Skip to main content

PENGHIBUR HATI BAGI ORANG MISKIN


https://linktr.ee/Hijrahsalafusshalih

Bismillah

Sesungguhnya diantara hikmah yang tersimpan dalam ilmu yang ada disisi Allah Shubhanahu wa ta’alla ialah menjadikan diantara para hamba -Nya bertingkat status sosialnya, ada yang miskin ada pula yang kaya, dan tentunya Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi kekayaan bagi siapa yang dikehendaki begitu pula menjadikan orang menjadi miskinpun atas kehendak-Nya. Sebagaimana yang Allah azza wa jalla jelaskan melalui firman -Nya:

نَحۡنُ قَسَمۡنَا بَيۡنَهُم مَّعِيشَتَهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ وَرَفَعۡنَا بَعۡضَهُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٖ دَرَجَٰتٖ 

“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat”. [az-Zukhruf/43: 32].

Demikian pula Allah Shubhanahu wa ta’alla menjelaskan dalam ayat yang lain:

 وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ  

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan”.  [al-Anbiyaa’/21: 35].

Sahabat Ibnu Abbas menjelaskan, “Maksudnya kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan, yakni dengan kesulitan hidup serta kelapangan, sehat dan sakit, kaya dan miskin, halal dan haram, taat dan maksiat, mendapat petunjuk dan tersesat”. Maka ini merupakan kesempurnaan hikmah serta rahmat yang dimiliki oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada para makhluk -Nya, kalau seandainya manusia pada satu status, semuanya dijadikan kaya niscaya mereka semua akan berbuat lalim dimuka bumi ini. seperti yang Allah Shubhanahu wa ta’alla tegaskan dalam firman -Nya:

 وَلَوۡ بَسَطَ ٱللَّهُ ٱلرِّزۡقَ لِعِبَادِهِۦ لَبَغَوۡاْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٖ مَّا يَشَآءُۚ  [ الشورى: 27]

“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran”. [asy-Syuura/42: 27].

Fadhilah Orang Miskin:

1. Orang-orang fakir adalah manusia terdepan yang akan memasuki surga.

Sebagaimana disebutkan hal tersebut dalam sebuah hadits shahih yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Amr bi al-Ash radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « هَلْ تَدْرُونَ أَوَّلَ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ. قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ الْفُقَرَاءُ وَالْمُهَاجِرُونَ الَّذِينَ تُسَدُّ بِهِمْ الثُّغُورُ وَيُتَّقَى بِهِمْ الْمَكَارِهُ وَيَمُوتُ أَحَدُهُمْ وَحَاجَتُهُ فِي صَدْرِهِ لَا يَسْتَطِيعُ لَهَا قَضَاءً » [أخرجه أحمد]

“Tahukah kalian siapa manusia terdepan yang akan masuk ke dalam surga dari kalangan makhluk? Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul –Nya yang lebih tahu”. Beliau melanjutkan, “Orang terdepan yang akan memasuki surga dari makhluk Allah ialah orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin, yaitu orang-orang yang terhalangi mulutnya dari makanan (sulit makan), penuh dengan kesulitan hidup, dan orang yang meninggal diantara kalian sedang keinginannya hanya sampai didada tidak sampai terlaksana”. [HR Ahmad 11/131 no: 6570.]

Dan dijelaskan dalam riwayat Imam Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَدْخُلُ الْفُقَرَاءُ الْجَنَّةَ قَبْلَ الْأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ وَهُوَ خَمْسُ مِائَةِ عَامٍ » [أخرجه الترمذي]

“Orang-orang fakir akan memasuki surga terlebih dahulu sebelum orang kaya dengan jeda setengah hari yang hitungannya sama dengan lima ratus tahun“.

[HR at-Tirmidzi no: 2353. Beliau berkata, “Hadits hasan shahih”].

2. Penduduk surga terbanyak adalah orang fakir.

Seperti diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Imran radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ  » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Aku menengok ke dalam surga maka aku dapati kebanyakan penghuninya adalah orang-orang fakir, lalu aku melongok ke dalam nereka maka aku jumpai kebanyakannya adalah para wanita“. [HR Bukhari no: 5198. Muslim no: 2737].

