Skip to main content

Hukum Perayaan Malam Nuzulul Qur'an Tanggal 17 Ramadhan

Telegram :

https://t.me/dakwahtauhid_dan_sunnah

Perayaan Nuzulul Qur’an yang biasa dirayakan oleh sebagian orang pada tanggal 17 Ramadhan atau hari lainnya di bulan Ramadhan termasuk kategori bid’ah, mengada-ada dalam agama, tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan mengandung beberapa pelanggaran:

KAPAN AL-QUR'AN DITURUNKAN?

Penentuan tanggal 17 Ramadhan itu sendiri sebagai hari turunnya Al-Qur’an pertama kali di dunia adalah pendapat yang lemah, tidak berdasar pada dalil yang kuat, dan apabila yang mereka maksudkan tanggal 17 Ramadhan adalah turunnya Al-Qur’an ke langit dunia maka menyelisihi firman Allah ta’ala dalam Al-Qur’an,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada lailatul qodr.” [Al-Qodr: 1]

Dan lailatul qodr ada di salah satu malam dari sepuluh malam terakhir Ramadhan.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah lailaul qodr pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

Andai benar sekali pun bahwa Al-Qur’an pertama kali turun pada tanggal 17 Ramadhan maka itu sama sekali bukan dalil yang menujukkan disyari’atkannya merayakan turunnya Al-Qur’an, dan tidak ada dalil satu pun yang menujukkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam merayakannya, tidak di tanggal tersebut, tidak pula di hari yang lainnya

BERMAKSUD BAIK TAPI MENEMPUH CARA YANG SALAH

Maksudnya baik ingin memuliakan Al-Qur’an tapi dengan cara yang justru bertentangan dengan Al-Qur’an, maka yang terjadi bukan menghormati Al-Qur’an malah menyelisihi Al-Qur’an.

Karena Allah ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan6 Allah!?” [Asy-Syuro: 21]

Mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah artinya berbuat bid’ah dalam agama tanpa dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka ayat Al-Qur’an yang mulia ini mengandung peringatan keras terhadap orang-orang yang berbuat bid’ah dalam agama, bagaimana mungkin dikatakan memuliakan Al-Qur’an dengan cara menyelisihinya?

Al-Imam Al-Mufassir Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah berkata,

يقول تعالى ذكره: أم لهؤلاء المشركين بالله شركاء في شركهم وضلالتهم (شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ) يقول: ابتدعوا لهم من الدين ما لم يبح الله لهم ابتداعه

“Firman Allah ta’ala dzikuruhu tersebut maknanya: Apakah orang-orang yang menyekutukan Allah dengan sesembahan-sesembahan yang lain dalam kesyirikan dan kesesatan mereka itu, 'Yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah!?' Artinya: Mengada-ada (berbuat bid’ah) untuk mereka agama yang Allah tidak izinkan untuk mereka mengada-adakannya!?” [Tafsir Ath-Thobari, 21/522]

Oleh karena itu semua bid’ah itu sesat, karena orang yang melakukannya seakan-akan menyaingi Allah dalam menetapkan syari’at.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Dan berhati-hatilah kalian terhadap perkara baru bid’ah dalam agama karena setiap perkara baru dalam agama adalah bid'ah dan setiap bid’ah itu sesat.” [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu’anhu]

Sahabat yang Mulia Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma berkata,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةُ وَإِنْ رَآهَا النَّاس حَسَنَة

“Setiap bid’ah itu sesat, meski manusia menganggapnya hasanah (baik).” [Dzammul Kalaam: 276]

MENGADA-ADA DALAM AGAMA DAN MENYELISIHI PETUNJUK NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ’ALAIHI WA SALLAM

Padahal kepada beliaulah Al-Qur’an diturunkan, dan beliau adalah sebaik-baiknya teladan di dalam mengamalkan Al-Qur’an, mengapa ada orang yang merasa lebih tahu dari beliau lalu membuat-buat cara baru untuk mengamalkan Al-Qur’an?

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-ngada dalam agama kami ini suatu ajaran yang bukan daripadanya maka ia tertolak.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

Dalam riwayat Muslim,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهْوَ رَد

“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada padanya perintah kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

Mufti Saudi Arabia Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalusy Syaikh rahimahullah berkata,

جواز اتخاذ يوم نزول القرآن 7عيدا يتكرر بتكرر الأعوام، فهذا وإن كان قصد صاحبه حسنا إلا أنه لما لم يكن مشروعا، ولم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم، ولا عن أحد من خلفائه الراشدين وسائر صحابته والتابعين لهم بإحسان، ولا عن أحد من الأئمة الأربعة: مالك وأبي حنيفة والشافعي وأحمد بن حنبل، ولا عن غيرهم من الأئمة المقتدى بهم سلفا وخلفا، فلما لم يكن مشروعا ولا ورد عن أحد ممن ذكر تعين التنبيه على أن مثل هذا لا يجوز شرعا؛ لأنه لا أصل له في الدين، ولم يكن من عمل المسلمين

“Pendapat bolehnya menjadikan hari turunnya Al-Qur’an sebagai hari perayaan setiap tahun, maka walaupun orang yang merayakannya berniat baik akan tetapi perayaan tersebut tidak disyari’atkan, dan tidak ada satu pun riwayat dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, tidak pula dari salah seorang Al-Khulafaaur Raasyidin, tidak seluruh sahabat, tidak tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, tidak salah seorang dari imam yang empat: Malik, Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, serta tidak pula dari imam-imam lainnya yang patut diteladani dahulu maupun sekarang. Maka ketika perayaan Nuzulul Qur’an itu tidak disyari’atkan dan tidak pula diriwayatkan dari seorang pun yang telah kami sebutkan, jelaslah bahwa amalan seperti ini tidak dibolehkan secara syari’at, karena tidak memiliki dasar dalam agama dan tidak termasuk amalan kaum muslimin.” [Majallatul Buhutsil Islamiyah, 76/33]

Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc hafizhahullah

http://sofyanruray.info/hukum-perayaan-nuzulul-quran-pada-tanggal-17-ramadhan/

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.