Showing posts with label Nuzulul qur'an. Show all posts
Showing posts with label Nuzulul qur'an. Show all posts

Saturday, April 23, 2022

I’tikaf di Masjid Bukan Syarat Mendapatkan Lailatul Qadar

 

dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK 

Tentu semua muslim telah tahu keutamaan malam lailatul qadar yang luar biasa. Hanya satu malam tetapi sama nilainya dengan beribadah 1000 bulan. Seribu bulan ini jika dikonversi ke tahun sekitar 83 tahun. Umur manusia saja belum tentu sampai 83 tahun, maka sungguh sangat beruntung mereka yang mendapatkan malam lailatul qadar dan diisi penuh dengan ibadah.

Allah berfirman mengenai keutamaan malam lailatul qadar.

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar” [Al-Qadar : 1-5]

Malam tersebut sangat diberkahi, Allah berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” [Ad-Dukhan : 3-6]

Sebagian kaum muslimin mungkin bertanya-tanya, apakah ia bisa mendapatkan malam lailatul qadar sedangkan ia tidak i’tikaf di masjid. Tidak semua manusia bisa i’tikaf di masjid pada malam hari. Bisa jadi ia mendapatkan udzur semisal harus bekerja menjaga rumah sakit yang 24 jam atau petugas keamanan yang berjaga 24 jam. Bisa juga orang tersebut memang sedang butuh dengan safar di jalan atau wanita yang sedang haid atau para istri yang sibuk mengurus anak dan bayi di rumah.

Jawabannya adalah mereka bisa mendapatkan malam lailtul qadar, karena i’tikaf di masjid bukanlah syarat untuk mendapatkan malam lailatul qadar dengan keutamaannya. Lailatul qadar terkait dengan waktu, bukan dengan tempat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak mendapati malam tersebut, maka ia akan diharamkan mendapatkan kebaikan.” (HR. An-Nasai no. 2106, shahih)

Mereka yang tidak i’tikaf seperti musafir, wanita nifas dan haid serta orang yang udzur, bisa mendapatkan malam lailatul qadar jika mereka mengisi dengan beribadah kepada Allah dengan ikhlas pada malam tersebut.

Juwaibir berkata kepada Ad-Dhahaak,

أرأيت النفساء و الحائض و المسافر و النائم لهم في ليلة القدر نصيب ؟ قال : نعم كل من تقبل الله عمله سيعطيه نصيبه من ليلة القدر

“Bagaimana pendapatmu mengenai wanita yang nifas dan haid, musafir dan orang yang tidur, apakah mereka bisa mendapatkan malam lailatul qadar?”

Ad-Dhahaak menjawab: “Iya, semua orang yang Allah terima amal mereka akan mendapatkan bagian lailatul qadar.” (Al-Lathaif Al-Ma’arif hal. 341)

Semoag kita termasuk orang yang bisa mendapatkan keberuntungan dengan malam lailatul qadar dan mengisinya dengan ibadah yang diterima oleh Allah dan diampuni dosa-dosa kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)


Demikian semoga bermanfaat

@Gemawang, Yogyakarta Tercinta

Penulis: dr. Raehanul Bahraen

Artikel Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/30518-itikaf-di-masjid-bukan-syarat-mendapatkan-lailatul-qadar.html


Wednesday, April 20, 2022

Nuzulul Qur'an dan Tadabur Al-Qur'an


https://t.me/menebar_cahayasunnah

Kapan Al Qur’an itu diturunkan? Sebagian mengatakan bahwa turunnya adalah 17 Ramadhan sehingga dijadikan peringatan Nuzulul Qur’an. Padahal tujuan Al Qur’an diturunkan bukanlah diperingati, yang terpenting adalah ditadabburi atau direnungkan sehingga bisa memahami, mengambil ibrah dan mengamalkan hukum-hukum di dalamnya.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).

