Skip to main content

Sejarah Kesyirikan

https://bekalislam.firanda.com/5996-sejarah-kesyirikan.html

Asal kesyirikan disebabkan pengkultusan terhadap orang-orang saleh

Untuk membuktikan bahwasanya asal kesyirikan adalah karena pengkultusan terhadap orang-orang saleh, maka kita bisa melihat perbandingan antara kesyirikan terdahulu dan di zaman sekarang.

1. Kesyirikan terdahulu

Ada beberapa contoh penyembahan terhadap orang-orang saleh terdahulu di antaranya:

1.1. Sidharta Gautama

Jika kita membaca literatur-literatur yang ada, maka kita tentu tidak akan menemukan bahwasanya Sidharta Gautama mengaku sebagai Tuhan, tidak! Sidharta Gautama hanyalah seorang yang tidak setuju dengan kasta-kasta yang tersebar di agama Hindu. Sebab ketidaksepakatannya tersebut, akhirnya Sidharta Gautama meninggalkan perkara dunia dan mengasingkan diri, hingga akhirnya ia menyucikan dirinya hingga pada akhirnya ia sampai pada derajat yang orang-orang menyebutnya derajat nirwana.

Ketika ia masih hidup, ia tidak pernah menciptakan makhluk. Ia hanyalah orang bijak yang menyampaikan pendapat-pendapatnya, dan ia juga orang baik lagi berakhlak. Akan tetapi, ketika dia telah meninggal dunia, orang-orang kemudian mulai mengkultuskannya hingga menyembahnya sampai saat ini (dalam bentuk patung).

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_agama_Buddha

1.2. Konghucu

Konghucu atau Konfusius juga asalnya hanyalah manusia biasa yang bijak dan terkenal sebagai filsuf Tiongkok. Namun, karena orang-orang bersikap berlebihan kepadanya, hingga akhirnya mereka pun menyembah konghucu (dalam bentuk patung).

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_agama_dan_Kepercayaan_Tionghoa

1.3. Uzair

Uzair dikultuskan secara berlebihan oleh kaum Yahudi.
Allah ﷻ berfirman,

﴿وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ﴾

“Orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair itu putra Allah’.” (QS. At-Taubah: 30)

Disembah atau tidaknya Uzair oleh orang-orang Yahudi, tetap saja mereka telah berlebih-lebihan terhadap Uzair, karena perkataan mereka tersebut sudah seperti mengangkat Uzair kepada derajat Tuhan, padahal kita sama-sama paham bahwasanya hal tersebut tidaklah diperbolehkan.

https://almanhaj.or.id/5807-siapakah-uzair-yang-dijuluki-anak-allah.html

https://bekalislam.firanda.com/3740-khutbah-jumat-anak-tuhan.html

1.4. Nabi Isa ‘alaihissalam dan Maryam

Nabi Isa ‘alaihissalam beserta ibunya Maryam dikultuskan berlebih-lebihan oleh orang-orang Nasrani. Oleh karenanya, ketika pada hari kiamat kelak, Allah ﷻ akan kumpulkan Nabi Isa ‘alaihissalam bersama pengikutnya dan berfirman kepada mereka,

﴿وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَاعِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِن دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِن كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ﴾

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, ‘Wahai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’ Isa menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib’.” (QS. Al-Maidah: 116)

Nabi Isa ‘alaihissalam dan Maryam hanyalah manusia biasa. Bahkan, Allah ﷻ memberikan bantahan telak bagi orang-orang Nasrani hanya dengan memberikan perumpamaan,

﴿مَّا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ انظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الْآيَاتِ ثُمَّ انظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ﴾

“Isa putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan.” (QS. Al-Maidah: 75)

Ayat ini jelas menggambarkan bahwasanya Nabi Isa ‘alaihissalam dan Maryam makan, sedangkan kita tahu bahwa makan karena lapar adalah sifat manusia. Adapun Tuhan tidak makan, sebagaimana firman Allah ﷻ dalam ayat yang lain,


﴿قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلَا يُطْعَمُ﴾

“Katakanlah, ‘Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’.” (QS. Al-An’am: 14)

Intinya, Nabi Isa ‘alaihissalam dikultuskan oleh orang-orang Nasrani sampai pada derajat Tuhan ketika ia telah diangkat oleh Allah ﷻ, dan Maryam pun juga dikultuskan oleh sebagian orang-orang Nasrani sepeninggalnya.