3. Kebanyakan pengikut para nabi dan rasul adalah orang-orang fakir.

Seperti diterangkan dalam potongan hadits yang dibawakan oleh Imam Bukhari dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, disebutkan dalam penggalan hadits tersebut: “Bahwa Heraklius, pembesar Romawi bertanya pada Abu Sufyan tentang siapakah yang paling banyak sebagai pengikut Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, apakah yang mengikutinya dari kalangan orang kaya atau justru orang-orang lemahnya? Abu Sufyan menjawab, “Justru yang mengikutinya adalah orang-orang fakir dikalangan mereka”. Heraklius mengatakan, “Demikianlah yang menjadi pengikut kebanyakan para Rasul”.

[HR Bukhari no: 7].

4. Begitu pula Allah ta’ala menyuruh NabiNya Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk bergaul bersama orang-orang papa dan lemah, dan menyuruh untuk tinggal bersama mereka. Karena bisa menjadikan dirinya jauh dari gemerlapnya dunia serta fitnahnya.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Kami pernah bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersama enam sahabat lainnya. Lalu orang-orang kafir berkata, “Keluarkan mereka dari majelis jangan biarkan mereka mendekati kami! Beliau melanjutkan, “Dan yang bersamaku pada saat itu adalah Ibnu Mas’ud, dan seseorang dari Hudzail, Bilal, dan dua orang lagi yang aku lupa namanya. Mendengar ucapan tersebut, masuk bisikan dalam hati Rasulalalh Shalallahu ‘alaihi wa sallam, apa yang Allah Shubhanahu wa ta’alla kehendaki, yaitu untuk menuruti kemauan mereka. Maka Allah azza wa jalla menegurnya dengan menurunkan ayat:

وَلَا تَطۡرُدِ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ رَبَّهُم بِٱلۡغَدَوٰةِ وَٱلۡعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجۡهَهُۥ 

“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan–Nya”. (al-An’aam/6: 52). [HR Muslim no: 2413].

Dan betul Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam merealisasikan perintah Rabbnya, dengan dibuktikan dalam bentuk untaian do’anya yang berbunyi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهمَّ أَحيِني مِسكينًا، وأَمِتْني مِسكينًا، واحشُرني في زُمرةِ المساكينِ يومَ القيامَةِ  » [أخرجه الترمذي]

“Ya Allah, wafatkan diriku dalam keadaan miskin, dan hidupkan diriku dalam keadaan miskin, serta bangkitkan diriku bersama kalangan orang-orang miskin kelak pada hari kiamat“. [HR at-Tirmidzi no: 2352. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan at-Tirmidzi 2/275 no: 1917].

5. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabatnya diuji dengan kelaparan lantas mereka bersabar hingga akhirnya Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi kecukupan pada mereka.

Dikisahkan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Muslim dari Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Sungguh diriku pernah menyaksikan Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam satu hari kelaparan, karena tidak satu butir kurma pun yang bisa dimakan walaupun yang paling jelek sekalipun”. [HR Muslim no: 2978.]

Sahl bin Hunaif mengkisahkan, “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kebiasan beliau ialah senang mengunjungi orang fakir dikalangan para sahabatnya, menengok mereka, serta menjenguk yang sedang sakit, dan menyolati jenazah mereka”. [HR al-Hakim 3/270 no: 2787. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahihul jami’ no: 4877].

Dalam sebuah riwayat dijelaskan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan, “Tidaklah keluarga Muhammad pernah merasakan kenyang dari roti dan gandum, selama dua hari berturut-turut sampai beliau wafat Shalallahu ‘alaihi wa sallam“. [HR Bukhari no: 5374. Muslim no: 2970].

Al-Hafidh Ibnu Katsir menjelaskan tentang firman -Nya Allah tabaraka wa ta’ala:

 وَوَجَدَكَ عَآئِلٗا فَأَغۡنَىٰ 

“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan”. [adh-Dhuha/93: 8]

Artinya engkau dahulu dalam keadaan fakir punya banyak keluarga kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla beri kamu kecukupan melebihi yang lain. Maka terkumpul dalam pribadi Rasulallah Shhalallahu ‘alaihi wa sallam dua kemuliaan yakni orang fakir yang bersabar dan orang berkecukupan yang bersyukur”. 