Dalam surat Al Qadar di atas disebutkan bahwa Allah menurunkan Al Qur’an pada Lailatul Qadar. Malam ini adalah malam yang diberkahi sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi” (QS. Ad Dukhon: 3). Malam yang diberkahi yang dimaksud di sini adalah Lailatul Qadar yang terdapat di bulan Ramadhan. Karena Al Qur’an itu diturunkan di bulan Ramadhan seperti disebut dalam ayat,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran ” (QS. Al Baqarah: 185).

Ada riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menjelaskan mengenai nuzulul Qur’an, yaitu waktu diturunkannya permulaan Al Qur’an. Ibnu ‘Abbas berkata,

أنزل الله القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى بيت العِزّة من السماء الدنيا، ثم نزل مفصلا بحسب الوقائع في ثلاث وعشرين سنة على رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Al Qur’an secara keseluruhan diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Lalu diturunkan berangsur-angsur kepada Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu 23 tahun.” (HR. Thobari, An Nasai dalam Sunanul Kubro, Al Hakim dalam Mustadroknya, Al Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Ibnu Hajar pun menyetujui sebagaimana dalam Al Fath, 4: 9).

Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Allah itu menjadikan permulaan turunnya Al Qur’an adalah di bulan Ramadhan di malam Lailatul Qadar.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 931).

Jika dinyatakan bahwa Al Qur’an secara keseluruhan itu diturunkan di bulan Ramadhan pada malam Lailatul Qadar, maka klaim yang mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan pada 17 Ramadhan, jelas-jelas tidak berdasar. Karena Lailatul Qadar itu terjadi di sepuluh hari terakhir. Sehingga jelas-jelas penetapan 17 Ramadhan sebagai perayaan Nuzulul Qur’an tidak berdasar atau mengada-ngada.

Perayaan Nuzulul Qur’an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.” Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 6: 622, surat Al Ahqof (46) ayat 11.

Al Qur’an pun diturunkan bukan untuk diperingati setiap tahunnya. Namun tujuan utama adalah Al Qur’an tersebut dibaca dan direnungkan maknanya. Allah Ta’ala berfirman,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. ” (QS. Shaad: 29).

Al Hasan Al Bashri berkata, “Demi Allah, jika seseorang tidak merenungkan Al Qur’an dengan menghafalkan huruf-hurufnya lalu ia melalaikan hukum-hukumnya sehingga ada yang mengatakan, “Aku telah membaca Al Qur’an seluruhnya.” Padahal kenyataannya ia tidak memiliki akhlak yang baik dan tidak memiliki amal.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 418-419).

Membaca saja tentu belum tentu punya akhlak dan amal yang baik. Memperingati turunnya pun tidak bisa menggapai maksud mentadabburi Al Qur’an. Jadi yang terpenting adalah rajin-rajin mengkaji sekaligus mentadabburi Al Qur’an.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Silahkan Di Sebarkan Tanpa Merubah Tulisan, Semoga Anda Ikut Mendapatkan Pahalanya 

Barakallah Fiikum.


Tuesday, April 19, 2022

Bagaimana Kita Merayakan Nuzulul Qur'an ?


Join Telegram :

https://t.me/menebar_cahayasunnah

Saudaraku! Setiap tahun, dan tepatnya di bulan suci Ramadhan ini, banyak dari umat Islam di sekitar anda merayakan dan memperingati suatu kejadian bersejarah yang telah merubah arah sejarah umat manusia. Dan mungkin juga anda termasuk yang turut serta merayakan dan memperingati kejadian itu. Tahukah anda sejarah apakah yang saya maksudkan?

Kejadian sejarah itu adalah Nuzul Qur’an; diturunkannya Al Qur’an secara utuh dari Lauhul Mahfuzh di langit ketujuh, ke Baitul Izzah di langit dunia.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. البقرة 185

“Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Qs. Al Baqarah: 185)

Peringatan terhadap turunnya Al Qur’an diwujudkan oleh masyarakat dalam berbagai acara, ada yang dengan mengadakan pengajian umum. Dari mereka ada yang merayakannya dengan pertunjukan pentas seni, semisal qasidah, anasyid dan lainnya. Dan tidak jarang pula yang memperingatinya dengan mengadakan pesta makan-makan.

