Skip to main content

Al-Quran itu Kalamullah

 By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

Kali ini kita akan membahas salah satu akidah yang mesti diyakini yaitu Al-Qur’an bukanlah makhluk, Al-Qur’an itu kalamullah. Ini adalah prinsip akidah dasar agar benar dalam memahami Al-Qur’an.

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

وَالقُرْآنُ كَلاَمُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَمِنْ لَدُنْهُ وَلَيْسَ بِمَخْلُوْقٍ فَيَبِيْدُ

“Al-Qur’an itu kalamullah (firman Allah ‘azza wa jalla), berasal dari sisi-Nya. Al-Qur’an itu bukanlah makhluk yang akan binasa.”

*Al-Qur’an itu dari Sisi Allah*

Maksud perkataan Imam Al-Muzani rahimahullah bahwa Allah itu berbicara dengan Al-Qur’an secara hakikat, dan Al-Qur’an itu berasal dari sisi Allah.

Dalil yang menunjukkan hal di atas adalah firman Allah,

الر ۚ كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ

“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.” (QS. Hud: 1)

*Al-Qur’an itu Bukan Makhluk*

Kalimat Imam Al-Muzani rahimahullah “Al-Qur’an itu bukanlah makhluk yang akan binasa”, kalimat ini adalah bantahan untuk Hululiyyah, Ittihadiyyah, Jahmiyyah, Mu’tazilah yang menyatakan Al-Qur’an itu makhluk.

Dalilnya bahwa Al-Qur’an itu bukan makhluk,

وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami.” (QS. Asy-Syura: 52)

Dalam ayat lainnya,

أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ

“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.” (QS. Al-A’raf: 54). Di sini dibedakan antara menciptakan dan memerintah. Al-Qur’an itu termasuk dalam perintah Allah, bukan termasuk dalam makhluk Allah.

Begitu pula ayat,

الرَّحْمَنُ . عَلَّمَ الْقُرْآنَ . خَلَقَ الْإِنْسَانَ

“Allah Yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia.” (QS. Ar-Rahman: 1-3). Di sini disebutkan Al-Qur’an adalah ilmu Allah. Sedangkan manusia adalah makhluk. Berarti berbeda antara ilmu Allah dan makhluk.

*Kafirnya Orang yang Mengatakan Al-Qur’an Makhluk*

Para ulama menyatakan sepakat akan kafirnya orang yang meyakini Al-Qur’an itu makhluk.

Imam Malik rahimahullah mengatakan, “Siapa yang mengatakan Al-Qur’an itu makhluk, maka ia dipukul, hingga dipenjara sampai mati.” (As-Sunnah li ‘Abdillah bin Ahmad,1:106, dinukil dari Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani, hlm. 95)

Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Al-Qur’an itu kalamullah, bukanlah makhluk.” (Al-‘Arys li Imam Adz-Dzahabi, 2:291, dinukil dari Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani, hlm. 95)

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Siapa yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, maka menurut kami ia kafir karena Al-Qur’an itu termasuk ilmu Allah dan di dalamnya terdapat nama-nama Allah.” (As-Sunnah li ‘Abdillah bin Ahmad,1:102, dinukil dari Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani, hlm. 95)

Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah menyatakan, “Siapa yang menyatakan bahwa firman Allah berikut,

يَا مُوسَىٰ إِنَّهُ أَنَا اللَّهُ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“(Allah berfirman): “Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. An-Naml: 9)” sebagai makhluk, maka ia kafir zindiq, halal darahnya.” (As-Sunnah li ‘Abdillah bin Ahmad,1:106, dinukil dari Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani, hlm. 95)

An-Nadhr bin Muhammad Al-Maruzi rahimahullah menyatakan, “Siapa yang menyatakan bahwa ayat berikut itu makhluk,

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha: 14)”, maka ia kafir.” (Al-‘Uluw li Al-Imam Adz-Dzahabi, hlm. 161, dinukil dari Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani, hlm. 95)