[Tafsir Ibnu Katsir 14/385]

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebuah hadits dari Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan, “Kami pernah dalam kesulitan hidup dan beban ujian yang sangat berat, sampai kiranya kami mengisap kulit dan biji kurma untuk menahan rasa lapar”. 

[HR Bukhari no: 3159].

Sedang Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, mengkisahkan, “Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain Dirinya, sungguh diriku pernah jatuh tersungkur disebabkan menahan lapar, dan aku pernah mengganjal perutku dengan batu untuk menahan rasa lapar”. [HR Bukhari no: 6452].

Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Kami pernah berangkat perang bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan ketika itu tidak ada makanan yang bisa kami makan kecuali dedaunan, sampai kiranya kami bagaikan onta atau kambing (yang memakan dedaunan), tidak ada campuran lainnya”. Para ulama menjelaskan, “Maksudnya kering tidak ada campuran apa-apa”. [HR Bukhari no: 3728. Muslim no: 2966].

6. Bisa jadi orang fakir rendah dimata lingkungannya namun disisi Allah Shubhanahu wa ta’alla kedudukannya mulia.

Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Bukhari dari sahabat Sahl as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya beliau berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَرَّ رَجُلٌ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لرَجُلٍ عِنْدَهُ جَالِسٍ: مَا رَأْيُكَ فِي هَذَا . فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِ النَّاسِ هَذَا  وَاللَّهِ حَرِيٌّ إِنْ خَطَبَ أَنْ يُنْكَحَ  وَإِنْ شَفَعَ أَنْ يُشَفَّعَ  قَالَ: فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. ثُمَّ مَرَّ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ: لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا رَأْيُكَ فِي هَذَا  فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا رَجُلٌ مِنْ فُقَرَاءِ الْمُسْلِمِينَ هَذَا حَرِيٌّ إِنْ خَطَبَ أَنْ لَا يُنْكَحَ  وَإِنْ شَفَعَ أَنْ لَا يُشَفَّعَ  وَإِنْ قَالَ أَنْ لَا يُسْمَعَ لِقَوْلِهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَذَا خَيْرٌ مِنْ مِلْءِ الْأَرْضِ مِثْلَ هَذَا » [أخرجه البخاري]

“Pernah suatu ketika ada seorang yang lewat dihadapan Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau berkata pada teman duduk yang berada disisi beliau, “Apa pendapatmu tentang orang yang barusan lewat? Dia menjawab, “Orang kaya dikalangan manusia, ini demi Allah kalau meminang perempuan pasti diterima, kalau diminta bantuan pasti bisa membantunya.  Lalu Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdiam, kemudian ada lagi orang yang lewat, beliau lalu bertanya, “Kalau orang tadi, apa pendapatmu? Dia menjawab, “Ya Rasulallah, orang tadi adalah orang miskin, dan ini kalau meminang perempuan pasti tidak diterima, jika dimintai tolong pasti tidak mampu, kalau berbicara tidak ada yang mau mendengarnya. Maka Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan orang tadi, itu lebih mulia semisal dunia dari pada orang yang pertama”. [HR Bukhari no: 6447].

7. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kalau rizki dan pertolongan itu tercapai dengan keberadaan orang-orang miskin dan lemah.

Hal itu, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang dibwakan oleh Imam Ahmad dari sahabat Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَبْغُونِي ضُعَفَاءَكُمْ فَإِنَّكُمْ إِنَّمَا تُرْزَقُونَ وَتُنْصَرُونَ بِضُعَفَائِكُمْ » [أخرجه أحمد]

“Kalian mengadukan orang-orang lemah padaku, hanya saja sesungguhnya kalian diberi rizki serta pertolongan dengan sebab keberadaan orang-orang miskin dan lemah“. [HR Ahmad 36/60 no: 21731].

8. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bagi orang yang membantu para janda serta fakir bagaikan orang yang berjihad dijalan Allah Shubhanahu wa ta’alla atau seperti orang yang berpuasa dan sholat malam.

