Skip to main content

MAKANAN TERBAIK SETELAH HALAL DAN THAYYIB

Dikeluarkan Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya:

عَنِ الْمِقْدَامِ رَضِي اللَّهم عَنْه عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ)) رواه البخاري.

Dari al-Miqdam radhiallahu ‘anhu, bhwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:

“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan, yang berasal dari hasil usaha tangannya (sendiri). Dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” [HSR al-Bukhari (no. 1966)]

Hadis yang agung ini menunjukkan keutamaan bekerja mencari nafkah yang halal, dan berusaha memenuhi kebutuhan diri dan keluarga dengan usaha sendiri. Bahkan ini termasuk sifat-sifat yang dimiliki oleh para nabi ‘alaihimussalam dan orang-orang yang saleh. Dalam hadis lain Rasulullah ﷺ bersabda: “Nabi Zakariya ‘alaihissalam adalah seorang tukang kayu.” [HSR Muslim (no. 2379)]

*Beberapa faidah penting dari hadis di atas:*

• Termasuk sifat mulia yang dimiliki oleh para nabi ‘alaihimussalam dan orang-orang yang saleh adalah mencari nafkah yang halal dengan usaha mereka sendiri, dan ini tidak melalaikan mereka dari amal saleh lainnya, seperti berdakwah di jalan Allah taala dan memuntut ilmu agama.

• Usaha yang halal dalam mencari rezeki tidak bertentangan dengan sifat zuhud, selama usaha tersebut tidak melalaikan manusia dari mengingat Allah taala. Allah ﷻ berfirman memuji hamba-hamba-Nya yang saleh:

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan, dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada Hari (Pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” [QS an-Nuur:37]

• Imam Ibnu Katsir berkata:

“Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikan oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli (berbisnis) dan meraih keuntungan (besar), dari mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka (Allah taala) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezeki kepada mereka. Dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah taala adalah lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka. Karena apa yang ada di tangan mereka akan habis/musnah, sedangkan balasan di sisi Allah adalah kekal abadi.” [Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/390)].

• Bekerja dengan usaha yang halal meskipun dipandang hina oleh manusia, lebih baik dan mulia daripada meminta-minta dan menjadi beban bagi orang lain [Lihat kitab “Bahjatun Naazhiriin” (1/598)]. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh jika salah seorang dari kalian mengambil tali, lalu pergi ke gunung (untuk mencari kayu bakar), kemudian dia pulang dengan memikul seikat kayu bakar di punggungnya lalu dijual, sehingga dengan itu Allah menjaga wajahnya (kehormatannya), maka ini lebih baik dari pada dia meminta-minta kepada manusia, diberi atau ditolak.” [HSR al-Bukhari (no. 1402) dan (no. 1410)]

• Mulianya sifat ‘iffah (selalu menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta-minta), serta tercelanya sifat meminta-minta dan menjadi beban bagi orang lain. Inilah sifat mulia yang ada pada para sahabat Rasulullah ﷺ, sebagaimana firman Allah ﷻ:

لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا

“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di bumi. Orang yang tidak tahu (keadaan mereka) menyangka mereka orang kaya, karena mereka memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.” [QS al-Baqarah: 273]

• Keutamaan berdagang (berniaga) yang halal, dan inilah pekerjaan yang disukai dan dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabat radhiallahu’anhum, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang shahih [HR ath-Thabrani dalam “Al-Mu’jamul Kabiir” (23/300, no. 674) dan dinyatakan jayyid (baik/shahih) oleh syaikh al-Albani dalam “Silsilatul Ahaa-ditsish Shahiihah” (no. 2929)]. Adapun hadis “Sembilan persepuluh (90 %) rezeki adalah dari perniagaan”, maka ini adalah hadis yang lemah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh al-Albani. [Dalam “Silsilatul Ahaa-ditsidh Dha’iifah” (no. 3402)]

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Penulis: Abdullah bin Taslim al-Buthoni

https://nasihatsahabat.com/makanan-terbaik-setelah-halal-dan-thayyib/amp/



Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...