Skip to main content

KEUTAMAAN MENGASUH DAN MENDIDIK ANAK PEREMPUAN DENGAN BAIK

 

Oleh :

Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA

Dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma ,beliau berkata, (Suatu hari) seorang perempuan miskin datang ke rumahku dengan membawa dua anak perempuannya, maka aku memberikan makanan kepadanya tiga buah kurma. Lalu dia memberikan sebuah kurma kepada masing-masing dari kedua putrinya tersebut, dan mengangkat satu buah kurma (yang tersisa) ke mulutnya untuk dimakan, tapi kedua putrinya meminta kurma tersebut. Maka perempuan itu membagi dua kurma yang tadi hendak dimakannya untuk kedua putrinya. Perbuatan perempuan itu sangat membuatku kagum, lalu aku menceritakannya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّاللَّهَأَوْجَبَلَهَابِهَاالْجَنَّةَوَأَعْتَقَهَابِهَامِنَالنَّارِ

Sesungguhnya Allâh telah mewajibkan perempuan itu (masuk) surga dengan sebab perbuatannya itu, atau membebaskannya dari (adzab) neraka dengan sebab perbuatannya itu[1]

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan mengasuh dan berbuat baik kepada anak-anak perempuan, bahkan perbuatan ini termasuk amal kebaikan yang menjadi sebab kuat untuk masuk surga dan selamat dari siksa neraka. Imam an-Nawawi rahimahullah mencantumkan hadits ini dalam bab: Keutamaan berbuat baik kepada anak-anak perempuan[2].

Dalam riwayat lain yang semakna dengan hadits di atas, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya,“Barangsiapa diuji (oleh Allâh Azza wa Jalla) dengan anak-anak perempuan, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang atau pelindung baginya dari (siksa) neraka”[3].

Juga dalam hadits lain, dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, (yang artinya), Barangsiapa mengasuh atau mendidik dua anak perempuan dengan baik sampai mereka dewasa (mandiri), maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan aku dan dia seperti dua jari ini (dekat dengan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam)”. Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghimpun jari-jarinya."[4].

Beberapa Mutiara Faidah Dari Hadits Ini

1. Hadits ini adalah satu di antara banyak dalil dalam al-Qur’an dan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai dan memuliakan kaum perempuan, tidak seperti perlakuan orang-orang Arab Jahiliyah yang sangat merendahkan dan menghinakan perempuan, sampai-sampai mereka merasa sangat malu dan rendah jika memiliki anak perempuan. Bahkan di antara mereka sampai ada yang menguburkan hidup-hidup anak perempuan yang baru lahir untuk menghilangkan rasa malu, na’ûdzu billâhi min dzâlik. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ ﴿٥٨﴾ يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Dan apabila seseorang dari mereka (orang-orang Jahiliyah) diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya, apakah dia akan mengasuh (anak perempuan itu) dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu” [An-Nahl/16:58-59]

2. Perhatian orang tua terhadap pendidikan dan pembinaan anak perempuannya menjadi penyebab masuk surga dan memproleh derajat tinggi di sisi Allâh Azza wa Jalla [5]

3. Ada orang yang mungkin tidak menyukai kehadiran anak-anak perempuan, padahal bisa jadi kehadiran mereka menjadi sebab Allâh Azza wa Jalla menganugerahkan kebaikan besar dan menurunkan rahmat-Nya kepada orang tersebut[6]. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, Maka bisa jadi kamu membenci sesuatu padahal Allâh menjadikan banyak kebaikan padanya” [An-Nisâ’/4:19]"

4. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan Ummul Mu’minin, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, karena beliau Radhiyallahu anhuma memiliki sifat yang mulia, yaitu selalu bersedekah dan memberi makan orang miskin padahal beliau Radhiyallahu anhuma sendiri hanya memiliki persediaan makanan yang sedikit.[7]

5. Keutamaan bersedekah meskipun dengan sesuatu yang terlihat sedikit tapi dibutuhkan oleh orang lain, karena ini bisa menjadi penyebab terselamatkan dari adzabneraka[8]. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

Takutlah kamu (selamatkanlah dirimu) dari (adzab) neraka walaupun dengan setengah buah kurma (untuk disedekahkan), kalau kamu tidak mendapati (setengah buah kurma) maka (bersedekahlah) dengan (mengucapkan)kalimat yang baik[9]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo.

Footnote

[1] HSR. Muslim, no. 2630

[2] Kitab Shahîh Muslim, 4/2027

[3] HSR. Muslim, no. 2629

[4] HSR. Muslim, no. 2631

[5] Lihat kitab Bahjatun Nâzhirîn, 1/353

[6] Lihat kitab Bahjatun Nâzhirîn, 1/353

[7] Lihat kitab Bahjatun Nâzhirîn, 1/353

[8] LIhat kitab Faidhul Qadîr, 1/138

[9] HSR. Al-Bukhâri, 5/2241 dan Muslim, no. 1016"


Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.