Skip to main content

Cara Niat Puasa Ramadhan yang Benar


By Ammi Nur Baits - 23 Juli 2012

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum

Ustadz, niat puasa Ramadhan yang benar bagaimana? Apakah cukup satu kali untuk 1 bulan penuh atau tiap malam kita selalu niat.

Terima kasih atas jawabannya

Dari: Adi

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah

KonsultasiSyariah.com beberapa kali mendapatkan pertanyaan tentang tata cara niat puasa Ramadhan, ada juga yang menanyakan lafadz niat puasa Ramadhan. Semoga keterangan berikut bisa memenuhi apa yang diharapkan.

*Pertama*, dari mana asal melafalkan niat?

Keterangan yang kami pahami, munculnya anjuran melafalkan niat ketika beribadah, berawal dari kesalah-pahaman terhadap pernyataan Imam As-Syafi’i terkait tata cara shalat. Imam As-Syafi’i pernah menjelaskan:

الصَّلَاةِ لَا تَصِحُّ إلَّا بِالنُّطْقِ

“….shalat itu tidak sah kecuali dengan an-nuthq.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 3:277)

An nuthq artinya berbicara atau mengucapkan. Sebagian Syafi’iyah memaknai an nuthq di sini dengan melafalkan niat. Padahal ini adalah salah paham terhadap maksud beliau rahimahullah. Dijelaskan oleh An Nawawi bahwa yang dimaksud dengan an nuthq di sini bukanlah mengeraskan bacaan niat. Namun maksudnya adalah mengucapkan takbiratul ihram. An-Nawawi mengatakan,

قَالَ أَصْحَابُنَا غَلِطَ هَذَا الْقَائِلُ وَلَيْسَ مُرَادُ الشَّافِعِيِّ بِالنُّطْقِ فِي الصَّلَاةِ هَذَا بَلْ مُرَادُهُ التَّكْبِيرُ

“Ulama kami (syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang memaknai demikian adalah keliru. Yang dimaksud As Syafi’i dengan an nuthq ketika shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul ihram’.” (Al Majmu’, 3:277).

Kesalahpahaman ini juga dibantah oleh Abul Hasan Al Mawardi As Syafi’i, beliau mengatakan,

فَتَأَوَّلَ ذَلِكَ – الزُّبَيْرِيُّ – عَلَى وُجُوبِ النُّطْقِ فِي النِّيَّةِ ، وَهَذَا فَاسِدٌ ، وَإِنَّمَا أَرَادَ وُجُوبَ النُّطْق بِالتَّكْبِيرِ

“Az Zubairi telah salah dalam menakwil ucapan Imam Syafi’i dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah takwil yang salah, yang dimaksudkan wajibnya mengucapkan adalah ketika ketika takbiratul ihram.” (Al-Hawi Al-Kabir, 2:204).

Karena kesalah-pahaman ini, banyak kiyai yang mengkalim bermadzhab syafiiyah di tempat kita yang mengajarkan lafal niat ketika shalat. Selanjutnya masyarakat memahami bahwa itu juga berlaku untuk semua amal ibadah. Sehingga muncullah lafal niat wudhu, niat tayamum, niat mandi besar, niat puasa, niat zakat, niat sedekah, dst. Sayangnya, pak kiyai tidak mengajarkan lafal niat untuk semua bentuk ibadah. Di saat itulah, banyak masyarakat yang kebingungan, bagaimana cara niat ibadah yang belum dia hafal lafalnya?

Itu artinya, anjuran melafalkan niat yang diajarkan sebagian dai, telah menjadi sebab timbulnya keraguan bagi masyarakat dalam kehidupan beragamanya. Padahal ragam ibadah dalam Islam sangat banyak. Tentu saja, masyarakat akan kerepotan jika harus menghafal semua lafal niat tersebut. Padahal bukankah Islam adalah agama yang sangat mudah? Jika demikian, berarti itu bukan bagian dari syariat Islam.

Beberapa waktu yang lalu, KonsultasiSyariah.com mendapat pertanyaan yang cukup aneh, bagaimana lafal niat sahur yang benar? Meskipun pertanyaan ini bukan main-main, namun kami sempat terheran ketika ada orang yang sampai kebingungan dengan niat sahur. Bukankah ketika orang itu makan menjelang subuh, dalam rangka berpuasa di siang harinya, bisa dipastikan dia sudah berniat sahur?

Lagi-lagi, menetapkan amal yang tidak disyariatkan, pasti akan memberikan dampak yang lebih buruk dari pada manfaat yang didapatkan.

*Kedua*, sesungguhnya niat adalah amal hati

Siapapun ulama sepakat dengan hal ini. Niat adalah amal hati, dan bukan amal lisan.

