Showing posts with label MEDIA SOSIAL. Show all posts
Showing posts with label MEDIA SOSIAL. Show all posts

Tuesday, March 1, 2022

Adukan Saja Kesedihan Kita Pada Allah, Tidak Perlu Update Status

https://t.me/firanda_andirja
Jujur saja, banyak di antara kita pada hari ini adalah pribadi yang layu. Sedikit saja tertimpa masalah kita segera mengadu, bukan kepada Allah ﷻ tetapi kepada dunia, kita ingin semua orang tahu bahwa kita tengah tertimpa kusulitan agar mereka menaruh kasihan. Sakit update status, ada masalah update status, sedih update status, dst. Kita ingin dunia tahu bahwa kita tengah sedih dan berduka.

Padahal, generasi salaf terdahulu bahkan ada yang menderita sakit pada matanya hingga buta sejak lima belas tahun lamanya tapi tidak ada seorang pun yang tahu. Syuraih al-Qadhi rahimahullah, seorang tabi’in mulia, itulah sosok yang kita maksud. Salah seorang dari mereka yang pernah mencicipi nasehat berharga ini bercerita:
Syuraih berkata kepadaku pada saat aku mengadukan sebagian sesuatu yang membuatku resah karena ulah kawanku. Maka Syuraih memegang tanganku dan menarikku ke pinggir lalu ia berkata:

يَا ابْنَ أَخِيْ، إِيَّاكَ وَالشَّكْوَى لِغَيْرِ اللَّهِ ، فَإِنَّ مَنْ تَشْكُوْ إِلَيْهِ لَا يَخْلُوْ أَنْ يَكُوْنَ صَدِيْقًا أَوْ عَدُوًّا، فَأَمَّا الصَّدِيْقُ فَتُحْزِنُهُ، وَأَمَّا العَدُوُّ فَيَشْمَتُ بِكَ

“Wahai anak saudaraku, janganlah kamu mengadu kepada selain Allah. Karena sesungguhnya orang yang kamu mengadu kepadanya bisa jadi dia adalah kawanmu atau musuhmu. Kalau kawan, berarti kamu membuatnya sedih dan kalau musuh maka kamu akan ditertawakannya.”
Kemudian dia berkata lagi, “Lihatlah mataku ini – sambil menunjuk ke salah satu matanya -, demi Allah aku tidak bisa melihat seseorang pun dan tidak bisa berjalan dengannya sejak lima belas tahun lalu, akan tetapi aku tidak beritakan kepada siapapun kecuali kamu pada saat ini. Apakah kamu tidak mendengar ucapan seorang hamba shalih:

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ

"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." (QS. Yusuf: 86)

Maka jadikanlah Allah ﷻ sebagai tempat pengaduanmu dan tempat kesedihanmu setiap kali musibah menimpamu. Karena Dia adalah Dzat Yang Maha Dermawan dan Yang paling dekat untuk diseru.” (Suwar min Hayatit Tabi’in: 119-120)

Itulah pelajaran berharga dari generasi mulia. Oleh sebab itu, setiap musibah dan permasalahan hidup kita, tidak perlu kita beritakan pada manusia, tidak orang dekat apalagi orang sedunia. Berhentilah menuliskan pengaduan kita di status media sosial yang kita punya, dan kemudian cukupkan diri dengan Allah ﷻ saja.

Semoga bermanfaat.

Ditulis oleh: Zahir Al Minangkabawi

Friday, December 17, 2021

Tergesa-gesa dalam Menyebarkan Berita


Pada masa ini, ketika arus informasi demikian mudahnya, seringkali tanpa berfikir panjang kita langsung menyebarkan (men-share) semua berita dan informasi yang kita terima, tanpa terlebih dahulu meneliti kebenarannya. Kita dengan sangat mudah men-share berita, entah dengan menggunakan media sosial semacam facebook, atau aplikasi whatsapp, atau media yang lainnya. Akibatnya, muncullah berbagai macam kerusakan, seperti kekacauan, provokasi, ketakutan, atau kebingungan di tengah-tengah masyarakat akibat penyebaran berita semacam ini.

