Skip to main content

Hadits Palsu Tentang Adanya Bid’ah Hasanah (Yang Baik)

Oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A.

http://manisnyaiman.com/

رُوِيَ عن أنس بن مالك  t قال: قال رسول الله ﷺ: ((ما استحسنوا فهو عند الله حسن وما استقبحوا فهو عند الله قبيح)) حديث موضوع رواه الخطيب البغدادي وابن الجوزي.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka itu baik di sisi Allah dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka itu buruk di sisi Allah”.

Hadist ini dikeluarkan oleh Imam al-Khathib al-Bagdadi رحمه الله dalam “Tarikh Bagdad” (4/165) dan dari jalurnya oleh Imam Ibnul Jauzi dalam kitab “al-Waahiyaat” (no. 452) dari jalur Sulaiman bin ‘Amr Abu Dawud an-Nakha’i, dari Aban bin Abi Ayyasy dan Humaid ath-Thawil, dari Anas bin Malik, dari Rasulullah ﷺ.

Hadits ini adalah hadits palsu, dalam sanadnya ada rawi yang bernama Sulaiman bin ‘Amr Abu Dawud an-Nakha’i, dia adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits. Imam Ahmad رحمه الله berkata tentangnya: “Dia selalu memalsukan hadits”. Imam Yahya bin Ma’in رحمه الله berkata: “Dia adalah orang yang paling pendusta”. Imam al-Bukhari رحمه الله berkata: “Dia ditinggalkan (riwayat haditsnya karena kelemahannya yang fatal), Imam Qutaibah dan Ishaq menilainya sebagai pendusta”[1].

Imam Ibnul Jauzi رحمه الله menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, beliau berkata: “Hadits ini hanya diriwayatkan oleh (Abu Dawud) an-Nakha’i, (Imam) Ahmad bin Hambal رحمه الله berkata (tentangnya): Dia selalu memalsukan hadits”.

Imam Ibnu ‘Abdil Hadi رحمه الله berkata: “Hadits ini diriwayatkan secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah ﷺ) dari Anas bin Malik dengan sanad yang gugur (palsu)”[2].

Imam Ibnu Qayyimil Jauziyyah رحمه الله berkata: “Ini bukanlah termasuk sabda Rasulullah ﷺ, yang menilainya sebagai sabda beliau ﷺ hanyalah orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang hadits Rasulullah ﷺ”[3].

Hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani رحمه الله [4].

Derajat hadits ini yang palsu menjadikannya sama sekali tidak bisa dijadikan sandaran dan argumentasi untuk menetapkan adanya bid’ah yang baik dalam agama Islam, hanya dengan alasan pandangan sebagian kaum muslimin yang menganggap baik suatu perbuatan, meskipun tidak ada dalil dari al-Qur’an atau hadist shahih yang menetapkannya. Karena di samping derajat hadits ini palsu sehingga dipastikan bukan termasuk sabda Rasulullah ﷺ, isinya juga sangat berseberangan dengan banyak hadits yang kuat dan shahih. Misalnya sabda Rasulullah ﷺ: “Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (bid’ah) dan semua bid’ah adalah sesat”[5].

Syaikh al-Albani berkata: “Sungguh termasuk keanehan di dunia ini adanya beberapa orang yang berargumentasi dengan hadits ini (untuk menetapkan) adanya bid’ah yang baik dalam agama Islam dan dasar penetapan baiknya bid’ah tersebut adalah kebiasan kaum muslimin dalam mengerjakan perbuatan tersebut. Tatkala masalah ini dibicarakan (dikritik), mereka langsung berargumentasi dengan hadits (palsu) ini”[6].

 Memang ada atsar (riwayat) dari ucapan shahabat yang mulia, ‘Abdullah bin Mas’ud yang maknanya sama dengan hadits di atas. Atsar dikeluarkan oleh Imam Ahmad (1/379), ath-Thabrani dalam “al-Mu’jam al-kabir” (9/112), al-Hakim (3/83) dan lain-lain.

Atsar ini dinyatakan dinyatakan shahih dari ucapan ‘Abdullah bin Mas’ud oleh Imam al-Hakim dan disepakati oleh Imam ad-Dzahabi. Juga dinyatakan kuat oleh Imam Ibnul Jauzi, Ibnu ‘Abdil Hadi dan Ibnul Qayyim dalam kitab-kitab mereka di atas.

Akan tetapi, ucapan Ibnu Mas’ud ini maksudnya untuk menetapkan kesepakatan para Shahabat t dalam memilih Abu bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah sepeninggal Rasulullah ﷺ, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Imam al-Hakim di kitab “al-Mustadrak” (3/83). Lafazh ucapan Ibnu Mas’ud tersebut adalah sebagai berikut: “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka itu baik di sisi Allah dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka itu buruk di sisi Allah, sungguh para Shahabat seluruhnya memandang untuk menjadikan Abu Bakar t sebagai khalifah (sepeninggal Rasulullah ﷺ)”.

Maka yang dimaksud dengan ‘kaum muslimin’ dalam ucapan Ibnu Mas’ud ini adalah para Shahabat sebagai generasi terbaik umat ini, yaitu kesepakatan mereka dalam perkara agama.

Jadi bukanlah maksudnya pandangan kaum muslimin secara umum, apalagi hanya segelintir di antara mereka, tanpa membedakan orang yang berlmu dan tidak berilmu[7].

Oleh karena itu, para ulama Ahlus sunnah berdalil dengan atsar ini untuk menetapkan kesepakatan para Shahabat tentang kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq. Di antara para ulama tersebut adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam “Minhajus sunnah” (2/78), Imam Ibnul Qayyim رحمه الله dalam “I’lamul muwaqqi’in” (4/138) dan Imam Ibnu Katsir dalam “al-Bidayah wan nihayah” (10/328).

  وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 28 Dzulhijjah 1439 H

Abdullah bin Taslim al-Buthoni

• [1] Semua dinukil oleh Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab “Lisanul mizan” (3/97).

• [2] Dinukil oleh Imam al-‘Ajluni dalam “Kasyful khafaa’” (2/188).

• [3] Kitab “al-Furusiyyah” (hlmn 298).

• [4] Kitab “Silsilatul ahaa-diitsidh dha’iifati wal maudhuu’ah” (no. 532).

• [5] HSR Muslim (no. 867).

• [6] Kitab “Silsilatul ahaa-diitsidh dha’iifati wal maudhuu’ah” (2/17).

• [7] Lihat penjelasan Syaikh al-Albani dalam kitab “Silsilatul ahaa-diitsidh dha’iifati wal maudhuu’ah” (no. 532).

Sumber::

http://manisnyaiman.com/hadits-palsu-tentang-adanya-bidah-hasanah-yang-baik/#more-1727

Update Kajian Sunnah, Kajian Islam, Kajian Islam Terbaru,Update Kajian,Update sunnah, info Islam,Info Kajian Islam, News Islam, Berita Islam, Kabar Islam, Belajar Islam, Manhaj Salaf, Tauhid, go Tauhid,Griya Kajian Sunnah


Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...