Imam An-Nawawi mengatakan:

النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان مع غفلة القلب ولا يشترط

“Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup dengan ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan dilafalkan,…” (Raudhah at-Thalibin, 1:84)

Dalam buku yang sama, beliau juga menegaskan:

لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف

“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268)

Dalam I’anatut Thalibin –salah satu buku rujukan bagi syafiiyah di Indonesia–, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi As-Syafii juga menegaskan:

أن النية في القلب لا باللفظ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه

“Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh dilakukan.” (I’anatut Thalibin, 1:65).

Tentu saja keterangan para ulama dalam hal ini sangat banyak. Semoga 3 keterangan dari ulama syafiiyah di atas, bisa mewakili. Mengingat niat tempatnya di hati, maka memindahkan niat ini di lisan berarti memindahkan amal ibadah bukan pada tempatnya. Dan tentu saja, ini bukan cara yang benar dalam beribadah.

*Ketiga*, inti niat.

Mengingat niat adalah amal hati, maka inti niat adalah keinginan. Ketika Anda menginginkan untuk melakukan seuatu maka Anda sudah dianggap berniat. Baik amal ibadah maupun selain ibadah. Ketika Anda ingin makan, kemudian Anda mengambil makanan sampai Anda memakannya, maka Anda sudah dianggap niat makan. Demikian halnya ketika Anda hendak shalat dzuhur, Anda mengambil wudhu kemudian berangkat ke masjid di siang hari yang panas, sampai Anda melaksanakan shalat, tentu Anda sudah dianggap berniat.

Artinya modal utama niat adalah kesadaran. Ketika Anda sadar dengan apa yang akan Anda kerjakan, kemudian Anda berkeinginan untuk mengamalkannya maka Anda sudah dianggap berniat. Ketika Anda sadar bahwa besok Ramadhan, kemudian Anda bertekad besok akan puasa maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika malam harinya Anda taraweh dan makan sahur. Tentu ibadah semacam ini tidak mungkin Anda lakukan, kecuali karena Anda sadar bahwa esok pagi Anda akan berpuasa Ramadhan. Itulah niat.

Syaikhul Islam pernah ditanya seperti berikut:

Bagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang niat puasa Ramadhan; apakah kita harus berniat setiap hari atau tidak?

Jawaban beliau:

كُلُّ مَنْ عَلِمَ أَنَّ غَدًا مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ صَوْمَهُ فَقَدْ نَوَى صَوْمَهُ سَوَاءٌ تَلَفَّظَ بِالنِّيَّةِ أَوْ لَمْ يَتَلَفَّظْ . وَهَذَا فِعْلُ عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ كُلُّهُمْ يَنْوِي الصِّيَامَ

“Setiap orang yang tahu bahwa esok hari adalah Ramadhan dan dia ingin berpuasa, maka secara otomatis dia telah berniat berpuasa. Baik dia lafalkan niatnya maupun tidak ia ucapkan. Ini adalah perbuatan kaum muslimin secara umum; setiap muslim berniat untuk berpuasa.” (Majmu’ Fatawa, 6:79)

*Keempat*, niat puasa Ramadhan

Untuk puasa wajib, seorang muslim wajib berniat sebelum masuk waktu subuh. Hal ini berdasarkan hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من لم يُبَيِّتِ الصيامَ من الليل فلا صيامَ له

“Barangsiapa yang belum berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka puasanya batal.” (HR. An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani)

Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Daud, Ibnu khuzaimah, baihaqi)

Ketentuan ini berbeda dengan puasa sunah. Berdasarkan riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Aisyah di siang hari di luar Ramadhan, kemudian beliau bertyanya:

هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاءٌ؟ وَإِلَّا , فَإِنِّي صَائِمٌ

“Apa kamu punya makanan untuk sarapan? Jika tidak, maka saya puasa.” (HR. Nasai, Ad-daruquthni, Ibnu Khuzaimah)

*Kelima*, apakah boleh berniat puasa langsung sebulan penuh, ataukah harus tiap malam mengulang niat?

Pada prinsipnya, ketika Anda sadar bahwa besok pagi mau puasa, maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika Anda makan sahur. Bisa dipastikan Anda sudah niat.

Namun bolehkah seseorang melakukan niat di awal Ramadhan untuk berpuasa penuh satu bulan? Sehingga Andaipun dia lupa atau ada faktor lainnya, sehingga tidak sempat berkeinginan puasa, Anda tetap sah puasanya.

Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Insya Allah pendapat yang kuat adalah boleh. Keterangan selengkapnya bisa Anda baca di:

https://konsultasisyariah.com/niat-puasa/

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

https://konsultasisyariah.com/12729-cara-niat-puasa-ramadhan-yang-benar.html



Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.