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas mengatakan,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta apabila dia mengatakan semua yang didengar.” (HR. Muslim no.7)

Janganlah kita tergesa-gesa menyebarkan berita tersebut, karena sikap seperti ini hanyalah berasal dari setan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّأَنِّي مِنَ اللهِ , وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” (HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 10/104 dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya 3/1054)

*Periksalah Kebenaran sebuah Berita dengan Cermat*

Allah Ta’ala pun memerintahkan kepada kita untuk memeriksa suatu berita terlebih dahulu karena belum tentu semua berita itu benar dan valid. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujuraat [49]: 6)

Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk memeriksa suatu berita dengan teliti, yaitu mencari bukti-bukti kebenaran berita tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan menelusuri sumber berita, atau bertanya kepada orang yang lebih mengetahui hal itu.

Oleh karena itu, sungguh saat ini kita sangat perlu memperhatikan ayat ini. Suatu zaman di mana kita mudah untuk men-share suatu link berita, entah berita dari status facebook teman, entah berita online, dan sejenisnya, lebih-lebih jika berita tersebut berkaitan dengan kehormatan saudara muslim atau berita yang menyangkut kepentingan masyarakat secara luas. Betapa sering kita jumpai, suatu berita yang dengan cepat menjadi viral di media sosial, di-share oleh ribuan netizen, namun belakangan diketahui bahwa berita tersebut tidak benar. Sayangnya, klarifikasi atas berita yang salah tersebut justru sepi dari pemberitaan.

*Hukuman bagi yang Sembarangan Menyebar Berita*

Bagi kita yang suka asal dan tergesa-gesa dalam menyebarkan berita, maka hukuman di akhirat kelak telah menanti kita. Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan mimpi beliau,

رأيت الليلة رجلين أتياني، فأخذا بيدي، فأخرجاني إلى أرض فضاء، أو أرض مستوية، فمرا بي على رجل، ورجل قائم على رأسه بيده كلوب من حديد، فيدخله في شدقه، فيشقه، حتى يبلغ قفاه، ثم يخرجه فيدخله في شدقه الآخر، ويلتئم هذا الشدق، فهو يفعل ذلك به

“Tadi malam aku bermimpi melihat ada dua orang yang mendatangiku, lalu mereka memegang tanganku, kemudian mengajakku keluar ke tanah lapang. Kemudian kami melewati dua orang, yang satu berdiri di dekat kepala temannya dengan membawa gancu dari besi. Gancu itu dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ditarik hingga robek pipinya sampai ke tengkuk. Dia tarik kembali, lalu dia masukkan lagi ke dalam mulut dan dia tarik hingga robek pipi sisi satunya. Kemudian bekas pipi robek tadi kembali pulih dan dirobek lagi, dan begitu seterusnya.”

Di akhir hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat penjelasan dari malaikat, apa maksud kejadian yang beliau lihat,

أما الرجل الأول الذي رأيت فإنه رجل كذاب، يكذب الكذبة فتحمل عنه في الآفاق، فهو يصنع به ما رأيت إلى يوم القيامة، ثم يصنع الله به ما شاء

“Orang pertama yang kamu lihat, dia adalah seorang pendusta. Dia membuat kedustaan dan dia sebarkan ke seluruh penjuru dunia. Dia dihukum seperti itu sampai hari kiamat, kemudian Allah memperlakukan orang tersebut sesuai yang Dia kehendaki.” (HR. Ahmad no. 20165) [2]

Apabila kita sudah berusaha meneliti, namun kita belum bisa memastikan kebenarannya, maka diam tentu lebih selamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَمَتَ نَجَا

“Barangsiapa yang diam, dia selamat.” (HR. Tirmidzi no. 2501) [3]

*Bertanyalah, Adakah Manfaat Menyebarkan suatu Berita Tertentu?*

Lalu, apabila kita sudah memastikan keberannya, apakah berita tersebut akan kita sebarkan begitu saja? Jawabannya tentu saja tidak. Akan tetapi, kita lihat terlebih dahulu apakah ada manfaat dari menyebarkan berita (yang terbukti benar) tersebut? Jika tidak ada manfaatnya atau bahkan justru berpotensi menimbulkan salah paham, keresahan atau kekacauan di tengah-tengah masyarakat dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya, maka hendaknya tidak langsung disebarkan (diam) atau minimal menunggu waktu dan kondisi dan tepat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 74)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu untuk menyebarkan ilmu yang dia peroleh karena khawatir akan menimbulkan salah paham di tengah-tengah kaum muslimin. Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,

