بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ العَبْدَ التَّقِيَّ، الغَنِيَّ، الخَفِيَّ
"Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, yang merasa cukup, yang tidak suka ketenaran." [HR. Muslim dari Saad bin Abi Waqqash radhiyallahu’anhu]
Hadits yang mulia ini menjelaskan tiga sifat yang dicintai Allah 'azza wa jalla:
1. Bertakwa
Asy-Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata, "Orang yang bertakwa adalah yang bertakwa kepada Allah 'azza wa jalla, yaitu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya." [Syarhu Riyadhis Shalihin, 3/510]
2. Merasa Cukup
Asy-Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata, "Orang yang merasa cukup adalah merasa cukup dengan miliknya tanpa berharap kepada manusia. Merasa cukup dengan Allah 'azza wa jalla tanpa berharap kepada selain-Nya, tidak meminta-minta apa pun kepada manusia, dan tidak pula menampakkan kebutuhan kepada manusia." [Syarhu Riyadhis Shalihin, 3/511]
3. Tidak Suka Ketenaran
Asy-Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata, "Orang yang tidak suka ketenaran adalah yang tidak suka terkenal dan tidak peduli dengan popularitas, pengakuan orang, ataukah menjadi buah bibir." [Syarhu Riyadhis Shalihin, 3/511]
Karena ia beramal dengan ikhlas, semata mengharap balasan dari Allah 'azza wa jalla.
Adapun orang yang menyukai ketenaran adalah orang yang tidak ikhlas, karena ia tidak jujur kepada Allah, sehingga ia tidak akan menggapai manisnya iman dan nikmatnya ibadah.
Al-Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata, “Tidaklah jujur kepada Allah, seorang hamba yang cinta popularitas dengan ilmu, amal atau kedermawanan yang ia lakukan.” [Bayaanul ‘Ilmi, hal. 63]
Al-Imam Bisyr bin Al-Harits rahimahullah berkata, “Tidak akan mendapatkan manisnya akhirat, orang yang suka dikenal oleh manusia.” [Al-Hilyah, 8/343, Bayaanul ‘Ilmi, hal. 64]
Akan tetapi apabila ia menjadi terkenal karena kebaikannya dan dipuji orang tanpa ia harapkan maka ia tidak berdosa, bahkan itu sebuah kabar gembira baginya.
Sahabat yang Mulia Abu Dzar Jundab bin Junadah Al-Ghiffari radhiyallahu’anhu meriwayatkan,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنْ الْخَيْرِ وَيَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ؟ قَالَ: تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ
"Dikatakan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam: Wahai Rasulullah bagaimana dengan orang yang melakukan kebaikan sehingga manusia memujinya? Beliau bersabda: Itu adalah kabar gembira yang dipercepat bagi orang yang beriman." [HR. Muslim]
Namun ia harus tetap waspada, jangan sampai ujub dan sombong karena sudah terkenal dan dipuji orang. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang kita memuji orang yang dikhawatirkan akan terjerumus kepada ujub dan sombong.
Sahabat yang Mulia Abu Bakrah Nufai' bin Al-Harits Ats-Tsaqofi radhiyallahu’anhu meriwayatkan,
أَثْنَى رَجُلٌ عَلَى رَجُلٍ عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: وَيْلَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ
"Ada orang memuji orang lain di depan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, maka beliau bersabda: Celaka engkau, karena engkau telah memenggal leher saudaramu, engkau telah memenggal leher saudaramu." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Maksud hadits yang mulia ini adalah orang yang memuji dapat menjerumuskan orang yang dipuji kepada ujub dan sombong, maka orang yang memuji telah mencelakai orang yang dipuji.
Pembina: Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc hafizhahullah
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.