Skip to main content

BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI DENGAN UANG

Oleh :
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah hukum menyerahkan uang senilai zakat fithri untuk dibelikan makanan dan diberikan kepada faqir miskin di negeri lain .?

Jawaban
Alahmdulillah wahdahu Ashalaatu was salama ‘ala Rasulillah Nabiyina Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam wa ‘ala alihi washahbihi wa ba’du.

Allah berfirman :

وَمَآءاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”. [Al-Hasyr/59 : 7]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan perkara dalam urusan agama kami ini apa yang tidak ada dasar syari’atnya maka perbuatan tersebut tertolak”. [Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim]

Sesunguhnya ada sebagian orang pada zaman ini yang berusaha untuk merubah ibadah-ibadah dari ketentuan-ketentuan syar’i dan contohnya banyak. Misalnya zakat fithri, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan supaya zakat itu dikeluarkan dengan makanan di negeri si pembayar zakat pada akhir bulan Ramadhan dan diberikan kepada orang-orang miskin negeri itu. Dan sungguh telah ditemukan, ada orang yang berfatwa tentang bolehnya mengeluarkan uang sebagai ganti dari makanan, ada yang berfatwa tentang bolehnya menyerahkan uang untuk dibelikan makanan di negara lain yang jauh dari negeri orang yang berpuasa itu dan dibagikan disana. Ini adalah merubah ibadah dari ketentuan syar’i. Zakat fitrah itu punya (ketentuan) waktu pengeluarannya yaitu pada malam Idul Fitri atau dua hari sebelumnya menurut para ulama dan juga zakat fitrah itu punya (kententuan) tempat pembagiannya yaitu di negeri yang memenuhi satu bulan, tempat tinggalnya muslim tersebut dan zakat juga punya orang-orang yang berhak menerimanya yaitu orang-orang miskin di negeri si pembayar zakat dan zakat itu punya (ketentuan) jenis yaitu makanan. Maka kita harus terikat dengan ketentuan-ketentuan syar’i ini, jika tidak maka zakat itu menjadi ibadah yang tidak sah dan tidak bisa membebaskan diri dari kewajiban.

Imam yang empat telah sepakat atas wajibnya membagikan zakat fithri di negeri orang yang berpuasa selama ada orang yang berhak menerimanya disana dan mengenai hal itu telah dikeluarkan ketetapan oleh Ha’aitu Kibaril Ulama (Lembaga Ulama Besar) di Saudi Arabia. Maka wajiblah mengikutinya dan tidak usah memperdulikan orang-orang yang mengajak untuk menyelisihinya, karena seorang muslim harus memiliki semangat kuat untuk memenuhi kewajibannya agar tanggungannya terbebas, dan berhati-hati dalam agamanya. Seperti inilah dalam semua ibadah hendaklah dilaksanakan sesuai ketentuan, baik jenis, waktu ataupun pembagiannya, janganlah merubah satu jenis ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada jenis lain.

Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Hafizhahullah ditanya : Akhir-akhir ini banyak terjadi perdebatan diantara beberapa ulama negara lain seputar zakat fithri yang disyari’atkan, serta kemungkinan dikeluarkannya uang senilai zakat fithri. Bagaimana pendapat Syaikh .?

Jawaban.
Yang diperintahkan dalam zakat fithri adalah menunaikannya dengan cara yang telah diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dengan mengeluarkan satu sha’ makanan pokok penduduk negeri tersebut dan diberikan kepada orang-orang faqir pada waktunya. Adapun mengeluarkan uang senilai zakat fitrah, maka hal itu tidak sah karena menyelisihi perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyelisihi apa yang pernah dilakukan oleh para sahabat, mereka tidak pernah mengeluarkan uang padahal mereka lebih tahu tentang sesuatu yang boleh dan sesuatu yang tidak boleh.

Ulama yang mengatakannya bolehnya mengeluarkan uang, mereka katakan hal itu berdasarkan ijtihad, Tetapi apabila ijtihad menyelisihi nash maka ijtihad itu tidak dianggap.

Pernah ada yang mengatakan kepada Imam Ahmad rahimahullah : “Ada yang mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz mengambil uang dalam zakat fitrah”. Maka Imam Ahmad berkomentar : “Mereka meninggalkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil mengatakan “kata si Fulan”. Padahal Ibnu Umar berkata :

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكاَةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandhum”.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun V/1422H/2001M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/1147-bolehkah-mengeluarkan-zakat-fithri-dengan-uang.html


Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.