Skip to main content

Fatwa Ulama Terkait Pengeras Suara Untuk Adzan, Iqomah dan Sholat

https://sofyanruray.info/fatwa-terkait-pengeras-suara-untuk-adzan-iqomah-dan-sholat/

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Asy-Syaikh Al-Muhaddits Al-Faqih Al-Albani rahimahullah berkata,

أدين الله به أعتقد أنّ إذاعة الأذان بمكبّر الصوت مصلحة شرعية لكن إذاعة الإقامة بنفس الوسيلة ليست مصلحة شرعية لأن الشّارع الحكيم حينما شرع الأذان وشرع الإقامة فاوت بينهما ، جعل الأذان على سطح المسجد وجعل الإقامة في داخل المسجد ، جعل الأذان على سطح المسجد لإبلاغ صوت المؤذن إلى أبعد مكان ممكن ورغب في أن يكون هذا المؤذن صيّتا , أما الإقامة فجعلها بين جدران المسجد الأربعة ، كذلك يلحق بالإقامة فلا يشرع إذاعة قراءة الإمام يوم الجمعة بخاصة بل وفي الصلوات الخمس بعامة خارج المسجد لأن هذه القراءة ليس المقصود بها تسميع الناس كلهم وإنما تسميع الذين يصلّون في المسجد 

"Aku sampaikan fatwa yang dengannya aku mendekatkan diri kepada Allah ta’ala bahwa aku meyakini kumandang adzan dengan pengeras suara adalah maslahat yang disyari’atkan, akan tetapi kumandang iqomah dengan pengeras suara bukan maslahat yang disyari’atkan.

Karena Allah Penetap syari’at yang Maha Hikmah membedakan antara syari’at adzan dan iqomah. Allah ta'ala dahulu menetapkan syari’at adzan di atap masjid dan iqomah di dalam masjid.

Allah ta'ala menetapkan adzan di atap masjid untuk menyampaikan suara muadzin ke tempat lain sejauh mungkin, dan Allah ta'ala juga menetapkan hendaklah muadzin adalah orang yang suaranya keras.

Adapun iqomah maka Allah ta’ala menetapkannya di antara empat dinding masjid (di dalam masjid).

Demikian pula disamakan dengan iqomah, bahwa tidak disyari’atkan untuk mengeraskan bacaan imam (dengan pengeras suara) sampai keluar masjid di hari Jum’at maupun dalam sholat lima waktu secara umum.

Karena bacaan imam bukan dimaksudkan untuk diperdengarkan kepada semua orang, namun hanyalah diperdengarkan kepada jama'ah yang sedang sholat di masjid saja." [Silsilatul Huda wan Nur, no. 361]

Yuk Pelajari Buku-buku Fikih Sunnah:

https://toko.sofyanruray.info/category/buku/hukum-dan-fikih/

Fast Order: wa.me/628118247111

Asy-Syaikh Al-'Allamah Al-Faqih Al-'Utsaimin rahimahullah berkata,

ما ذكرتم من استعمال مكبر الصوت في الصلاة الجهرية على المنارة فإنه منهي عنه ؛ لأنه يحصل به كثير من التشويش على أهل البيوت والمساجد القريبة،

وقد روى الإمام مالك رحمه الله في الموطأ (178) من شرح الزرقاني في (باب العمل في القراءة) عن البياضي فروة بن عمرو – رضي الله عنه – أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج على الناس وهم يصلون وقد علت أصواتهم بالقراءة فقال : "إن المصلي يناجي ربه فلينظر بما يناجيه به ولا يجهر بعضكم على بعض بالقرآن" .

وروى أبو داود (1332) تحت عنوان : ( رفع الصوت بالقراءة في صلاة الليل ) عن أبي سعيد الخدري – رضي الله عنه – قال : اعتكف رسول الله صلى الله عليه وسلم في المسجد فسمعهم يجهرون بالقراءة فكشف الستر وقال : " ألا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضاً ، ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة ، أو قال في الصلاة " .

قال ابن عبد البر : حديث البياضي وأبي سعيد ثابتان صحيحان .

ففي هذين الحديثين النهي عن الجهر بالقراءة في الصلاة حيث يكون فيه التشويش على الآخرين وأن في هذا أذية ينهى عنها.

قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله (23/61) من مجموع الفتاوى : ليس لأحد أن يجهر بالقراءة بحيث يؤذي غيره كالمصلين .

وفي جواب له (1/350) من الفتاوى الكبرى : ومن فعل ما يشوش به على أهل المسجد، أو فعل ما يفضي إلى ذلك منع منه اهـ .