فَقَالَ: «يَا مُعَاذُ، تَدْرِي مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ؟ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ؟» قَالَ: قُلْتُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «فَإِنَّ حَقَّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوا اللهَ، وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا» ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ، قَالَ: «لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا»

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Wahai Mu’adz, apakah kamu tahu apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba dan apa hak hamba yang wajib dipenuhi oleh Allah?’ Aku menjawab, ‘Allah dan Rasul-nya yang lebih mengetahui.’ Beliau pun bersabda, ‘Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya ialah supaya mereka beribadah kepada-Nya saja dan tidak berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya. Adapun hak hamba yang wajib dipenuhi oleh Allah adalah Allah tidak akan mengazab mereka yang tidak berbuat syirik kepada-Nya.’

Lalu aku berkata, ’Wahai Rasulullah, bagaimana kalau aku mengabarkan berita gembira ini kepada banyak orang?’ Rasulullah menjawab, ’Jangan, nanti mereka bisa bersandar.’” (HR. Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 154)

Mari kita perhatikan baik-baik hadits ini. Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan suatu berita (ilmu) kepada Mu’adz bin Jabal, namun beliau melarang Mu’adz bin Jabal untuk menyampaikannya kepada sahabat lain, karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir kalau mereka salah paham terhadap kandungan hadits ini. Artinya, ada suatu kondisi sehingga kita hanya menyampaikan suatu berita kepada orang tertentu saja. Dengan kata lain, terkadang ada suatu maslahat (kebaikan) ketika menyembunyikan atau tidak menyampaikan suatu ilmu pada waktu dan kondisi tertentu, atau tidak menyampaikan suatu ilmu kepada orang tertentu. [4]

Mu’adz bin Jabal akhirnya menyampaikan hadits ini ketika beliau hendak wafat karena beliau khawatir ketika beliau wafat, namun masih ada hadits yang belum beliau sampaikan kepada manusia. Mu’adz bin Jabal juga menyampaikan kekhawatiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu, agar manusia tidak salah paham dengan hadits tersebut. [5]

Semoga tulisan singkat ini menjadi panduan kita di zaman penuh fitnah dan kerusakan seperti sekarang ini, yang salah satunya disebabkan oleh penyebaran berita yang tidak jelas asal-usul dan kebenarannya. [6]

Selesai disempurnakan di pagi hari, Rotterdam NL 3 Dzulhijjah 1438/26 Agustus 2017

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penulis: Muhammad Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1]     Dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-shahihah no. 1795.

[2]     Dinilai shahih oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth.

[3]     Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani.

[4]     Al-Qaulul Mufiid ‘ala Kitaabit Tauhiid, 1/55.

[5]     I’anatul Mustafiid, 1/50.

[6]    Dikutip dari buku penulis, “Islam, Sains dan Kesehatan”, hal. 49-54 dengan beberapa penambahan yang dianggap penting. Penerbit Pustaka Muslim, Yogyakarta tahun 2016.

https://muslim.or.id/31810-petunjuk-syariat-dalam-menerima-dan-menyebar-share-berita.html

Bantu Anak Berprestasi di Pondok Pesantren

Rekening *Muslimah Kajian Purwokerto*

Bank Syariah Indonesia (BSI)

(451) 3366633221

Poppy Dian Indira Kusuma

Konfirmasi :

081229093131 Admin

Sunday, January 24, 2021

HATI-HATI DALAM MENULIS STATUS


Tulislah status yang bermanfaat, jika tidak maka diamlah mungkin lebih baik , karena banyak bicara dan termasuk didalamnya banyak menulis itu bisa menjerumuskan ke lembah dosa, dan ujung ujungnya terjembab ke jurang Neraka -wal'iyadzu billah- , hal ini sebagaimana dalam riwayat dari Ibnu Umar -radhiyallahu anhuma- dari Nabi  ﷺ beliau bersabda :

«مَنْ كَثُرَ كَلَامُهُ كَثُرَ سَقَطُهُ، وَمَنْ كَثُرَ سَقَطُهُ كَثُرَتْ ذُنُوبُهُ، وَمَنْ كَثُرَتْ ذُنُوبُهُ كَانَ النَّارُ أَوْلَى بِهِ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ»