1.5. Rahib-rahib dan para pendeta

Allah ﷻ telah berfirman,

﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَّا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.” (QS. At-Taubah: 31)

Di antara sikap berlebihan orang-orang Nasrani terhadap para pendeta dan rahib-rahib adalah dalam masalah penghalalan dan pengharaman suatu perkara. Mereka mungkin tidak menganggap rahib-rahib dan pendeta sebagai anak Tuhan, akan tetapi mereka tunduk pada apa yang dikatakan oleh para rahib-rahib dan pendeta mereka. Oleh karenanya, ketika ayat ini turun, Adi bin Hatim berkata kepada Nabi Muhammad ﷺ bahwasanya mereka tidak menyembah rahib-rahib dan pendeta. Maka Rasulullah ﷺ mengatakan,

أَلَيْسَ يُحَرِّمُوْنَ مَا أَحَلَّ اللهُ فَتُحَرِّمُوْنَهُ، وَيحِلُّونَ مَا حَرَّمَ اللهُ فَتُحِلُّونَهُ؟ قال: قُلْتُ: بَلَى، قَالَ: فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ

“Bukankah mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan lalu kalian ikut mengharamkannya? Dan bukankah mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan lalu kalian menghalalkannya?” Adi bin Hatim menjawab: ‘Benar’. Maka Rasulullah bersabda, ‘Yang demikian itulah kalian beribadah kepadanya’." ([7])

1.6. Latta, Uzza

Allah ﷻ berfirman tentang Latta,

﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى، وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى﴾

“Maka apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap Latta dan Uzza,  dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?” (QS. An-Najm: 19-20)

Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata tentang Latta,

كَانَ رَجُلًا يَلِتُّ السَّوِيْقَ لِلْحَاجِّ; فَلَمَّا مَاتَ عَكْفُوْا عَلَى قَبْرِهِ فَعْبُدُوهُ

“Latta adalah seseorang yang suka membagi makanan kepada jemaah haji. Ketika ia telah meninggal dunia, maka orang-orang membangun patung di atas kuburannya, hingga orang-orang menyembahnya." ([8])

2. Kesyirikan di zaman sekarang

Kesyirikan dan sebab-sebab munculnya  di zaman sekarang pun tidak jauh berbeda dari kesyirikan dan sebab-sebab terjadinya di zaman dahulu, yaitu sama-sama disebabkan karena pengkultusan terhadap orang-orang saleh. Di antara contohnya sebagai berikut:

2.1. Pengkultusan Ali bin Abi Thalib dan Husain radhiallahu ‘anhuma

pengkultusan Ali bin Abi Thalib dan Husain radhiallahu ‘anhuma dilakukan oleh orang-orang Syiah rafidhah. Telah sering didapati orang-orang Syiah ketika di Ka’bah, mereka mengatakan “Labbaik ya Husain”.

Demikian pula digambarkan tatkala seorang Syiah sedang dalam kondisi sulit di dalam pesawat, ia pun berdoa dengan mengatakan “Ya Ali ya Ali”, ia tidak berdoa kepada Allah ﷻ.

2.2. Pengkultusan terhadap wali-wali yang sudah meninggal dunia

Di antara kaidah yang disebutkan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam kitabnya Qawa’id al-Arba’ adalah sebagian orang musyrikin zaman sekarang lebih parah daripada kaum musyrikin di zaman Nabi Muhammad ﷺ. ([9]) Mengapa demikian? Karena orang-orang musyrikin dahulu ketika dalam kondisi genting, mereka meminta kepada Allah ﷻ, sebagaimana firman Allah ﷻ,

﴿فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ﴾

“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. Al-‘Ankabut: 65)


Lihat pula Abu Jahal, dia berdoa kepada Allah ﷻ di saat genting, yaitu ketika perang Badar, dia berdoa,

اللَّهُمَّ أَيُّنَا كَانَ أَقْطَعَ لِلرَّحِمِ، وَآتَانَا بِمَا لَا نَعْرِفُ، فَاحْنِهِ الْغَدَاةَ

“Ya Allah, siapa di antara kami (Muhammad atau saya) yang memutuskan silaturahmi, dan membawa sesuatu yang kami tidak ketahui, binasakanlah dia hari ini." ([10])

Adapun orang-orang di zaman sekarang, mereka justru melakukan kesyirikan dalam kondisi genting.

Ada empat ulama berbeda dan dari negeri yang berbeda-beda pula menyebutkan hal ini.

Pertama: Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, dari Najd (1703-1792M).
Jika kita melihat bagaimana sejarah beliau berdakwah, beliau dahulu mendakwahi orang-orang yang mengagungkan kuburan yang mereka sangka adalah kuburan Zaid bin Khattab, saudara dari Umar bin Khattab. Mereka membangun kubah di sana dan berdoa kepadanya. Berbulan-bulan beliau berdakwah kepada mereka dengan datang ke kuburan tersebut dan berkata bahwa Allah ﷻ jauh lebih baik daripada Zaid, agar mereka kembali hanya meminta kepada Allah ﷻ. Namun, mereka sama sekali tidak menghiraukan seruan beliau. ([11])