"Pertanyaan kalian tentang penggunaan pengeras suara (toa) yang diletakkan di atas menara ketika sholat jahriyah maka itu terlarang, karena itu mengganggu para penghuni rumah dan jama’ah di masjid lain yang dekat.

Imam Malik rahimahullah telah meriwayatkan dalam Al-Muwattho (178) dalam Syarah Az-Zarqani pada Bab Ketentuan dalam Bacaan, dari Al-Bayadhi Farwah bin 'Amr radhiyallahu’anhu bahwa:

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam keluar menemui orang-orang dan mereka sedang sholat dengan mengeraskan bacaan, maka beliau bersabda,

إن المصلي يناجي ربه فلينظر بما يناجيه به ولا يجهر بعضكم على بعض بالقرآن

"Sesungguhnya orang yang sholat itu bermunajat kepada Rabbnya, maka hendaklah ia perhatikan munajatnya, dan janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain dengan suara keras saat membaca Al-Qur’an."

Dan Imam Abu Daud rahimahullah meriwayatkan (1332) di bawah judul bab Mengeraskan Suara dalam Sholat Malam, dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau berkata:

Ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melakukan i'tikaf di masjid, beliau mendengar kaum muslimin mengeraskan bacaan, maka beliau menyingkap tirai dan bersabda,

 ألا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضاً ، ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة ، أو قال في الصلاة

"Ketahuilah setiap kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaan terhadap sebagian yang lain, atau beliau berkata: (Jangan mengeraskan suara) dalam sholat."

Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata, "Hadits Al-Bayadhi dan Abu Said (di atas) keduanya valid serta shahih."

Maka dalam dua hadits ini terdapat dalil larangan mengeraskan bacaan dalam sholat sampai mengganggu orang lain, maka perbuatan mengganggu ini dilarang.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata (Majmu' Al-Fatawa,  23/61),

 ليس لأحد أن يجهر بالقراءة بحيث يؤذي غيره كالمصلين .

"Tidak boleh bagi seseorang untuk mengeraskan bacaan yang dapat mengganggu orang lain seperti mengganggu orang-orang yang sedang sholat."

Beliau juga berkata ketika menjawab pertanyaan (Fatawa Al-Kubro, 1/350),

ومن فعل ما يشوش به على أهل المسجد، أو فعل ما يفضي إلى ذلك منع منه اهـ .

"Barangsiapa melakukan sesuatu yang mengganggu jama’ah masjid atau melakukan sesuatu yang mengarah ke sana maka harus dicegah."

Asy-Syaikh Al-'Allamah Al-Faqih Al-'Utsaimin rahimahullah juga berkata,

ولا مانع أن يستثنى من ذلك المسجدان المكي والنبوي ، وكذلك الجوامع في صلاة الجمعة ؛ لأنه ربما يكون بعض المصلين خارج المسجد فيحتاجون إلى سماع صوت الإمام بشرط أن لا تكون الجوامع متقاربة يشوش بعضها على بعض ، فإن كانت كذلك فإنه توضع سماعات على جدار المسجد تسمع منها الخطبة والصلاة وتلغى حينئذ سماعات المنارة لتحصل الفائدة بدون أذية للآخرين

"Tidak apa-apa diperkecualikan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, demikian pula masjid-masjid besar dalam sholat Jum’at, karena bisa jadi sebagian jama’ah membludak sampai keluar masjid, maka mereka perlu mendengar suara imam, dengan syarat masjid-masjid besar ini tidak berdekatan sehingga saling mengganggu suaranya, oleh karena itu hendaklah digunakan saja speaker di dinding masjid yang dapat memperdengarkan khutbah dan sholat (khusus kepada jama'ah yang sedang di masjid), dan tidak perlu menggunakan toa di menara (untuk memperdengarkan suara imam saat sholat), maka manfaat yang didapatkan tanpa mengganggu orang lain." [Majmu' Fatawa, 13/74-96]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

WAG KAJIAN ISLAM

Ketik: Daftar

Kirim ke Salah Satu Admin:

wa.me/628111377787

wa.me/628111833375

wa.me/628119193411

TELEGRAM

t.me/videokitabtauhid

t.me/taawundakwah

t.me/sofyanruray

t.me/kajian_assunnah

t.me/kaidahtauhid

t.me/akhlak_muslim

Medsos dan Website:

– youtube.com/c/kajiansofyanruray

– instagram.com/sofyanruray.info

– facebook.com/sofyanruray.info

– twitter.com/sofyanruray

– taawundakwah.com

– sofyanruray.info

#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.