"Siapa yang banyak bicaranya, akan banyak salahnya, dan siapa yang banyak salahnya, akan banyak dosanya, dan siapa yang banyak dosanya, maka nerakalah yang pantas baginya, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau (jika tidak bisa) maka diamlah" (Musnad As Syihab al Qadha-i 1/237 No 373, Tazkiyatun Nafs, hal. 13)

Rasulullah ﷺ bersabda :

«مَنْ صَمَتَ نَجَا»

"Barang siapa yang diam, maka akan selamat" (HR Tirmidzi)

Dalam hadits lain disebutkan :

رَحِمَ اللهُ عَبْدًا قَالَ خَيْرًا فَغَنِمَ، أَوْ سَكَتَ عَنْ سُوءٍ فَسَلِمَ

"Semoga Allah ﷻ memberi rahmat kepada seorang Hamba yang ia berkata yang baik maka ia beruntung, atau diam dari berkata buruk maka ia selamat" (Shahih Al Jaami' : 3490)

Dari Ibnu Mas'ud -radhiyallahu anhu- , Rasulullah ﷺ bersabda :

أَكْثَرُ خَطَايَا ابنِ آدَمَ فِي لِسَانِهِ

"Mayoritas kesalahan Ibnu Adam ada pada lisannya" (Silsilah As Shahihah, no. 534)

Kita sering menyaksikan ada status yang isinya kesyirikan, kekufuran, kebid'ahan, status nyebarkan hadits palsu, atau status ghibah, atau namimah, status membantah masalah agama tanpa ilmu, menyebarkan syubhat, dan lain lain.

Maka berhati hatilah dengan lisan, tulisan, ingatlah saudaraku yang dirahmati Allah ﷻ , bahwa lisan mu akan binasa tapi keburukan yang kau tebarkan melalui lisan mu akan tetap abadi dikenang orang, mungkin tangan mu yang telah menulis akan binasa, tapi tulisan di statusmu akan abadi di baca manusia.

Ibnu Mas'ud -radhiyallahu anhu- berkata,

يَا لِسَانُ قُلْ خَيْرًا تَغْنَمْ، أَوِ اصْمُتْ تَسْلَمْ، قَبْلَ أَنْ تَنْدَمَ» 

"Wahai lisan ucapkanlah yang baik, niscaya kamu beruntung, dan diamlah, niscaya kamu selamat, sebelum kamu menyesal." (Silsilah As Shahihah no 534)

Wallahu A'lam.

Semoga bermanfaat.

Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini 


Monday, December 14, 2020

Kenyataan Kebebasan Berpendapat di Sosial Media

Di zaman modern saat ini, dengan adanya sosial media dan internet, seseorang dengan mudah berbicara dan menyampaikan pendapatnya. Di sosial media lebih mudah menyampaikan aspirasi dan pendapat. Akan tetapi sosial media ada juga sisi negatifnya, yaitu setiap orang bebas berbicara negatif, mencaci dan mencela. Lebih bebas daripada di dunia nyata karena ia bisa sembunyi di balik akun sosial media yang ia punya, bisa lebih berani karena tersembunyi dan bisa lebih lari dari tanggung jawab.

Sebagai seorang mukmin, tentu sangat tidak layak berbicara kasar, mencela dan melaknat kapanpun dam di mana pun, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

  ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦَ ﻟَﻴْﺲَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻌَّﺎﻥِ ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟﻄَّﻌَّﺎﻥِ، ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟْﻔَﺎﺣِﺶِ ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟْﺒَﺬِﻱﺀِ

 “Sesungguhnya orang mukmin itu orang yang tidak suka melaknat, mencela, berkata keji/jorok, dan kotor” (HR. Ahmad 1/416; shahih).

 Semoga Bermanfaat

Baca Juga : Kajian Terbaru Kami Disini

Bangkrut Karena Lisan yang Buruk di Sosial Media

Hendaknya kita berhati-hati menjaga lisan kita di dunia nyata dan menjaga tulisan serta komentar kita di dunia maya. Karena tulisan ini kedudukannya sama dengan ucapan lisan. Sebagaimana kaidah:

 الكتابة تنزل  منزلة القول

 “Tulisan (hukumnya) sebagaimana lisan”

Ketika lisan suka mencaci, mencela, melaknat, ghibah dan berkata-kata kotor kepada orang lain, ini sama saja kita akan “bagi-bagi pahala gratis” kepada mereka kemudian kita akan bangkrut. Mengapa demikian? Karena dengan lisan dan tulisan kita, mereka yang kita cela dan caci-maki adalah pihak yang kita dzalimi. Jika kita tidak meminta maaf di dunia, maka urusan akan berlanjut di akhirat.

