Skip to main content

Covid-19, Sudahkah Memberikan Pengaruh Buat Akhirat Kita?

Bismillaah

Oleh: Ust. Zahir al-Minangkabawi

Virus corona atau yang belakangan dikenal dengan Covid-19 telah membuat seluruh dunia terguncang. Padahal, itu hanya satu dari sekian banyak makhluk Allah yang Ia kirim untuk hikmah yang sangat besar.

Bagi seorang mukmin, bisa jadi ini adalah sebuah peringatan untuk menyadarkan mereka dari kelalaian. Coba kita tadabburi salah satu firman Allah berikut ini:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum: 41)

Bukankah di akhir ayat tersebut Allah menyebutkan bahwa salah satu hikmah musibah itu adalah sebagai peringatan agar manusia itu kembali ke jalan yang benar. Maka dari sini, cobalah kita tilik diri kita sendiri. Apakah dengan adanya Covid-19 ini kita kembali kepada-Nya ataukah malah sebaliknya?

Jika dengan adanya peristiwa ini membuat kita semakin beriman kepada Allah, takdir-Nya, mengakui kekuasaan dan kebesaran-Nya seraya mengakui kelemahan diri kita, butuhnya kita terhadap pertolongan dan perlindungan-Nya. Sehingga, terealisasi dalam bentuk taubat, banyak berzikir dan istighfar, mendirikan shalat dan sering membaca Al-Qur’an, maka mudah-mudahan ini adalah tanda kebaikan. Musibah ini membuat kita kembali kepada-Nya. Membuka mata dan menyadari kelalaian kita selama ini.

Namun jika sebaliknya, Covid-19 ini tidak membuat kita berubah kearah lebih baik. Tidak memberikan pengaruh untuk kehidupan akhirat kita. Bukannya bertaubat kepada Allah tapi malah kian congkak kepada-Nya. Bukannya malah banyak membaca Al-Qur’an tapi malah semakin sering menggengam gadget, menatap layar televisi untuk mengikuti berita terkini dari peristiwa Covid-19 di dunia, maka ini adalah tanda keburukan. Jangan-jangan mata kita benar-benar telah buta, telinga kita telah tuli dan hati kita telah membatu sehingga tidak bermanfaat lagi peringatan Allah.

Maaf, jangan salah paham. Bukan tidak boleh kita melihat berita dan mengikuti perkembangan terkini dari peristiwa ini. Itu juga perlu, agar kita dapat menjaga diri dan mencari sebab keselamatan. Dan ini tentu adalah hal yang juga disyaratkan oleh agama. Yang tercela, ketika kita hanya sibuk mengumpulkan berita tapi tidak ada pengaruhnya untuk akhirat kita. Kita habiskan waktu berjam-jam untuk melihat gadget namun lupa melihat al-Qur’an.

Orang cerdas, yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut dengan Ulul Albab, adalah orang yang banyak mengingat Allah serta mampu merenungi berbagai peristiwa kehidupan dunia dan mengambil pelajaran dari semuanya, untuk menyiapkan bekal menyongsong kehidupan akhiratnya. Allah berfirman:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ ، الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.  (QS. Ali Imran: 190-191)

Maka marilah kita menjadi mukmin yang ulul albab itu. Dengan melihat dan memikirkan musibah Covid-19 ini kita semakin beriman kepada Allah, kita katakan sebagaimana do’a mereka dalam ayat ini:
 

رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,

maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Allah tidaklah sia-sia menciptakan Covid-19, banyak hikmahnya salah satunya agar kita kembali. Oleh sebab itu, marilah kita semakin mendekat kepada Allah, bertaubat, beristighfar. Besarkan isti’adzah, istighatsah, dan isti’anah kita kepada Allah. Silahkan baca berita yang kita perlukan, namun jangan habiskan waktu hanya untuk itu. Lebih baik kita gunakan untuk beribadah, membaca Al-Qur’an atau membaca buku-buku Islam agar bertambah ilmu agama kita. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-Nya yang mau kembali kepada-Nya. Aamiin.
Semoga bermanfaat.
Diterbitkan oleh: Lajnah Dakwah Yayasan Maribaraja

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.