Skip to main content

Tanda Akhlak Yang Baik

 
Seseorang yang ingin menggapai jalan Illahi bagi jiwanya, memungkinkan baginya bermujahadah untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan keji dan setiap kemaksiatan. Kemudian dia mengira bahwa akhlaknya sudah tertata, lalu merasa cukup dengan usaha tadi. Tentu tidak demikian adanya. Akhlak terpuji merupakan kumpulan sifat-sifat orang-orang yang beriman, sebagaimana yang digambarkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya yang artinya,

 إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (٢)الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣)أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٤)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan pada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rizki (nikmat) yang mulia” (QS. Al-Anfal: 2-4).

Allah Ta’ala berfirman,

 قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١)الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (٣)وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (٤)وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٥)إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (٦)فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (٧)وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (٨)وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (٩)أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (١٠)الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (١١)

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka yang sesngguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Mukminun:1-11).

Dan firman Allah Ta’ala,

 وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا

Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu (adalah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata yang baik “ (QS. Al-Furqan:63).

Sampai akhir ayat ini. Barangsiapa yang kesulitan mengukur dirinya, maka hendaklah dia mengukurnya dengan ayat-ayat ini.

Eksistensi seluruh sifat ini merupakan tanda akhlak yang baik, sedangkan ketiadaannya merupakan tanda akhlak yang buruk. Adapun sebagiannya tanpa sebagian yang lain menunjukkan keberadaan sebagian sifat-sifat itu tanpa yang lain. Maka sibukkanlah dirimu dengan menjaga sifat-sifat tersebut. Sedangkan sifat-sifat yang belum ada, maka harus tetap terus diusahakan.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah menggambarkan orang-orang yang beriman dengan sifat-sifat yang banyak. Beliau mengisyaratkan sifat-sifat ini terhadap akhlak yang baik.

Di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, hadist dari Anas bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda “Demi yang diriku ada di Tangan-Nya, tidaklah seorang hamba itu disebut beriman sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”.

Dari kedua kitab shahih tersebut, dari hadits Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah dia menghormati tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah dia tidak menyakiti tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah mengatakan yang baik atau hendaklah dia diam saja”.

Dalam hadits lain: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Trimidzi, dan Al-Hakim).

Diantara akhlak-akhlak yang baik lainnya adalah sabar menghadapi gangguan. Di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan bahwa seorang Arab Badui menarik mantel Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hingga pinggiran mantel itu menimbulkan bekas di pundak beliau, kemudian orang itu berkata: “Hai Muhammad, serahkanlah kepadaku dari harta Allah yang ada padamu!” Beliau menengok ke arah orang itu sambil tersenyum, lalu beliau memerintahkan agar permintaan orang tersebut dipenuhi” (HR. Bukhari dan Muslim).

Jika kaumnya menyiksa beliau, maka beliau berdo’a : “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Jika Uwais al-Qarni dilempari batu oleh anak-anak kecil, maka dia berkata : “Wahai saudara-saudaraku, jika memang tidak ada pilihan yang lain, maka bolehlah kalian melempari aku, tetapi dengan batu yang lebih kecil, agar betisku tidak berdarah sehingga menghalangiku untuk melaksanakan shalat”.

Adalah Ibrahim bin Ardham keluar ke tengah lembah. Disana, dia berjumpa dengan seorang prajurit perang. Kemudian dia bertanya :” Dimanakah tempat yang baik?” Maka Ibrahim menunjuk ke arah kuburan. Tentara itu langsung memukul Ibrahim karena geram. Namun, ketika ada seseorang yang memberi tahu bahwa orang yang dipukulnya itu adalah Ibrahim bin Adham, maka tentara tersebut memeluk tangan dan kaki Ibrahim, karena menyesali perbuatannya. Ibrahim berkata: “Ketika kepalaku dipukul, aku memohon surga kepada Allah untuk orang ini. Aku tahu bahwa aku diberi pahala karena pukulannya. Aku tidak ingin mendapatkan kebaikan karena orang itu, sedangkan dia mendapatkan akibat yang buruk dariku”.

Itulah ilustrasi jiwa-jiwa yang rendah hati karena latihan. Akhlak mereka menjadi baik dan batinnya tidak terkecoh. Walhasil, lahirlah keridhaan terhadap takdir. Barangsiapa yang tidak menemukan sifat-sifat ini pada dirinya seperti yang mereka miliki, maka dia harus terus-menerus berlatih, agar dia bisa mencapainya.

Diambil dari Buku Menggapai Kebahagiaan Hidup Dunia dan Akhirat (Terjemahan Minhajul Qashidin) karya Ibnu Qudamah al-Maqdisy dengan sedikit pengeditan dari redaksi.

https://muslimah.or.id/5407-tanda-akhlak-yang-baik.html

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.