Skip to main content

Pujian dalam Hujatan bagi Wahabi

 بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ

Pujian dalam Hujatan bagi Wahabi

Ketika aku putuskan untuk beramal sesuai Al Quran dan Sunnah dengan pemahaman As Salafush Shaleh, aku pun dipanggil Wahabi.

Ketika aku minta segala hajatku hanya kepada Allah subhaanahu wa ta’ala tidak kepada Nabi dan Wali, aku pun dituduh Wahabi.

Ketika aku meyakini Al Quran itu kalam Ilahi, bukan makhluk, aku pun diklaim sebagai Wahabi.

Ketika aku takut mengkafirkan dan memberontak penguasa yang dzalim, aku pun dipasangi platform Wahabi.

Ketika aku tidak lagi shalat, ngaji serta ngais berkah di makam-makam keramat, aku pun dijuluki Wahabi.

Ketika aku putuskan keluar dari tarekat sekte sufi yang berani menjaminku masuk surga, aku pun diembel-embeli Wahabi.

Ketika aku katakan tahlilan dilarang oleh Imam Syafi’i, aku pun dihujat sebagai Wahabi.

Ketika aku tinggalkan maulidan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah ajarkan, aku pun dikirimi “berkat” Wahabi.

Ketika aku takut mengatakan bahwa Allah subhaanahu wa ta’ala itu di mana-mana sampai di tubuh babi pun ada, aku pun dibubuhi stempel Wahabi.

Ketika aku mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanjangkan jenggot, memotong celana di atas dua mata kaki, aku pun dilontari kecaman Wahabi.

Ketika aku tanya apa itu Wahabi? Mereka pun gelengkan kepala tanda tak ngerti.

Ketika ku tanya siapa itu wahabi? Mereka pun tidak tahu dengan apa harus menimpali.

Tapi…

Apabila Wahabi mengajakku beribadah sesuai dengan Al Quran dan Sunnah, maka aku rela mendapat gelar  Wahabi.

Apabila Wahabi mengajakku hanya menyembah dan memohon kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, maka aku Pe-De memakai mahkota Wahabi.

Apabila Wahabi menuntunku menjauhi syirik, khurafat dan bid’ah, maka aku bangga menyandang baju kebesaran Wahabi.

Apabila Wahabi mengajakku taat kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akulah pahlawan Wahabi.

Ada yang bilang…

Kalau pengikut setia Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam digelari Wahabi, maka aku mengaku sebagai Wahabi.

Ada yang bilang…

Jangan sedih wahai “Pejuang Tauhid”, sebenarnya musuhmu sedang memujimu, Pujian dalam hujatan.

Oleh: Ahmad Zainuddin, Lc hafizhahullah

Dicopy dari web Ustadz Dr. Firanda, Lc, MA hafuzhahullah ta'ala

Artikel: Muslim.or.id

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.