Skip to main content

MELURUSKAN MAKNA WALI ALLAH DAN MENGENAL WALI SYAITON

Bismillaah

Di masyarakat, wali adalah gelar yang memiliki prestise tinggi. Orang yang dianggap sudah mencapai derajat wali, segala tindakan dan ucapannya bak titah raja, harus diterima dan dilaksanakan meski tak jarang melanggar syariat. Mestinya keadaan ini tidak terjadi bila masyarakat paham bahwa tidak semua orang yang dianggap sebagai wali adalah wali Allah ‘azza wa jalla.

Adalah perkara yang lumrah bila kita mendengar kata-kata wali Allah ‘azza wa jalla. Di sisi lain, terkadang menjadi sesuatu yang asing bila disebut kata wali setan. Itulah yang sering kita jumpai di antara kaum muslimin. Bahkan sering menjadi sesuatu yang aneh bagi mereka kalau mendengar kata wali setan. Fakta ini menggambarkan betapa jauhnya persepsi saudara kita kaum muslimin dari pemahaman yang benar tentang hakikat wali Allah ‘azza wa jalla dan lawannya, wali setan.

Dalam gambaran kebanyakan orang, wali Allah ‘azza wa jalla adalah setiap orang yang bisa mengeluarkan keanehan dan mempertontonkannya sesuai permintaan. Selain itu, ia juga termasuk orang yang suka mengerjakan shalat lima waktu atau terlihat memiliki ilmu agama. Bagi siapa yang memiliki ciri-ciri tersebut, maka akan mudah baginya untuk menyandang gelar wali Allah ‘azza wa jalla sekalipun dia melakukan kesyirikan dan kebid’ahan.

Pembahasan singkat ini akan mengajak pembaca mengetahui hakikat wali Allah ‘azza wa jalla dan juga menjelaskan bahwa di samping wali Allah ‘azza wa jalla ada wali setan. Sekaligus, tulisan ini membantah serta membimbing dua kelompok manusia dan selain mereka—akan disebut di bawah ini—, untuk kemudian menumbuhkan keyakinan agar mereka kembali beriman dan bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, insya Allah.

Pertama, sebagai bantahan terhadap dua kelompok yang telah keluar dari pemahaman yang benar tentang hakikat wali Allah ‘azza wa jalla. Dua kelompok itu adalah sebagai berikut.

Ahli tafrith, yaitu orang-orang yang menganggap enteng serta meremehkan orang yang beriman dan bertakwa. Kedudukan wali Allah ‘azza wa jalla di hadapan ahli tafrith tidak jauh beda dengan pelaku maksiat, kesyirikan, dan kebid’ahan. Padahal Allah ‘azza wa jalla menyatakan :

*أَفَنَجۡعَلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ كَٱلۡمُجۡرِمِينَ ٣٥*

“Apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa?”

[QS. al-Qalam : 35]


*أَمۡ نَجۡعَلُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ كَٱلۡمُفۡسِدِينَ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَمۡ نَجۡعَلُ ٱلۡمُتَّقِينَ كَٱلۡفُجَّارِ ٢٨*


“Patutkah Kami menjadikan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi ? Patutkah pula Kami menjadikan orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat ?”

[QS. Shad : 28]


Ahli Ifrath, yaitu orang-orang yang berlebihan (ghuluw) dalam menyikapi wali Allah ‘azza wa jalla, termasuk juga orang-orang yang mengultuskan wali Allah ‘azza wa jalla tersebut sehingga mengangkatnya ke derajat ilah (sesembahan). Diserahkan kepadanya beraneka ragam peribadatan seperti cinta, takut, pengagungan, harapan, doa, penyembelihan, dan sebagainya.

Kedua, membimbing orang-orang yang keliru dalam memberikan pangkat kewalian kepada orang yang tidak pantas mendapatkannya. Padahal gelar yang pantas diberikan kepadanya adalah wali setan. Jumlah yang seperti ini di masyarakat sangatlah banyak.