Pernahkan anda bertanya: bagaimanakah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabatnya dan juga ulama’ terdahulu setelah mereka memperingati kejadian ini?

Anda merasa ingin tahu apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Simaklah penuturan sahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu tentang apa yang beliau lakukan.

كَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ . رواه البخاري

“Dahulu Malaikat Jibril senantiasa menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap malam Ramadhan, dan selanjutnya ia membaca Al Qur’an bersamanya.” (Riwayat Al Bukhari)

Demikianlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermudarasah, membaca Al Qur’an bersama Malaikat Jibril alaihissalam di luar shalat. Dan ternyata itu belum cukup bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau masih merasa perlu untuk membaca Al Qur’an dalam shalatnya. Anda ingin tahu, seberapa banyak dan seberapa lama beliau membaca Al Qur’an dalam shalatnya?

Simaklah penuturan sahabat Huzaifah radhiallahu ‘anhu tentang pengalaman beliau shalat tarawih bersama Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam bilik yang terbuat dari pelepah kurma. Beliau memulai shalatnya dengan membaca takbir, selanjutnya beliau membaca doa:

الله أكبر ذُو الجَبَرُوت وَالْمَلَكُوتِ ، وَذُو الكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ

Selanjutnya beliau mulai membaca surat Al Baqarah, sayapun mengira bahwa beliau akan berhenti pada ayat ke-100, ternyata beliau terus membaca. Sayapun kembali mengira: beliau akan berhenti pada ayat ke-200, ternyata beliau terus membaca hingga akhir Al Baqarah, dan terus menyambungnya dengan surat Ali Imran hingga akhir. Kemudian beliau menyambungnya lagi dengan surat An Nisa’ hingga akhir surat. Setiap kali beliau melewati ayat yang mengandung hal-hal yang menakutkan, beliau berhenti sejenak untuk berdoa memohon perlindungan. …. Sejak usai dari shalat Isya’ pada awal malam hingga akhir malam, di saat Bilal memberi tahu beliau bahwa waktu shalat subuh telah tiba beliau hanya shalat empat rakaat.” (Riwayat Ahmad, dan Al Hakim)

Demikianlah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingati turunnya Al Qur’an pada bulan ramadhan, membaca penuh dengan penghayatan akan maknanya. Tidak hanya berhenti pada mudarasah, beliau juga banyak membaca Al Qur’an pada shalat beliau, sampai-sampai pada satu raka’at saja, beliau membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’, atau sebanyak 5 juz lebih.

Inilah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan, dan demikianlah cara beliau memperingati turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta makan-makan, apalagi pentas seni, nyanyi-nyanyi, sandiwara atau tari menari.

Bandingkan apa yang beliau lakukan dengan yang anda lakukan. Sudahkah anda mengetahui betapa besar perbedaannya?

Anda juga ingin tahu apa yang dilakukan oleh para ulama’ terdahulu pada bulan Ramadhan?

Imam As Syafi’i pada setiap bulan ramadhan menghatamkan bacaan Al Qur’an sebanyak enam puluh (60) kali.

Anda merasa sebagai pengikut Imam As Syafi’i? Inilah teladan beliau, tidak ada pentas seni, pesta makan, akan tetapi seluruh waktu beliau diisi dengan membaca dan mentadaburi Al Qur’an.

Buktikanlah saudaraku bahwa anda adalah benar-benar penganut mazhab Syafi’i yang sebenarnya.

Al Aswab An Nakha’i setiap dua malam menghatamkan Al Qur’an.

Qatadah As Sadusi, memiliki kebiasaan setiap tujuh hari menghatamkan Al Qur’an sekali. Akan tetapi bila bulan Ramadhan telah tiba, beliau menghatamkannya setiap tiga malam sekali. Dan bila telah masuk sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau senantiasa menghatamkannya setiap malam sekali.

Demikianlah teladan ulama’ terdahulu dalam memperingati sejarah turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta ria, makan-makan, apa lagi na’uzubillah pentas seni, tari-menari, nyanyi-menyanyi.

