Skip to main content

Jual Beli Curang dan Mengurangi Timbangan, Bagaimana Cara Bertaubatnya

By KonsultasiSyariah.com 

Pertanyaan:

Assalamualaikum, Ustadz, Bagaimana cara menebus dosa mengurangi timbangan ketika berdagang ? terima kasih.

Jawaban:

Wa’alaikumussalam, Bismillah walhamdulillah, Wassholatu wassalamu ‘ala Rasulullah,

Saudara-saudari yang kami hormati, telah kita ketahui bersama bahwa Allah ﷻ mewajibkan kita agar jujur dalam melakukan transaksi jual beli, diantara perintah Allah ﷻ adalah untuk jujur dalam menakar dan menimbang barang dagangan, sebagimana firman Allah ﷻ:

 وأوفوا الكيل والميزان بالقسط

“…Dan Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil…” (QS. Al-An’am: 152)

Dan telah kita ketahui juga bahwa mengurangi takaran atau timbangan dalam transaksi jual beli merupakan perbuatan dosa yang dimurkai oleh Allah ﷻ , sebagaimana firman Allah ﷻ:

ويل للمطففين, الذين إذا اكتالوا على الناس يستوفون, وإذا كالوهم أو وزنوهم يخسرون

“Celakalah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) Orang orang-yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain) mereka menguranginya” (QS. Al-Muthaffifin: 1-3).

Jika seandainya kita pernah melakukannya, maka seharusnya kita bertaubat dari perbuatan tersebut, pertama dengan mengakui bahwa hal tersebut merupakan perbuatan dosa, Ibnul Qoyyim rahimahullah pernah mengatakan:

لا تصح التوبة إلا بعد معرفة الذنب, والاعتراف به, وطلب التخلص من سوء عواقبه أولا وآخرا.

“Tidaklah sah taubat kecuali dengan mengetahui bahwa perbuatan itu merupakan dosa, mengakui bahwa kita telah melakukannya, dan berusaha melepaskan diri dari akibat buruk dari dosa tersebut baik di dunia maupun di akhirat” (Madarijus Salikin: 1/235).

Kemudian, tentunya kita perlu mengetahui bagimana caranya agar taubat kita diterima oleh Allah ﷻ yaitu dengan memenuhi syarat-syaratnya, sebagimana Syaikh Utsaimin rahimahullah menyebutkan:

الإخلاص لله, الندم على ما فعل من المعصية, أن يقلع عن الذنب الذي هو فيه, العزم أن لا يعود في المستقبل, أن تكون في زمن تقبل فيه التوبة (… قبل حلول الأجل وقبل طلوع الشمس من مغربها…)

“(Syarat-syarat Taubat) adalah:

1. Ikhlas kepada Allah.

2. Penyesalan atas maksiat yang pernah ia lakukan.

3. Meningglkan dosa tersebut.

4. Bertekad agar tidak kembali lagi berbuat dosa di waktu yang akan datang

5. Taubat dilakukan pada waktu yang tepat, yaitu: Sebelum datangnya Ajal dan Sebelum Matahri terbit dari barat. (Lihat: Syarah Riyadhus Shalihin: 1/45-47).

Kemudian beliau rahimahullah menambahkan:

إذا كانت المعصية بالغش والكذب على الناس وخيانة الأمانة, فالواجب أن يقلع عن ذلك, وإن كان اكتسب مالا من هذا الطريق المحرم فالواجب عليه أن يرده إلى صاحبه أو يستحله منه

“Apabila dosa/maksiat tersebut berupa kecurangan atau kebohongan kepada manusia, dan pengkhianatan atas sebuah amanah, maka yang wajib ia lakukan adalah meniggalkan dosa tersebut, dan apabila menghasilkan harta dari jalan yang haram seperti ini, maka diwajibkan kepadanya agar mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya, atau meminta dihalalkan kepada pemiliknya tersebut”

Beliau pun melanjutkan:

فإن كان مالا فلا بد أن تؤديه إلى صاحبه ولا تقبل التوبة إلا بأدائه, مثل أن تكون سرقت مالا من شخص وتبت من هذا فلا بد أن توصل المسروق إلى النسروق منه….. فإن لم تعرف أو غاب عنك هذا الرجل ولم تعرف له مكانا فتصدق به عنه تخلصا منه والله سبحانه وتعالى يعلمه ويعطيه إياه

“Maka apabila dosa berkaitan dengan harta/uang, maka hendaknya ia kembalikan kepada pemiliknya, dan taubat tidak akan diterima kecuali dengan mengembalikannya, misalnya: Anda mencuri harta dari seseorang dan Anda telah bertaubat dari perbuatan itu, maka wajib bagi Anda untuk mengembalikan harta curian tersebut kepada orang yang telah Anda curi hartanya,…. Dan Apabila Anda tidak mengetahui pemiliknya atau pemiliknya sudah tidak berada di tempat semula dan tidak diketahui posisinya, maka bersedekahlah dengan harta tersebut atas nama pemiliknya sebagai bentuk berlepas diri dari perbuatan dosa ini, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahuinya dan menyampaikan sedekah tersebut kepada pemilik harta” (Syarah Riyadhus Shalihin: 1/45-46).

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah juga pernah ditanya tentang orang yang melakukan kecurangan ketika jual-beli, maka beliaupun menjawab:

فعليه التوبة إلى الله, وعليه رد الزيادة إلى صاحبها إن كان يعرفه وإن كان ما يعرفه يتصدق بالزيادة التي أخذها بغير حق.

“Maka ia wajib bertaubat kepada Allah, dan wajib mengembalikan kelebihan uang yang ia dapatkan dengan cara tersebut kepada pemiliknya apabila ia mengetahui pemiliknya, dan apabila ia tidak mengetahuinya hendaklah ia bersedekah dengan kelebihan uang yang telah ia peroleh dengan cara yang tidak benar” (binbaz.org.sa).

Maka, dengan demikian insya Allah taubatnya diterima oleh Allah ﷻ, namun jika kita tidak lagi mengingat berapa jumlah uang yang pernah dicurangi, maka tentunya berusahalah untuk memperkirakannya, kemudian perbanyaklah melakukan amal shaleh seperti sedekah dan sebagainya, Allah ﷻ berfirman:

(…إن الحسنات يذهبن السيئات….)

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan.”(QS. Hud: 114).

Dan Rasulullah ﷺ bersabda:

وأتبع السيئة الحسنة تمحها

“Dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka perbuatan baik tersebut menghapus nya (perbuatan buruk)” (HR. Tirmidzi: 1910)

Demikianlah, semoga menjadi Imu yang bermanfaat,

Wallahu A’lam.

Dijawab oleh Ustadz Hafzan Elhadi, Lc., M.Kom (Alumni Lipia, Fakultas Syariah)




Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.