Ketiga, memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa bahwa selama dia berada di atas iman dan takwa maka dia tetap dalam kewalian Allah ‘azza wa jalla. Walaupun derajat kewalian itu berbeda-beda pada tiap orang tergantung tinggi rendah iman dan takwanya.

Definisi Wali

Kata “wali” bila ditinjau dari segi bahasa berasal dari kata “al-wilayah” yang artinya adalah kekuasaan dan daerah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Sikkit rahimahullah. Atau terambil dari kata “al-walayah” yang berarti pertolongan.

Menurut syariat, wali (wilayah, walayah) artinya kedudukan yang tinggi di dalam agama yang tidak akan dicapai kecuali oleh orang-orang yang melaksanakan tuntunan agama baik secara lahir maupun batin.

Dari sini, wilayah (kewalian) memiliki dua sisi pandang:

Sisi yang terkait dengan hamba, yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan, kemudian secara bertahap dia meningkatkan ubudiyahnya kepada Allah ‘azza wa jalla dengan amalan-amalan sunnah.

Sisi yang terkait dengan Allah ‘azza wa jalla, yaitu Allah ‘azza wa jalla akan mencintainya, menolongnya, dan mengokohkannya di atas sikap istiqamah. (Madkhal Syarh Ushul I’tiqad, 9/7)

Siapakah Wali Allah ‘azza wa jalla?

Al-Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Wali Allah ‘azza wa jalla adalah orang yang memiliki sifat seperti yang telah disebutkan Allah ‘azza wa jalla yaitu beriman dan bertakwa.”

(Tafsir ath-Thabari, 11/132)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Wali-wali-Nya adalah mereka yang beriman dan bertakwa sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah ‘azza wa jalla tentang mereka sehingga setiap orang yang bertakwa adalah wali-Nya.”

(Tafsir Ibnu Katsir, 2/422)

Al-Baidhawi rahimahullah berkata, “Wali Allah ‘azza wa jalla adalah orang-orang yang mewujudkan ketaatan kepada Allah ‘azza wa jalla dan orang-orang yang diberikan segala bentuk karamah.”

(Tafsir al-Baidhawi, hlm. 282)

Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan, “Wali Allah ‘azza wa jalla adalah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla dengan berbagai amalan yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya.”

(Jami’ al-‘Ulum wal Hikam, hlm. 262)

Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullah berkata, “Wali Allah ‘azza wa jalla adalah orang yang selalu melaksanakan segala yang dicintai Allah ‘azza wa jalla dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan segala perkara yang diridhai-Nya.”

(Syarah al-‘Aqidah ath-Thahawiyyah, hlm. 360)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Wali Allah ‘azza wa jalla adalah orang yang berilmu tentang Allah ‘azza wa jalla dan terus-menerus di atas ketaatan kepada-Nya dengan mengikhlaskan peribadatan.”

(Fathul Bari, 11/342)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Wali Allah ‘azza wa jalla adalah orang yang beriman dan bertakwa.” Dalam kesempatan lain, beliau berkata, “Mereka adalah orang-orang yang beriman dan ber-wala’ (loyal) kepada Allah ‘azza wa jalla. Mereka mencintai segala yang dicintai-Nya, membenci segala yang dibenci-Nya, ridha terhadap segala yang diridhai-Nya, murka terhadap segala yang dimurkai-Nya, memerintahkan kepada segala yang diperintahkan-Nya, mencegah segala yang dicegah-Nya, memberi kepada orang yang Dia cintai untuk diberi, dan tidak memberi kepada siapa yang Dia larang untuk diberi.”

(al-Furqan dalam kitab Majmu’atut Tauhid, hlm. 329)

Asy-Syaikh Hafizh Ibnu Ahmad al-Hakami rahimahullah mengatakan, “Wali Allah ‘azza wa jalla adalah setiap orang yang beriman kepada Allah ‘azza wa jalla, bertakwa kepada-Nya, dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

(A’lamus Sunnah al-Mansyurah, hlm. 192)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Wali Allah ‘azza wa jalla adalah orang-orang yang telah dijelaskan dalam firman-Nya (Yunus: 62—63).” Beliau menukilkan ucapan Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Barang siapa yang beriman dan bertakwa, dia adalah wali Allah ‘azza wa jalla.”