Orang-orang seperti merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah Ta’ala:

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاء وَمَن يُضْلِلْ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ .  الزمر23

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.” (Qs. Az Zumar: 23)

Dan oleh firman Allah Ta’ala:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2} الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ {3} أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ. الأنفال 2-4

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka, Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia.” (Qs. Al Anfaal: 2-4)

Adapun kita, maka hanya kerahmatan Allah-lah yang kita nantikan. Betapa sering kita membaca, mendengar ayat-ayat Al Qur’an, akan tetapi semua itu seakan tidak meninggalkan bekas sedikitpun. Hati terasa kaku, dan keras, sekeras bebatuan. Iman tak kunjung bertambah, bahkan senantiasa terkikis oleh kemaksiatan. Dan kehidupan kita begitu jauh dari dzikir kepada Allah.

Saudaraku! Akankah kita terus menerus mengabadikan keadaan kita yang demikian ini? Mungkinkah kita akan senantiasa puas dengan sikap mendustai diri sendiri? Kita mengaku mencintai dan beriman kepada Al Qur’an, dan selanjutnya kecintaan dan keimanan itu diwujudkan dalam bentuk tarian, nyayian, pesta makan-makan?

Kapankah kita dapat membuktikan kecintaan dan keimanan kepada Al Qur’an dalam bentuk tadarus, mengkaji kandungan, dan mengamalkan nilai-nilainya?

Tidakkah saatnya telah tiba bagi kita untuk merubah peringatan Al Qur’an dari pentas seni menjadi bacaan dan penerapan kandungannya dalam kehidupan nyata?

Penulis: *Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi, Lc., M.A*

(lulusan Universitas Islam Madinah)

https://muslim.or.id

Silahkan Di Sebarkan Tanpa Merubah Tulisan, Semoga Anda Ikut Mendapatkan Pahalanya 

Wednesday, April 13, 2022

Hukum Perayaan Malam Nuzulul Qur'an Tanggal 17 Ramadhan

Telegram :

https://t.me/dakwahtauhid_dan_sunnah

Perayaan Nuzulul Qur’an yang biasa dirayakan oleh sebagian orang pada tanggal 17 Ramadhan atau hari lainnya di bulan Ramadhan termasuk kategori bid’ah, mengada-ada dalam agama, tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan mengandung beberapa pelanggaran:

KAPAN AL-QUR'AN DITURUNKAN?

Penentuan tanggal 17 Ramadhan itu sendiri sebagai hari turunnya Al-Qur’an pertama kali di dunia adalah pendapat yang lemah, tidak berdasar pada dalil yang kuat, dan apabila yang mereka maksudkan tanggal 17 Ramadhan adalah turunnya Al-Qur’an ke langit dunia maka menyelisihi firman Allah ta’ala dalam Al-Qur’an,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada lailatul qodr.” [Al-Qodr: 1]

Dan lailatul qodr ada di salah satu malam dari sepuluh malam terakhir Ramadhan.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah lailaul qodr pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

Andai benar sekali pun bahwa Al-Qur’an pertama kali turun pada tanggal 17 Ramadhan maka itu sama sekali bukan dalil yang menujukkan disyari’atkannya merayakan turunnya Al-Qur’an, dan tidak ada dalil satu pun yang menujukkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam merayakannya, tidak di tanggal tersebut, tidak pula di hari yang lainnya

BERMAKSUD BAIK TAPI MENEMPUH CARA YANG SALAH

Maksudnya baik ingin memuliakan Al-Qur’an tapi dengan cara yang justru bertentangan dengan Al-Qur’an, maka yang terjadi bukan menghormati Al-Qur’an malah menyelisihi Al-Qur’an.

Karena Allah ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan6 Allah!?” [Asy-Syuro: 21]

Mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah artinya berbuat bid’ah dalam agama tanpa dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka ayat Al-Qur’an yang mulia ini mengandung peringatan keras terhadap orang-orang yang berbuat bid’ah dalam agama, bagaimana mungkin dikatakan memuliakan Al-Qur’an dengan cara menyelisihinya?