Di akhirat kita tidak bisa meminta maaf begitu saja, akan tetapi ada kompensasinya. Kompenasi tersebur bukan uang ataupun harta. Karena ini sudah tidak bermanfaat di hari kiamat.

Allah berfirman,

 ﻳَﻮْﻡَ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻔَﻊُ ﻣَﺎﻝٌ ﻭَﻟَﺎ ﺑَﻨُﻮﻥَ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺑِﻘَﻠْﺐٍ ﺳَﻠِﻴﻢٍ

“Pada hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat” (Asy-Syu’araa`: 88-89).

Semoga Bermanfaat

Baca Juga : Kajian Terbaru Kami Disini

 

 

Dosa Berat Atas Buruknya Lisan di Sosial Media

Kompensasinya adalah sebagai berikut:

Jika punya pahala kebaikan seperti pahala shalat dan puasa, maka akan dibagi-bagikan kepada mereka yang didzalimi di dunia dan belum selesai perkaranya artinya belum ada maaf dan memaafkan

Jika yang mendzalimi (mencela dan memaki) sudah habis pahalanya, maka dosa orang yang didzalimi akan ditimpakan dam diberikan kepada orang yang mendzalimi

Inilah yang disebut dengan orang yang bangkrut atau “muflis” di hari kiamat berdasarkan hadits berikut,

أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit) itu?”

Para sahabat menjawab, ”Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.”

Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Muflis (orang yang pailit) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka” (HR. Muslim).

 

Semoga Bermanfaat

Baca Juga : Kajian Terbaru Kami Disini

Saturday, October 31, 2020

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Assalaamu'alaikum wr. wb

Bismillaah,

Kali ini Griya Kajian Sunnah mencoba memberi tips aman atau memberi peringatan tentang pentingnya menjaga akun kita di media sosial khususnya whats app, akhir - akhitr ini saya di kabari beberapa teman bahwa akun whats app mereka terkena hack atau di retas oleh seseorang, setelah diselidik ternyata ini kesalahan pemilik akun whats app itu sendiri karena ternyata mereka pernah diminta angka verifikasi whats app oleh orang tak dikenal, ngakunya kalo angka itu akun bisnisnya dan minta dikirim ke yg menghubungi /oknum tersebut, padahal di pelaku menggunakan hp tanpa kartu , karena whats app sendiri bisa dioperasikan tanpa sim card tertanam di perangkat, saya tahu modusnya si pelaku membuka akun whats app dari perngkat hp dia dan nomor yg dipakai acak saja, jika ternyata benar supaya memasukkan angka verifikasi maka sipelaku dengan nomor yang lain menghubungi si korban meminta angka verifikasi dengan dalih tadi salah kirim. Setelah angka didapat maka kendali whats app ada di tangan oknumnya, sehingga whats app bisa untuk berbuat sesukanya termasuk menghubungi kontak pemilik whats app dannujung ujungnya minta uang atau pinjam uang bahwa akan dikembalikan besok atau waktu tertentu. Nah dari kejadian ini sy ingin memberi pesan atau tips simpel sebagai berikut :

1. Jangan pernah memberikan kode/angka apapn kepada orang yang tidak dikenal ataupn sudah dikenal, cukup anda sendiri yang tahu

2. Setiap habis transaksi apapun yang menghasilkan kode huruf atau angka segera hapus dari perangkat anda.

3. Jangan sebarangan memberikan no identitas kita.

4. Pada kasus penipuan rekening bank jangan pernah memberikan info nama ibu kandung walaupun sekedar jawaban "ya" 

5. Perkuat akun anda sebisa mungkin tidak dengan satu cara saja

6. Lakukan pemblokiran kartu sim card anda jika dirasa ada kejanggalan

7. Apabila anda menggunakan komputer / laptop untuk whatsapp web usahakan selalu keluar dari whatsapp web jika sudah tidak memakai komputer / laptop anda.