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan, “Adapun pengafiran pada orang yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, maka telah dikatakan oleh ulama salaf di masanya Imam Malik, Ats-Tsauri, kemudian masanya Imam Ibnul Mubarak, Waki’, lalu masa Imam Syafi’i, ‘Affan, dan Al-Qa’nabi, kemudian masa Imam Ahmad bin Hambal, ‘Ali bin Al-Madini, kemudian pada masa Imam Al-Bukhari, Abu Zur’ah Ar-Razi, kemudian pada masa Muhammad bin Nashr Al-Maruzi dan Muhammad bin Jarir, dan Ibnu Khuzaimah.” (Al-‘Uluw li Al-Imam Adz-Dzahabi, hlm. 161, dinukil dari Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani, hlm. 95-96)

*“Lafazhku dengan Al-Qur’an itu Makhluk”*

Telah masyhur dari Imam Ahmad, dan pengikutnya, juga Imam Malik dan Imam Syafi’i, begitu pula Al-Asy’ari dan selain mereka yang menyatakan, “Siapa yang menyatakan ‘lafazhku dengan Al-Qur’an bukanlah makhluk’, maka ia termasuk mubtadi’ (ahli bid’ah).” (Majmu’ah Al-Fatawa, 3:208)

Imam Ahmad menyatakan, “Yang mengatakan ‘lafazhku dengan Al-Qur’an itu makhluk’ adalah Jahmiyyah, sedangkan yang menyatakan bukanlah makhluk, dialah ahli bid’ah.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 6:187)

Jika yang dimaksud adalah talaffuzh berarti lafazh yang keluar adalah makhluk, maka itu benar. Namun jika yang dimaksudkan adalah al-mutalaffazh bihi, yaitu yang diucapkan (Al-Qur’annya) jika disebut makhluk, maka inilah pendapat Jahmiyyah. Sehingga perlu diperinci untuk kalimat “lafazhku dengan Al-Qur’an adalah makhluk”, apakah yang dimaksud adalah lafazh ataukah al-malfuzh (ayat yang diucapkan).

Demikian penjelasan dari Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah. Lihat https://www.alfawzan.af.org.sa/en/node/7078

*Al-Qur’an itu Langsung dari Allah, Bukan Kalam Jibril*

Faedah yang bisa disimpulkan dari Syaikh Muhammad Bazmul sebagai berikut.

Al-Qur’an Al-‘Azhim adalah kalamullah, merupakan sifat di antara sifat Allah. Allah ‘azza wa jalla itu berbicara. Di antara kalam Allah adalah apa yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Qur’an ini dimulai dari surah Al-Fatihah dan ditutup dengan surah An-Naas. Allah memberikan kepada kita kemudahan untuk mempelajari Al-Qur’an, itu tidaklah berat. Dalam ayat disebutkan,

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17)

Menurut akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Allah sendiri yang berbicara dengan Al-Qur’an ini, lalu didengar oleh Jibril ‘alaihis salam, kemudian disampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana Jibril mendengarnya langsung dari Allah. Penjelasan ini telah diringkas dari Iidhoh Syarh As-Sunnah li Al-Muzani, hlm. 62.

*Akibat Tidak Meyakini Al-Qur’an itu Kalamullah*

Syaikh Muhammad Bazmul berkata, “Akidah ini punya pengaruh hingga permasalah ushul fikih. Asya’irah dan Mu’tazilah menganggap bahwa perintah dalam Al-Qur’an bukanlah bermakna wajib. Begitu pula larangan mereka meyakini juga tidak bermakna haram. Karena mereka beranggapan bahwa Al-Qur’an itu bukanlah kalamullah. Al-Qur’an hanyalah ungkapan Jibril—menurut mereka–, maka Al-Qur’an tidaklah dipastikan hakikatnya perintah atau larangan.” (Iidhoh Syarh As-Sunnah li Al-Muzani, hlm. 62)

Semoga bermanfaat.

Referensi:

1. Iidhoh Syarh As-Sunnah li Al-Muzani. Cetakan Tahun 1439 H. Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Umar Salim Bazmul. Penerbit Dar Al-Mirats An-Nabawi.

2. Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

3. Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani.Khalid bin Mahmud bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Juhani. alukah.net.

Disusun saat perjalanan Panggang – Jogja, 21 Dzulqa’ah 1440 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

https://rumaysho.com/20939-syarhus-sunnah-al-quran-itu-kalamullah.html



Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.