Skip to main content

Mati Su'ul Khotimah

 
Ⓜ️edia Sunnah Nabi

⚠️MATI SU'UL KHOTIMAH

Oleh :
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Setiap orang pasti menginginkan berada pada akhir kehidupan yang baik (husnul khotimah), bukan pada yang buruk (su’ul khotimah). Namun sudah sering kita saksikan ada beberapa orang yang mati dengan sangat tragis, sangat mengerikan yang mungkin kita belum pernah melihat sebelumnya. Su’ul khotimah inilah yang patut kita waspadai dan berusaha untuk tidak berada di ujung kehidupan semacam itu.

Saudaraku, perlu kiranya engkau tahu bahwa su’ul khotimah (mati dalam keadaan buruk) memiliki sebab yang seharusnya setiap orang menjauhinya. Sebab utama adalah karena berpaling dari agama Allah. Hal ini dapat berupa berpaling dari istiqomah, lemahnya iman, rusaknya i’tiqod (keyakinan), dan terus menerus dalam maksiat.

*_Beberapa Kisah Akhir Hidup yang Begitu Jelek_*
Ada suatu kisah yang menunjukkan seseorang yang terlalu sibuk dengan dunia sehingga lupa akan akhirat. Lihatlah bagaimanakah akhir hidupnya.

Ia seorang pedagang kain yang biasa menjual kain. Tatkala sakratul maut ia bukan menyebut kalimat yang mulia “laa ilaha illallah”, namun yang ia sebut adalah, “Ini kain baru, ini kain baru. Ini pas untukmu. Kain ini amat murah.” Akhirnya ia pun mati setelah mengucapkan kalimat semacam itu. Padahal kalimat terbaik yang diucapkan saat sakratul maut adalah kalimat laa ilaha illallah.

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ

Barang siapa yang akhir perkataannya adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk surga.” (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 1621)

Ada juga orang yang kesehariannya sibuk bermain catur. Ketika sakratul maut, ia diperintahkan untuk menyebut kalimat “laa ilaha illallah.Namun apa yang ia katakan kala maut menjemput? Ia malah mengucapkan, “Skak!” Lalu ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Mati bukan menyebut kalimat tahlil, namun menyebut kata skak”. Wallahul musta’an.

Ada pula orang yang kesehariannya biasa menegak arak (khomr). Ketika maut menjemput, ia ingin ditalqinkan (dituntun baca kalimat tahlil, laa ilaha illallah). Namun apa yang ia ucapkan? Ia malah berkata saat sakratul maut, Mari tuangkan arak untukku, minumlah!” Lantas ia pun mati dalam keadaan seperti itu. Laa haula quwwata illa billah ‘aliyyil ‘azhim.[1]

*_Pengaruh Teman Bergaul yang Buruk Semasa Hidup_*
Ulama tabi’in, Mujahid rahimahullah berkata, Barangsiapa mati, maka akan datang di hadapan dirinya orang yang satu majelis (setipe) dengannya. Jika ia biasa duduk di majelis orang yang selalu menghabiskan waktu dalam kesia-siaan, maka itulah yang akan menjadi teman dia tatkala sakratul maut. Sebaliknya jika di kehidupannya ia selalu duduk bersama ahli dzikir (yang senantiasa mengingat Allah), maka itulah yang menjadi teman yang akan menemaninya saat sakratul maut.”[2]

Bukti dari perkataan Mujahid di atas terdapat pada kisah Abu Tholib berikut ini.

لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِى أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – لأَبِى طَالِبٍ « يَا عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ » . فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِى أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ ، أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ ، وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ ، حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ

Ketika menjelang wafatnya Abu Tholib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya dan ternyata sudah ada Abu Jahal bin Hisyam dan ‘Abdullah bin Abu Umayyah bin Al Mughirah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, kepada Abu Tholib, Wahai pamanku katakanlah laa ilaaha illallah, suatu kalimat yang dengannya aku akan menjadi saksi atasmu di sisi Allah.Maka berkata, Abu Jahal dan ‘Abdullah bin Abu Umayyah, “Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan meninggalkan agama ‘Abdul Muthalib?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menawarkan kalimat syahadat kepada Abu Tholib dan bersamaan itu pula kedua orang itu mengulang pertanyaannya yang berujung Abu Tholib pada akhir ucapannya tetap mengikuti agama ‘Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.”(HR. Bukhari no. 1360 dan Muslim no. 24)

*_Akibat Maksiat dan Godaan Syaithon_*
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, Sesungguhnya dosa, maksiat dan syahwat adalah sebab yang dapat menggelincirkan manusia saat kematiaanya, ditambah lagi dengan godaan syaithon. Jika maksiat dan godaan syaithon terkumpul, ditambah lagi dengan lemahnya iman, maka sungguh amat mudah berada dalam su’ul khotimah (akhir hidup yang jelek).”[3]

*_Agar Selamat dari Su’ul Khotimah_*
Ibnu Katsir rahimahullah kembali melanjutkan penjelasannya :

Su’ul khotimah (akhir hidup yang jelek) semoga Allah melindungi kita darinya tidaklah terjadi pada orang yang secara lahir dan batin itu baik dalam bermuamalah dengan Allah. Begitu pula tidak akan terjadi pada orang yang benar perkataan dan perbuatannya. Keadaan semacam ini tidak pernah didengar bahwa orangnya mati dalam keadaan su’ul khotimah sebagaimana kata ‘Abdul Haq Al Isybili. Su’ul khotimah akan mudah terjadi pada orang yang rusak batinnya dilihat dari i’tiqod (keyakinannya) dan rusak lahiriahnya yaitu pada amalnnya. Su’ul khotimah lebih mudah terjadi pada orang yang terus menerus dalam dosa besar dan lebih menyukai maksiat. Akhirnya ia terus menerus dalam keadaan berlumuran dosa semacam tadi sampai maut menjemput sebelum ia bertaubat.”[4]

Jika telah mengetahui hal ini dan tidak ingin kehidupan kita berakhir buruk sebagaimana kisah-kisah yang telah kami utarakan di atas, maka sudah sepantasnya kita menyegerakan taubat terhadap semua dosa yang kita perbuat, baik itu dosa kesyirikan, bid’ah, dosa besar dan maksiat. Begitu pula segeralah kita kembali taat pada Allah dengan mengawali segalanya dengan ilmu. Kita tidak tahu kapan nyawa kita diambil. Entah besok, entah lusa, entah minggu depan, boleh jadi lebih cepat dari yang kita kira. Yang tua dan muda sama saja, tidak ada yang tahu bahwa ia akan berumur panjang. Selagi masih diberi kesempatan, selagi masih diberi nafas, teruslah bertaubat dan kembali taat pada-Nya. Lakukan kewajiban, sempurnakan dengan amalan sunnah. Jauhi maksiat dan berbagai hal yang makruh. Jangan sia-siakan waktu, teruslah isi dengan kebaikan.

Moga Allah mematikan kita dalam keadaan husnul khotimah dan menjauhkan kita dari akhir hidup yang jelek, su’ul khotimah. Amin Yaa Mujibas Saailin.

By: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

www.rumaysho.com

📕📖.......................✍🏻

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...