Kedua: Mahmud Al-Alusi, (1802-1854M), seorang ulama Tafsir yang memiliki buku berjudul Ruh al-Ma’ani, dari Irak.
Dalam kitabnya tersebut, al-Alusi menceritakan bagaimana masa kecilnya, di mana ia bertemu dengan seorang syekh yang mengajarkannya untuk tidak berdoa kepada Allah, melainkan berdoa kepada wali-wali. Syekh tersebut beralasan bahwa berdoa kepada Allah ﷻ tidak akan langsung dikabulkan dan Allah ﷻ tidak peduli padanya. Adapun jika ia berdoa kepada wali-walilah, maka ia akan ditolong dan diperhatikan. Al-Alusi dalam tafsirnya mengatakan bahwasanya wasiat yang dia dengar tersebut merupakan perkara yang mengerikan lagi sangat menyedihkan, dan sungguh banyak dai-dai dan syekh-syekh di zamannya memiliki pemikiran seperti itu. ([12])

Subhanallah, bagaimana mungkin ada seorang syekh yang menyuruh untuk tidak meminta kepada Allah dan menyuruh untuk meminta kepada wali-wali? Bukankah ini bentuk suuzhan kepada Allah ﷻ yang sampai pada derajat syirik?

Ketiga: Muhammad Asy-Syaukani Ash-Shan’ani, (1759–1834 M), ahli tafsir dari Yaman, penulis kitab Fath al-Qadir, Nailul Authar, Al-Qaulul Mufid dan Ad-Durarul Bahiyyah
Dalam kitabnya Fath al-Qadir, beliau juga menyebutkan tentang bagaimana orang-orang musyrikin saat itu malah bergantung kepada mayat-mayat dalam kondisi genting, dan tidak memurnikan doa hanya kepada Allah ﷻ sebagaimana orang musyrikin terdahulu. Beliau bahkan mengatakan bahwa telah sampai kepadanya kabar secara mutawatir tentang orang-orang di Yaman yang bergantung kepada mayat-mayat. ([13])

Keempat: Muhammad al-Amin asy-Syinqithi, pengarang bukut tafsir Adwa’ al-Bayan, dari Mauritania. Beliau pun dalam tafsirnya mengatakan hal yang sama, bahwasanya ada sebagian orang yang ketika mereka ditimpa suatu kondisi yang genting, mereka ternyata bersandar kepada selain Allah ﷻ, sementara orang-orang musyrikin dahulu dalam kondisi seperti itu bergantung hanya kepada Allah ﷻ. ([14])

Keempat ulama ini berasal dari daerah yang berbeda-beda, namun mereka semuanya sepakat bahwasanya telah ada sebagian orang yang bahkan dalam kondisi genting tetap meminta kepada orang-orang saleh yang sudah meninggal dunia, dan menganggap mereka adalah tempat pertolongan mereka. Oleh karenanya, orang-orang yang kemudian mengkultuskan wali-wali yang sudah meninggal dengan meminta-minta kepadanya, maka mereka telah melakukan kesyirikan. Ini juga menunjukkan bahwasanya sebab terjadinya kesyirikan adalah karena pengkultusan terhadap orang-orang saleh.

2.3. Penyembahan yang dilakukan oleh orang-orang non muslim terhadap tokoh-tokoh populer di zaman sekarang

Telah beredar sebuah video yang menunjukkan bagaimana sebagian orang kemudian menyembah tokoh-tokoh populer di zaman sekarang. Di antaranya adalah Mahatma Gandhi, bunda Teresa, Jose Rizal, Donald Trump, Diego Maradona, sampai Amitabh Bachchan. Mereka-mereka ini disembah oleh sebagian orang, di mana kebanyakan mereka asalnya hanyalah penggemar biasa. Akan tetapi, karena terlalu fanatik dan terlalu mengkultuskan idola mereka, akhirnya mereka pun kemudian menyembah idola-idola mereka, sampai-sampai mereka membuat patung dan kuil-kuil ibadah.

Meskipun mereka adalah orang-orang muslim, namun asal mereka menyembah idola-idola dari kalangan mereka tersebut karena tentu sikap berlebihan dan menganggap bahwa idola mereka tersebut memiliki kelebihan yang menurut mereka tidak dimiliki oleh manusia pada umumnya.

Ini semua membuktikan bahwasanya asal dari kesyirikan yang banyak terjadi dari dulu hingga sekarang adalah sikap berlebihan terhadap seseorang. Adapun orang-orang muslim, sebagian mereka ghuluw terhadap orang-orang saleh dan ulama-ulama terdahulu mereka.

([7]) Tafsir ath-Thabari (14/210).

([8]) Tafsir ath-Thabari (22/523).

([9]) Qawa’id al-Arba’ (hlm. 202).

([10]) HR. Al-Hakim No. 3264 dalam al-Mustadrak (2/357), dia mengatakan bahwa hadis ini sahih berdasarkan syarat Imam Bukhari dan Imam Muslim. Lalu kemudian Allah ﷻ mengabulkan doanya, sehingga Allah ﷻ membinasakannya pada saat perang Badar, karena dialah pemutus silaturahmi yang sebenarnya.


([11]) Ad-Durar as-Saniyyah Fi al-Ajwibah an-Najdiyah (2/221).

([12]) Ruh al-Ma’ani (7/4050.

([13]) Fath al-Qadir (2/493)

([14]) Adhwa’ al-Bayan (3/174).

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...