Skip to main content

Beberapa Adab Berdakwah Di Jejaring Sosial

Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc. 9 Februari 2014 

Bismilllah,

Memberi faidah ilmu atau nasehat singkat baik melalui SMS atau status di jejaring sosial seperti facebook adalah amal mulia, salah satu bentuk taqarrub ilallah yang berpahala –insya Allah-. Namun ada yang perlu diperhatikan terkait dengan perbuatan ini, diantaranya adalah beberapa hal berikut:

1. Niat. Ini penting. Bahkan lebih penting dari amal shaleh itu sendiri. Yahya bin Abi Katsir berkata, “Pelajarilah tentang niat, karena ia lebih penting dari amal.” (Jami Al Ulum wal Hikam, hal 18). Maka, hendaknya dilakukan dengan ikhlas; ber-mujahadah (bersungguh-sungguh) melawan niat riya, pamer, ingin dipuji, atau dapat jempol banyak dan lain-lain. Mengapa harus ber-mujahadah? Karena mengikhlaskan niat itu tidak mudah. Sufyan Atsauri berkata, “Tidak ada sesuatu yang paling sulit aku hadapi selain niatku, karena ia senantiasa berbolak-balik.” (Idem). Jangan sampai, niat mulia menebar ilmu berubah menjadi pamer ilmu. Nas`lullahal ‘afwa wal ‘aafiyah.


2. Memastikan bahwa pesan, ilmu atau nasehat itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah; terdapat dalil yang mendukungnya dari Al Qur’an, Sunnah dan perkataan para sahabat. Standar ilmiah bisa dirangkum dengan ungkapan: “shahih secara riwayat dan benar secara istinbath“. Terkadang, seseorang menukil dalil dari Al Qur’an atau hadis, tapi cara pendalilannya, tafsirnya, atau pemahamannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah syar’i. Oleh karena itu, ini juga harus diwaspadai. Akan lebih selamat jika kita memakai pendalilan atau tafsir para ulama yang kredibel dalam memahami dalil-dalil syar’i.

3. Menjaga amanah ilmiah. Hendaknya selalu berusaha mencantumkan sumber dari mana ilmu atau faidah itu kita dapatkan. Hal ini agar kita tidak termasuk orang-orang yang mendapat ancaman hadits, “Orang yang mengaku-ngaku memiliki (al mutasybbi’) dengan sesuatu yang tidak dimilikinya, maka ia seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (HR Bukhari Muslim).

4. Hendaknya tidak menuliskan sesuatu yang bersinggungan dengan syubhat dan masalah ilmiah yang memiliki tingkat kesulitan diluar kapasitas kita. Sehingga kemudian tidak memunculkan debat kusir yang tidak bermanfaat.

5. Menjaga akhlak mulia. Walaupun dalam bentuk tulisan, hendaknya tetap memperhatikan sopan santun dan etika; tidak mengandung celaan, kata-kata kasar dan bermuatan menjatuhkan kehormatan orang lain.

6. Mempertimbangkan maslahat dan mafsadat serta tepat sasaran.

7. Tidak mudah berfatwa, karena fatwa memiliki kehormatan yang tidak boleh dilakukan sembarang orang. Sehingga dikatakan, “Orang yang paling berani berfatwa, adalah orang yang paling sedikit ilmunya”.

Wallahu ‘alam wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyinaa Muhammad

Penulis: Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc.

https://muslim.or.id/19897-beberapa-adab-berdakwah-di-jejaring-sosial.html


Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...