Skip to main content

Apa Hukumnya Menambahkan Kata “sayyidina”

Bismillah....

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

*Pertanyaan: Apa hukumnya menambahkan kata “sayyidina” dalam salawat pas tahiyat saat shalat?*

*Jawaban: Bismillah. Kita memiliki satu prinsip, bahwa semua ibadah itu dibangun berdasarkan dalil dan tuntunan Nabi ﷺ. Dan ini merupakan konsekuensi dari syahadat kita Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Terlebih ibadah shalat. Ucapan dan gerakan shalat, harus sesuai dengan petunjuk Nabi ﷺ. Yang beliau ajarkan kepada umat, itulah tata cara yang terbaik, cara yang paling sempurna.*

*Oleh karena itu, shalawat yang terbaik adalah shalawat yang diajarkan Nabi ﷺ. Disamping itu, tidak dijumpai adanya dalil dari Nabi ﷺ, maupun sahabat, bahkan sampai tabi’in sekalipun yang menambahkan lafadz “sayyiduna” sebelum kata ‘Muhammad’ ketika membaca shalawat.*

*Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani pernah ditanya tentang lafadz shalawat yang benar, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Apakah disyaratkan harus menggelari Nabi ﷺ* *dengan ‘sayyidina’, misal dengan mengucapkan:* ‘ *shalli ‘ala sayyidina Muhammad’ atau ‘shalli ‘ala sayyidi waladi adam ataukah cukup mengucapkan: “Allahumma*  *shalli ‘alaa Muhammad”?*

*Mana yang lebih afdhal, menambahkan lafadz ‘sayyid’ karena kata ini termasuk sifat yang melekat pada diri Nabi ﷺ ? Ataukah tanpa diberi tambahan karena tidak ada dalil dalam masalah ini?*

*Al-Hafidz Ibnu Hajar menjawab: "Benar, mengikuti lafadz shalawat yang ma’tsur (sesuai dalil) itu lebih didahulukan. Kita tidak boleh mengatakan: Bisa jadi Nabi ﷺ tidak mengajarkan demikian karena ketawadhuan beliau, sebagaimana beliau tidak membaca shalawat ketika nama beliau disebut, sementara umatnya dianjurkan membaca shalawat ketika nama beliau disebut. Kami beralasan, andaikan memberikan tambahan ‘sayyidina’ itu dianjurkan, tentu akan dipraktekkan para sahabat, kemdian tabi’in. Namun belum pernah aku jumpai adanya riwayat dari sahabat maupun tabiin yang mengucapkan kalimat itu. Padahal sangat banyak lafadz shalawat dari mereka."*

*Andaikan tambahan kata “sayyidina” itu disyariatkan, sebagai bentuk rasa hormat kepada Nabi ﷺ, tentu Ka’ab bin ‘Ujrah, seorang sahabat yang mulia, akan mengajarkannya kepada muridnya, karena merekalah orang yang paling hormat dan paling tahu cara mengagungkan Nabi ﷺ.*

*Setelah kita memahami bahwa bacaan shalawat dari Nabi ﷺ tidak memuat tambahan “sayyidina” maka bacaan salawat ketika shalat tidak boleh ditambahi “sayyidina”. Semua bacaan dalam shalat harus tepat sesuai dengan bacaan yang disebutkan dalam dalil. Bahkan, sebagian ulama menyatakan bahwa menambahkan lafal “sayyidina” dalam bacaan salawat ketika shalat bisa membatalkan shalat.*

*Wallahu a'lam, semoga bermanfaat.*

*Dijawab oleh: Ust. Ammi Nur Baits*

*Sumber: konsultasisyariah.com*

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.