Sebagaimana dijelaskan hal tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « السَّاعِى عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ – وَأَحْسِبُهُ قَالَ – وَكَالْقَائِمِ لاَ يَفْتُرُ وَكَالصَّائِمِ لاَ يُفْطِرُ » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Orang yang membantu para janda dan fakir bagaikan seorang mujahid fi sabilillah“. Dan aku juga mengira beliau mengatakan, “Seperti orang yang sholat malam tidak pernah berhenti dan seperti orang berpuasa yang tidak pernah berbuka“. [HR Bukhari no: 6006, Muslim no: 2982].

9. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa jenis makanan terjelek ialah makanan yang dihidangkan pada saat walimah sedang yang diundang hanya orang kaya dan meninggalkan orang miskin.

Hal itu, seperti yang dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « بِئْسَ الطَّعَامُ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى إِلَيْهِ الأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِينُ » [أخرجه مسلم]

“Sejelek-jelek makanan adalah hidangan walimah yang hanya mengundang orang kaya dan meninggalkan orang miskin“. 

[HR Muslim no: 1432].

Adapun apa yang telah kami sebutkan diawal dari ayat serta hadits Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang terkandung penjelasan keadaan sebagian orang dari kalangan kaum muslimin yang mendapat ujian kefakiran serta kesulitan hidup, lantas mereka bersabar dan ridho serta mengharap pahala dengan janji Allah Shubhanahu wa ta’alla yang diberikan padanya.

Sedangkan masalah masyhur lainnya yaitu mana yang lebih utama antara orang kaya atau miskin? maka dalam hal ini terjadi silang pendapat dikalangan para ulama, adapun pendapat yang kuat dalam hal ini ialah orang kaya yang bersyukur itu lebih utama dari pada fakir yang sabar, dan penjelasan secara rinci masalah ini ada pada pembahasan lain.

[Idatush Shabirina wa Dzakhiratisy Syakirin karya Ibnu Qoyim]

Adapun orang fakir yang terbaik adalah yang menjaga kehormatan dirinya dari meminta-minta. Allah ta’ala menyinggung hal tersebut dalam firman -Nya:

 لِلۡفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحۡصِرُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَسۡتَطِيعُونَ ضَرۡبٗا فِي ٱلۡأَرۡضِ يَحۡسَبُهُمُ ٱلۡجَاهِلُ أَغۡنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعۡرِفُهُم بِسِيمَٰهُمۡ لَا يَسۡ‍َٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلۡحَافٗاۗ  [ البقرة: 273]

“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak”. [al-Baqarah/2: 273].

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «  لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِى يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ فَتَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ . قَالُوا: فَمَا الْمِسْكِينُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَّذِى لاَ يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلاَ يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ وَلاَ يَسْأَلُ النَّاسَ شَيْئًا » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Bukanlah orang miskin itu yang keliling meminta-minta pada orang lain untuk mendapat sesuap atau dua suap nasi, satu biji atau dua biji kurma”. Para sahabat bertanya, “Jika demikian siapakah orang miskin tersebut wahai Rasulallah? Beliau mengatakan, “Yaitu orang yang tidak mendapati kecukupan lalu tidak ada yang memahami keadaannya serta dirinya tidak meminta-minta pada orang lain”. [HR Bukhari no: 1476. Muslim no: 1039].

Faidah:

Dikisahkan dari Aun bin Abdillah bin Utbah beliau berkata, “Aku pernah berteman bersama orang kaya lalu aku dapati tidak ada seorangpun diantara mereka yang lebih besar cita-citanya dari pada diriku, lebih baik dari binatang tungganganku, pakaian yang lebih baik dari pada pakaianku, kemudian aku bergaul bersama orang miskin maka disana aku mendapatkan ketentraman”.

[Sunan at-Tirmidzi hal: 304]

Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.

(fawaid Syaikh  Amin bin Abdullah asy-Syaqawi dalam الفقراء والضعفاء, dialihbahasakan oleh Abu Umamah Arif Hidayatullah, IslamHouse.com)

SUMBER:

Distributed by HIJRAH SALAF

Click to join, follow and share at:

https://linktr.ee/Hijrahsalafusshalih

Sunnah dijaga dengan kebenaran, kejujuran, dan keadilan bukan dengan kedustaan dan kedhaliman."

(Ibnu Taimiyyah rahimahullahu)

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.