Al-Imam Al-Mufassir Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah berkata,

يقول تعالى ذكره: أم لهؤلاء المشركين بالله شركاء في شركهم وضلالتهم (شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ) يقول: ابتدعوا لهم من الدين ما لم يبح الله لهم ابتداعه

“Firman Allah ta’ala dzikuruhu tersebut maknanya: Apakah orang-orang yang menyekutukan Allah dengan sesembahan-sesembahan yang lain dalam kesyirikan dan kesesatan mereka itu, 'Yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah!?' Artinya: Mengada-ada (berbuat bid’ah) untuk mereka agama yang Allah tidak izinkan untuk mereka mengada-adakannya!?” [Tafsir Ath-Thobari, 21/522]

Oleh karena itu semua bid’ah itu sesat, karena orang yang melakukannya seakan-akan menyaingi Allah dalam menetapkan syari’at.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Dan berhati-hatilah kalian terhadap perkara baru bid’ah dalam agama karena setiap perkara baru dalam agama adalah bid'ah dan setiap bid’ah itu sesat.” [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu’anhu]

Sahabat yang Mulia Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma berkata,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةُ وَإِنْ رَآهَا النَّاس حَسَنَة

“Setiap bid’ah itu sesat, meski manusia menganggapnya hasanah (baik).” [Dzammul Kalaam: 276]

MENGADA-ADA DALAM AGAMA DAN MENYELISIHI PETUNJUK NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ’ALAIHI WA SALLAM

Padahal kepada beliaulah Al-Qur’an diturunkan, dan beliau adalah sebaik-baiknya teladan di dalam mengamalkan Al-Qur’an, mengapa ada orang yang merasa lebih tahu dari beliau lalu membuat-buat cara baru untuk mengamalkan Al-Qur’an?

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-ngada dalam agama kami ini suatu ajaran yang bukan daripadanya maka ia tertolak.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

Dalam riwayat Muslim,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهْوَ رَد

“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada padanya perintah kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

Mufti Saudi Arabia Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalusy Syaikh rahimahullah berkata,

جواز اتخاذ يوم نزول القرآن 7عيدا يتكرر بتكرر الأعوام، فهذا وإن كان قصد صاحبه حسنا إلا أنه لما لم يكن مشروعا، ولم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم، ولا عن أحد من خلفائه الراشدين وسائر صحابته والتابعين لهم بإحسان، ولا عن أحد من الأئمة الأربعة: مالك وأبي حنيفة والشافعي وأحمد بن حنبل، ولا عن غيرهم من الأئمة المقتدى بهم سلفا وخلفا، فلما لم يكن مشروعا ولا ورد عن أحد ممن ذكر تعين التنبيه على أن مثل هذا لا يجوز شرعا؛ لأنه لا أصل له في الدين، ولم يكن من عمل المسلمين

“Pendapat bolehnya menjadikan hari turunnya Al-Qur’an sebagai hari perayaan setiap tahun, maka walaupun orang yang merayakannya berniat baik akan tetapi perayaan tersebut tidak disyari’atkan, dan tidak ada satu pun riwayat dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, tidak pula dari salah seorang Al-Khulafaaur Raasyidin, tidak seluruh sahabat, tidak tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, tidak salah seorang dari imam yang empat: Malik, Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, serta tidak pula dari imam-imam lainnya yang patut diteladani dahulu maupun sekarang. Maka ketika perayaan Nuzulul Qur’an itu tidak disyari’atkan dan tidak pula diriwayatkan dari seorang pun yang telah kami sebutkan, jelaslah bahwa amalan seperti ini tidak dibolehkan secara syari’at, karena tidak memiliki dasar dalam agama dan tidak termasuk amalan kaum muslimin.” [Majallatul Buhutsil Islamiyah, 76/33]

Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc hafizhahullah

http://sofyanruray.info/hukum-perayaan-nuzulul-quran-pada-tanggal-17-ramadhan/

Hikmah Berqurban