Skip to main content

LEBIH GIAT BERIBADAH DI 10 TERAKHIR RAMADHAN


Sudah menjadi pemandangan yang umum disaksikan, setiap kali ramadhan tersisa sepuluh hari, maka tidak sedikit dari kaum Muslimin yang lalai dan menyia-nyiakannya. 

Padahal jika kita kembali kepada tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, seharusnya 10 akhir ramadhan kita lebih bersungguh-sungguh dan lebih giat lagi untuk melakukan aktifitas ibadah.

Aisyah radiyallahu anha menuturkan :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ

"Pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya."[1].

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ

"Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki sepuluh terakhir (Ramadhan), maka beliau menghidupkan malam-malamnya dan membangunkan keluarganya serta mengencangkan ikatan kain sarungnya."[2].

Makna "membangunkan keluarganya" (أيقظ أهله) : membangunkann mereka untuk mengerjakan sholat, dan bersungguh-sungguh dalam beribadah lebih dari biasanya.

Makna "mengencangkan kain sarung"(شد المئزر) : sebahagian ulama memaknainya dengan kesungguhan dalam beribadah lebih dari biasanya, ulama yang lainnya menyatakan bahwa maksudnya adalah fokus dan meningkatkan insensitas ibadah, dan adapula yang mengatakan, bahwa itu maksudnya menjauhi istri (tidak berhubungan suami-istri) agar dapat menyibukkan diri dengan berbagai ibadah.

Makna "menghidupkan malam-malamnya" (أحيا الليل) : menghabiskan sebahagian besar malamnya untuk mengerjakan sholat dan amalan lainnya, seperti berdzikir, berdoa, beristighfar, dan lain-lain.[3].

Semoga Allah Ta'ala senantiasa menganugerahkan taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kita dapat memaksimalkan ibadah di sepuluh akhir Ramadhan.

إنه ولي ذلك والقادر عليه وهو جواد كريم

Allahu a'lam
_______
📚 *Referensi* :
[1] HR. Muslim no 2009
[2] HR. Bukhari no 1884, Muslim no 2008
[3] Lihat Al-Minhaj Fii Syarhi Shohih Muslim, dan Fatwa Abdullah bin Sholfiq Adz-Dzufeiri di laman : http://miraath.net/~miraath/articles.php?cat=11&id=412


✍ *Ustadz Hilal Abu Naufal Al Makassary Hafizhahullah*
(Pengasuh Pondok Pesantren Darul Furqon Palopo)


Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.