Skip to main content

HADITS PALSU TENTANG SURGA DI BAWAH TELAPAK KAKI IBU

Oleh :

Ustadz Abdullah bin Taslim al-Butoni MA
رُوِيَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ : الجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ اْلأُمَّهَاتِ‎
“Diriwayatkan dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
*“Surga ada di bawah telapak kaki para ibu.”*
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Abu asy-Syaikh al-Ashbahani rahimahullah dalam Thabaqâtul Muhadditsîna bi-Ashbahân (3/568), al-Qudha-‘i dalam Musnad asy-Syihâb (1/102) dan ad-Daulabi dalam al-Kuna wal Asmâ’ (no. 1440) dengan sanad mereka semua dari Manshûr bin al-Muhajir, dari Abu an-Nadhr al-Abbar, dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu , dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits ini adalah hadits yang sangat lemah, dalam sanadnya ada dua rawi yang tidak dikenal, yaitu Manshûr bin al-Muhajir dan Abu an-Nadhr al-Abbar.
Imam Ibnu Thahir rahimahullah berkata, “Manshûr (bin al-Muhajir) dan Abu an-Nadhr (keduanya) tidak dikenal, dan hadits ini adalah mungkar (sangat lemah).”
Pernyataan Imam Ibnu Thahir di atas dinukil dan dibenarkan oleh Imam al-Munawi dan Syaikh al-Albani.
[Lihat kitab Faidhul Qadîr (3/361) dan Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfah wal Maudhû’ah (2/59)]
Hadits ini juga diriwayatkan dari Shahabat yang lain yaitu ‘Abdullah bin ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dengan lafazh yang serupa, disertai tambahan di akhirnya, *“ … Barangsiapa diinginkan oleh para ibu (untuk masuk surga) maka dia masuk surga dan barangsiapa yang diinginkan oleh para ibu (untuk dikeluarkan/tidak masuk surga) maka dia tidak masuk surga.”*
[Dikeluarkan oleh Imam Ibnu ‘Adi dalam al-Kâmil fi Dhu’afâ-ir Rijâl (6/347), al-‘Uqaili dalam adh-Dhu’afâ’
[Sebagaimana yang dinukil oleh Imam adz-Dzahabi dalam kitab Mîzânul i’tidâl (4/220)]
Akan tetapi ada hadits lain yang shahih atau hasan dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan makna yang tersebut dalam hadits di atas.
Dikeluarkan oleh Imam an-Nasâ-i (6/11), al-Hâkim (2/114 dan 4/167) dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (2/289), dengan sanad mereka dari Mu’awiyah bin Jahimah as-Sulami bahwa ayahnya Jahimah as-Sulami Radhiyallahu anhu datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ فَقَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا‎
Wahai Rasûlullâh! Aku ingin ikut dalam peperangan (berjihad di jalan Allâh Azza wa Jalla ) dan aku datang untuk meminta pendapatmu.” Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mempunyai ibu?” Dia menjawab, “Ya.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tetaplah bersamanya! Karena sesungguhnya surga ada di bawah kedua kakinya.”
Hadits ini dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim, disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dan al-Mundziri.
Juga dikuatkan oleh Imam al-Haitsami[
dan dihukumi sebagai hadits hasan oleh Syaikh al bani.
[Dalam kitab Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfah wal Maudhû’ah (2/59)]

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.