(Syarah al-‘Aqidah al-Wasithiyyah hlm. 626)

Dari beberapa ucapan ulama di atas, sangat jelas bagi kita siapa yang dimaksud dengan wali Allah ‘azza wa jalla. Semua ucapan ulama tersebut tidak saling bertentangan walaupun ungkapannya berbeda-beda. Semua pendapat mereka bermuara pada firman Allah ‘azza wa jalla :

*أَلَآ إِنَّ أَوۡلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٦٢ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ ٦٣*

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” [QS. Yunus : 62—63] [al-Furqan dalam kitab Majmu’atut Tauhid hlm. 339]

Siapakah Wali Setan ?

Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata, “Wali setan adalah orang-orang yang menyelisihi Allah ‘azza wa jalla dan orang-orang yang tidak mematuhi anjuran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka adalah ahli bid’ah, berdoa kepada selain Allah ‘azza wa jalla, mengingkari kemahatinggian Allah ‘azza wa jalla di atas ‘Arsy-Nya, memukul tubuh mereka dengan besi, memakan api, serta (perbuatan) lainnya dari amalan-amalan orang Majusi dan setan.”

(al-‘Aqidah al-Islamiyah, hlm. 36)

Allah ‘azza wa jalla telah menjelaskan dalam Al-Qur’an pada banyak ayat tentang ciri-ciri dan sifat mereka serta apa yang diperbuat oleh tentara-tentaranya.

Dalil-Dalil Adanya Wali Setan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah membawakan dalil yang banyak tentng keberadaan wali setan di dalam kitab beliau al-Furqan Baina Auliya ar-Rahman wa Auliya asy-Syaithan, sebagaimana beliau juga membawakan dalil tentang wali Allah ‘azza wa jalla, ciri-ciri mereka, dan karamah yang Allah ‘azza wa jalla berikan kepada mereka.

Allah ‘azza wa jalla berfirman :

*ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱلطَّٰغُوتِ فَقَٰتِلُوٓاْ أَوۡلِيَآءَ ٱلشَّيۡطَٰنِۖ إِنَّ كَيۡدَ ٱلشَّيۡطَٰنِ كَانَ ضَعِيفًا ٧٦*

“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut. Karena itu, perangilah wali-wali setan karena sesungguhnya tipu daya setan lemah.”

[QS. An-Nisa’ : 76]

“Barang siapa menjadikan setan sebagai wali (pelindung) selain Allah, maka ia menderita kerugian yang nyata.”

[QS. An-Nisa’ : 119]

*إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ يُخَوِّفُ أَوۡلِيَآءَهُۥ فَلَا تَخَافُوهُمۡ وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ١٧٥*

“Sesungguhnya mereka tidak lain adalah setan yang menakut-nakuti wali-walinya (kawan-kawannya), karena itu janganlah kalian takut kepada mereka jika kalian benar-benar orang yang beriman.”

[QS. Ali ‘Imran : 175]

*إِنَّا جَعَلۡنَا ٱلشَّيَٰطِينَ أَوۡلِيَآءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ ٢٧*

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.”

[QS. al-A’raf : 27]

Masih banyak lagi nash yang menjelaskan keberadaan wali setan di tengah-tengah orang yang beriman. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Barang siapa mengaku mencintai Allah ‘azza wa jalla dan ber-wala’ kepada-Nya namun tidak mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia bukan wali Allah ‘azza wa jalla. Bahkan barang siapa yang menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia adalah musuh Allah ‘azza wa jalla dan wali setan.”

Kemudian beliau berkata, “Walaupun kebanyakan orang menyangka mereka atau selain mereka adalah wali Allah ‘azza wa jalla. (Namun) mereka bukanlah wali Allah ‘azza wa jalla.”

(al-Furqan dalam kitab Majmu’atut Tauhid, hlm. 331)

Wallahu a’lam.

Ditulis oleh : al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah an-Nawawi

Artikel : AsySyariah.com

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.