Baik mungkin hanya itu saja dulu, ohya sy tahu artikel ini malah bisa mengajari untuk berbuat tidak baik, tapi disisi lain pengetahuan ini akan menjadikan pembelajaran untuk khalayak banyak, ingat jika kita menjahati orang cepat atau lambat kita akan dapat balasannya, pikirkan jika ingin berbuat tidak baik atau menyalahgunakan info dari artikel.

Semoga beemanfaat

Baca Juga : Kajian Sunnah Klik Disini

Wassalaamu'alaikum wr. wb.

Disclaimer : Artikel ini bertujuan baik supaya siapapun bisa terhindar/tercegah dari  kerugian karena penggunaan media sosial khususnya whatsapp.


Tuesday, September 15, 2020

Beberapa Adab Berdakwah Di Jejaring Sosial

Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc. 9 Februari 2014 

Bismilllah,

Memberi faidah ilmu atau nasehat singkat baik melalui SMS atau status di jejaring sosial seperti facebook adalah amal mulia, salah satu bentuk taqarrub ilallah yang berpahala –insya Allah-. Namun ada yang perlu diperhatikan terkait dengan perbuatan ini, diantaranya adalah beberapa hal berikut:

1. Niat. Ini penting. Bahkan lebih penting dari amal shaleh itu sendiri. Yahya bin Abi Katsir berkata, “Pelajarilah tentang niat, karena ia lebih penting dari amal.” (Jami Al Ulum wal Hikam, hal 18). Maka, hendaknya dilakukan dengan ikhlas; ber-mujahadah (bersungguh-sungguh) melawan niat riya, pamer, ingin dipuji, atau dapat jempol banyak dan lain-lain. Mengapa harus ber-mujahadah? Karena mengikhlaskan niat itu tidak mudah. Sufyan Atsauri berkata, “Tidak ada sesuatu yang paling sulit aku hadapi selain niatku, karena ia senantiasa berbolak-balik.” (Idem). Jangan sampai, niat mulia menebar ilmu berubah menjadi pamer ilmu. Nas`lullahal ‘afwa wal ‘aafiyah.


2. Memastikan bahwa pesan, ilmu atau nasehat itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah; terdapat dalil yang mendukungnya dari Al Qur’an, Sunnah dan perkataan para sahabat. Standar ilmiah bisa dirangkum dengan ungkapan: “shahih secara riwayat dan benar secara istinbath“. Terkadang, seseorang menukil dalil dari Al Qur’an atau hadis, tapi cara pendalilannya, tafsirnya, atau pemahamannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah syar’i. Oleh karena itu, ini juga harus diwaspadai. Akan lebih selamat jika kita memakai pendalilan atau tafsir para ulama yang kredibel dalam memahami dalil-dalil syar’i.

3. Menjaga amanah ilmiah. Hendaknya selalu berusaha mencantumkan sumber dari mana ilmu atau faidah itu kita dapatkan. Hal ini agar kita tidak termasuk orang-orang yang mendapat ancaman hadits, “Orang yang mengaku-ngaku memiliki (al mutasybbi’) dengan sesuatu yang tidak dimilikinya, maka ia seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (HR Bukhari Muslim).

4. Hendaknya tidak menuliskan sesuatu yang bersinggungan dengan syubhat dan masalah ilmiah yang memiliki tingkat kesulitan diluar kapasitas kita. Sehingga kemudian tidak memunculkan debat kusir yang tidak bermanfaat.

5. Menjaga akhlak mulia. Walaupun dalam bentuk tulisan, hendaknya tetap memperhatikan sopan santun dan etika; tidak mengandung celaan, kata-kata kasar dan bermuatan menjatuhkan kehormatan orang lain.

6. Mempertimbangkan maslahat dan mafsadat serta tepat sasaran.

7. Tidak mudah berfatwa, karena fatwa memiliki kehormatan yang tidak boleh dilakukan sembarang orang. Sehingga dikatakan, “Orang yang paling berani berfatwa, adalah orang yang paling sedikit ilmunya”.

Wallahu ‘alam wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyinaa Muhammad

Penulis: Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc.

https://muslim.or.id/19897-beberapa-adab-berdakwah-di-jejaring-sosial.html