Diantara kasih sayang Allah azza wa jalla terhadap hamba-Nya Dia menjadikan untuk mereka musim-musim ketaatan, dimana di dalamnya mereka dianjurkan untuk memperbanyak amal sholeh. Walaupun pada hakikatnya ketaatan hakiki itu tidak mengenal musim. Dan diantara musim ketaatan tersebut adalah bulan Dzulhijjah.
Berikut ini beberapa amalan yang disunnahkan dibulan Dzulhijjah.
Menjaga amalan-amalan fardhu dan memperbanyak sholat-sholat nafilah (sunnah). Hal ini berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan memperbanyak amal sholeh di bulan ini.
Berpuasa pada 9 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Sebagian istri nabi menuturkan, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berpuasa pada 9 hari di bulan Dzulhijjah, hari Asyuro’ dan tiga hari pada setiap bulan” (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai).
Bila tidak mampu berpuasa 9 hari berturut turut, maka jangan sampai melewatkan puasa Arafah. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab,
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“Puasa itu menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya” (HR. Muslim)
Bertakbir, bertahlil dan bertahmid. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
“Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah), karenanya perbanyaklah tahlil, t
akbir, dan tahmid di dalamnya” (HR. Ahmad. Sanad hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir).
Imam Bukhari mengatakan, “Dahulu Umar –radhiallahu anhu– mengumandangkan takbir di dalam kemahnya di mina, maka penghuni masjipun mendengarnya, lalu mereka bertakbir, orang-orang dipasarpun ikut bertakbir hingga mina dipenuhi gema takbir”.
Disunnahkan untuk mengeraskan takbir, baik di jalanan, di pasar-pasar, bahkan diatas pembaringan sekalipun sebagaimana praktek yang dilakukan salafus sholeh. Berikut ini beberapa bentuk lafdz takbir yang disunnahkan.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Kabiiran
Allahu Akbar, Allahu Akbar, la Ilaaha Illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, la Ilaaha illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd.
Catatan: Sunnah memperbanyak takbir, tahlil dan tahmid ini mulai dilalaikan banyak orang tidak hanya orang awam, bahkan orang-orang sholeh pun mulai meninggalkan sunnah ini, tentu ini sangat disayangkan. Kondisi ini jauh berbeda dengan kondisi di zaman salafussholeh –ridhwanullah alaihim-. Jadi sudah selayaknya kita menghidupkan kembali sunnah yang mulai dilalaikan banyak orang ini.
Berqurban. Allah azza wa jalla berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah” (Al-Kautsar;2).
Ibadah ini merupakan sunnah muakkadah tidak sampai pada derajad wajib. Imam At-Thahawi mengatakan:
ويدل على عدم الوجوب أن أبا بكر ـ رضي الله عنه ـ ترك التضحية, وكذلك عمر وابن عباس وعدد من الصحابة, خشية أن يرى الناس أن التضحية واجبة،
“Dan yang menunjukkan bahwa ibadah ini tidaklah wajib adalah perbuatan Abu Bakar -radhiallahu anhu- yang pernah meninggalkan berkurban, demikian juga Umar, Ibnu Abbas dan beberapa sahabat lain -radhiallahu anhum-. Mereka tidak berkurban karena khawatir orang-orang akan menyangkanya sebagai ibadah yang wajib”.
As-Sya’bi –rahimahullah– meriwayatkan bahwa Imam Syuraih mengatakan,
رأيت أبا بكر وعمر ـ رضي الله عنهما ـ وما يضحيان كراهة أن يقتدى بهما
“Aku melihat Abu Bakar dan Umar –radhiallahu anhuma– tidak melakukan Ibadah Qurban karena takut orang-orang akan mengikuti keduanya”. Maksudnya mereka meninggalkannya karena takut orang-orang akan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajib.
Adapun Hadits Abu Hurairah –radhiallahu anhu– yang berbunyi:
من وجد سعة لأن يضحي فلم يضح فلا يحضر مصلانا
“Barangsiapa memiliki kesanggupan lantas ia tidak berkurban, maka janganlah ia menghadiri lapangan tempat shalat kami ini“.
Hadits tersebut di atas mauquf kepada Abu Hurairah. Bahkan Al- Arna’uth di dalam takhrij Musnad mendhaifkan hadits tersebut dikarenakan adanya rowi yang bernama Abdullah Ibnu Ayyasy, dan beliau dhoif.
Meskipun tidak sampai pada derajad wajib tetap saja ibadah ini tidak layak ditinggalkan apalagi disaat Allah memberi kelapangan rezeki kepada kita.
Melaksanakan Ibadah Haji bagi yang mampu. Dan diwajibkan bagi orang yang belum menunaikan haji islam.
Hendaklah seorang muslim menyambut musim ketaatan ini dengan taubat yang tulus, tekad yang kuat untuk tidak kembali melakukan dosa serta bersungguh-sungguh dalam melakukan amal sholeh seperti membaca Al-Quran, Dzikrullah dan amalan baik lainnya.
Sekian, semoga bermanfaat.
Madinah 29 Dzulhijjah 1435 H
[diadaptasi dari risalah seputar bulan Dzulhijjah oleh Syaikh Muhammad sholeh Al Utsaimin –rahimahullah– ]
Penulis: Aan Chandra Thalib, Lc.
Artikel Muslimah.Or.Id
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.