Skip to main content

Keutamaan - Keutamaan Shalat Dhuha


By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc - October 4, 2012 

 Banyak yang belum memahami keutamaan shalat yang satu ini. Ternyata shalat Dhuha bisa senilai dengan sedekah dengan seluruh persendian. Shalat tersebut juga akan memudahkan urusan kita hingga akhir siang. Ditambah lagi shalat tersebut bisa menyamai pahala haji dan umrah yang sempurna. Juga shalat Dhuha termasuk shalat orang-orang yang kembali taat.

 Di antara keutamaan shalat Dhuha adalah:

 Pertama: Mengganti sedekah dengan seluruh persendian

 Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

 يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى

 Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at” (HR. Muslim no.  720).

 Padahal persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan dalam hadits dan dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian. ‘Aisyah pernah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْ بَنِى آدَمَ عَلَى سِتِّينَ وَثَلاَثِمَائَةِ مَفْصِلٍ

 Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan memiliki 360 persendian” (HR. Muslim no. 1007).

 Hadits ini menjadi bukti selalu benarnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun sedekah dengan 360 persendian ini dapat digantikan dengan shalat Dhuha sebagaimana disebutkan pula dalam hadits dari Buraidah, beliau mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 أَبِى بُرَيْدَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « فِى الإِنْسَانِ سِتُّونَ وَثَلاَثُمِائَةِ مَفْصِلٍ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهَا صَدَقَةً ». قَالُوا فَمَنِ الَّذِى يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « النُّخَاعَةُ فِى الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا أَوِ الشَّىْءُ تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَقْدِرْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُ عَنْكَ

 Manusia memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban untuk bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa yang mampu bersedekah dengan seluruh persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Menanam bekas ludah di masjid atau menyingkirkan gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak mampu melakukan seperti itu, maka cukup lakukan shalat Dhuha dua raka’at.” (HR. Ahmad, 5: 354. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirohi)

 Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,  “Hadits dari Abu Dzar adalah dalil yang menunjukkan keutamaan yang sangat besar dari shalat Dhuha dan menunjukkannya kedudukannya yang mulia. Dan shalat Dhuha bisa cukup dengan dua raka’at” (Syarh Muslim, 5: 234).

 Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan,  “Hadits Abu Dzar dan hadits Buraidah menunjukkan keutamaan yang luar biasa dan kedudukan yang mulia dari Shalat Dhuha. Hal ini pula yang menunjukkan semakin disyari’atkannya shalat tersebut. Dua rakaat shalat Dhuha sudah mencukupi sedekah dengan 360 persendian. Jika memang demikian, sudah sepantasnya shalat ini dapat dikerjakan rutin dan terus menerus” (Nailul Author, 3: 77).

Kedua: Akan dicukupi urusan di akhir siang

Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghothofaniy, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ

Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.” (HR. Ahmad (5/286), Abu Daud no. 1289, At Tirmidzi no. 475, Ad Darimi no. 1451 . Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Penulis ‘Aunul Ma’bud –Al ‘Azhim Abadi- menyebutkan, “Hadits ini bisa mengandung pengertian bahwa shalat Dhuha akan menyelematkan pelakunya dari berbagai hal yang membahayakan. Bisa juga dimaksudkan bahwa shalat Dhuha dapat menjaga dirinya dari terjerumus dalam dosa atau ia pun akan dimaafkan jika terjerumus di dalamnya. Atau maknanya bisa lebih luas dari itu.” (‘Aunul Ma’bud, 4: 118)

At Thibiy berkata, “Yaitu  engkau akan diberi kecukupan dalam kesibukan dan urusanmu, serta akan dihilangkan dari hal-hal yang tidak disukai setelah engkau shalat hingga akhir siang. Yang dimaksud, selesaikanlah urusanmu dengan beribadah pada Allah di awal siang (di waktu Dhuha), maka Allah akan mudahkan urusanmu di akhir siang.” (Tuhfatul Ahwadzi, 2: 478).

Ketiga: Mendapat pahala haji dan umrah yang sempurna

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 « مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Al Mubaarakfuri rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At Tirmidzi (3: 158) menjelaskan, “Yang dimaksud ‘kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at’ yaitu setelah matahari terbit. Ath Thibiy berkata, “Yaitu kemudian ia melaksanakan shalat setelah matahari meninggi setinggi tombak, sehingga keluarlah waktu terlarang untuk shalat. Shalat ini disebut pula shalat Isyroq. Shalat tersebut adalah waktu shalat di awal waktu.”

Keempat: Termasuk shalat awwabin (orang yang kembali taat)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 لا يحافظ على صلاة الضحى إلا أواب، وهي صلاة الأوابين

Tidaklah menjaga shalat sunnah Dhuha melainkan awwab (orang yang kembali taat). Inilah shalat awwabin.” (HR. Ibnu Khuzaimah, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 1: 164). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Awwab adalah muthii’ (orang yang taat). Ada pula ulama yang mengatakan bahwa maknanya adalah orang yang kembali taat” (Syarh Shahih Muslim, 6: 30).

Semoga Allah memberikan kita hidayah dan taufik untuk merutinkan shalat yang mulia ini. Wallahu waliyyut taufiq.

https://rumaysho.com/2845-keutamaan-shalat-dhuha.html

Kehalaman Depan 

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...