Senin-kamis

By : Ammi Nur Baits

Assalamulaikum,

Bolehkah menggabungkan niat puasa syawal dengan puasa senin-kamis ? Terima kasih

Kang Bagus

Jawab:

Wa alaikumus salam wa rahmatullah,

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Dilihat dari latar belakang disyariatkannya ibadah, para ulama membagi ibadah menjadi dua,

*Pertama*, ibadah yang maqsudah li dzatiha, artinya keberadaan ibadah merupakan tujuan utama disyariatkannya ibadah tersebut. Sehingga ibadah ini harus ada secara khusus. Semua ibadah wajib, shalat wajib, puasa wajib, dst, masuk jenis pertama ini.

Termasuk juga ibadah yang disyariatkan secara khusus, seperti shalat witir, shalat dhuha, dst.

Termasuk jenis ibadah ini adalah ibadah yang menjadi tabi’ (pengiring) ibadah yang lain. Seperti shalat rawatib. Dan sebagian ulama memasukkan puasa 6 hari bulan syawal termasuk dalam kategori ini.

*Kedua*, kebalikan dari yang pertama, ibadah yang laisa maqsudah li dzatiha, artinya keberadaan ibadah itu bukan merupakan tujuan utama disyariatkannya ibadah tersebut. Tujuan utamanya adalah yang penting amalan itu ada di kesempatan tersebut, apapun bentuknya.

Satu-satunya cara untuk bisa mengetahui apakah ibadah ini termasuk maqsudah li dzatiha ataukah laisa maqsudah li dzatiha, adalah dengan memahami latar belakang dari dalil masing-masing ibadah.

(Liqa’ al-Bab al-Maftuh, Ibnu Utsaimin, volume 19, no. 51).

Kita akan lihat contoh yang diberikan ulama untuk lebih mudah memahaminya.

*Contoh pertama*, shalat tahiyatul masjid.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ، فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ

Apabila kalian masuk masjid, jangan duduk sampai shalat 2 rakaat. (HR. Bukhari 1163)

Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan agar kita shalat 2 rakaat setiap kali masuk masjid sebelum duduk. Artinya, yang penting jangan langsung duduk, tapi shalat dulu. Tidak harus shalat khusus tahyatul masjid. Bisa juga shalat qabliyah atau shalat sunah lainnya. Meskipun boleh saja jika kita shalat khusus tahiyatul masjid.

Dari sini, shalat keberadaan ibadah shalat tahiyatul masjid itu bukan merupakan tujuan utama. Tapi yang penting ada amal, yaitu shalat 2 rakaat ketika masuk masjid. Apapun bentuk shalat itu.

*Contoh kedua*, puasa senin-kamis

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengapa beliau rajib puasa senin kamis, beliau mengatakan,

ذَانِكَ يَوْمَانِ تُعْرَضُ فِيهِمَا الْأَعْمَالُ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Di dua hari ini (senin – kamis), amalan dilaporkan kepada Allah, Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amalku dilaporkan, saya dalam kondisi puasa. (HR. Ahmad 21753, Nasai 2358, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Dalam hadis ini, siapapun yang melakukan puasa di hari senin atau kamis, apapun bentuk puasanya, dia mendapatkan keutamaan sebagaimana hadis di atas. Amalnya dilaporkan kepada Allah, dalam kondisi dia berpuasa. Baik ketika itu dia sedang puasa wajib, atau puasa sunah lainnya. Meskipun boleh saja ketika dia melakukan puasa khusus di hari senin atau kamis.

*Menggabungkan Niat Dua Ibadah*

Para ulama menyebutnya ”at-Tasyrik fin Niyah” atau ”Tadakhul an-Niyah” (menggabungkan niat).

Terdapat kaidah yang diberikan para ulama dalam masalah menggabungkan niat,

إذا اتحد جنس العبادتين وأحدهما مراد لذاته والآخر ليس مرادا لذاته؛ فإن العبادتين تتداخلان

Jika ada dua ibadah yang sejenis, yang satu maqsudah li dzatiha dan satunya laisa maqsudah li dzatiha, maka dua ibadah ini memungkinkan untuk digabungkan. (’Asyru Masail fi Shaum Sitt min Syawal, Dr. Abdul Aziz ar-Rais, hlm. 17).

Dari kaidah di atas, beberapa amal bisa digabungkan niatnya jika terpenuhi 2 syarat,

*Pertama*, amal itu jenisnya sama. Shalat dengan shalat, atau puasa dengan puasa.

*Kedua*, ibadah yang maqsudah li dzatiha tidak boleh lebih dari satu. Karena tidak boleh menggabungkan dua ibadah yang sama-sama maqsudah li dzatiha.

*Menggabungkan Niat Puasa Syawal dengan Senin Kamis*

Dari keterangan di atas, puasa syawal termasuk ibadah maqsudah li dzatiha sementara senin kamis laisa maqsudah li dzatiha.

Sehingga niat keduanya memungkinkan untuk digabungkan. Dan insyaaAllah mendapatkan pahala puasa syawal dan puasa senin kamis.

Dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (Muttafaq ’alaih)

Karena dia menggabungkan kedua niat ibadah itu, mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang dia niatkan.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

https://konsultasisyariah.com/7513-menggabungkan-puasa-syawal-dengan-puasa-senin-kamis.html



Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.