Muhammad Abduh Tuasikal, MSch
ttps://chat.whatsapp.com/FMmfNDQhch48pfa0qkphDE ikhwan
Ada dua penyakit pada diri kita, yaitu penyakit hati dan penyakit badan. Oleh karenanya, kalau kita meminta sehat, mintalah kesehatan badan dan hati sekaligus.
Penyakit hati itu penyakit maknawi yang tidak terlihat, beda dengan penyakit badan itu tampak. Ada yang terlihat sehat, berotot kuat, terlihat segar, namun hatinya itu sakit. Bisa saja seperti itu.
Tiga macam hati
Perlu kita tahu bahwa hati itu ada tiga macam. Ada hati yang sehat (selamat dari penyakit), hati yang sakit dan hati yang mati. Ketiga jenis hati ini disebutkan dalam ayat berikut ini,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آَيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (52) لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ (53) وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آَمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (54)
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit (hati yang sakit) dan yang mati hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu (yang punya hati yang sehat), meyakini bahwasanya Al Quran itulah yang hak dari Rabb-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (QS. Al Hajj: 52-54). Dalam ayat ini, disebutkan tiga macam hati, yaitu dua hati yang terkena fitnah dan satu hati yang selamat. Hati yang terkena fitnah adalah hati yang sakit dan yang mati. Sedangkan hati yang selamat adalah hati orang beriman yang selalu tunduk dan patuh pada Rabb-Nya, serta selalu merasakan ketenangan.
Bagaimana keadaan hati yang sehat.?
Hati yang sehat, itulah yang akan selamat pada kegentingan hari kiamat kelak. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy Syu’araa’: 88-89).
Hati yang sehat adalah hati yang selamat dari syahwat yang menyelisihi perintah dan larangan Allah dan selamat dari syubhat yang bertentangan dengan kabar dari Allah, selamat dari penghambaan pada selain Allah, selamat dari berhukum pada selain hukum Rasulullah. Hati yang sehat juga selamat dari cinta ibadah yang menduakan Allah, dari takut ibadah yang menduakan Allah, begitu pula dari rasa harap yang menduakan Allah. Intinya, segala ubudiyah (penghambaan) hanyalah ditujukan pada Allah, itulah hati yang selamat. Demikian kalimat yang jaami’ ketika mendefinisikan hati yang sehat sebagaimana diuraikan oleh Ibnul Qayyim.
Hati yang sehat, selamat dari syirik (penghambaan ibadah pada selain Allah) dan hati tersebut tunduk pada syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dua unsur penting ini dimiliki oleh orang yang memiliki hati yang sehat. Demikian kesimpulan dari Ibnul Qayyim rahimahullah.
Tanya: Mengapa dan Bagaimana
Dalam ibadah ditanyakan dua hal, yaitu: (1) Mengapa? (2) Bagaimana?
Sebagian salaf berkata,
ما من فعلة وإن صغرت إلا ينشر لها ديوانان : لم وكيف أى لم فعلت وكيف فعلت
“Setiap amalan tidak lepas dari dua pertanyaan yaitu mengapa dan bagaimana, maksudnya (1) mengapa dilakukan? (2) bagaimana dilakukan?” (Ighatsah Al-Lahfan, 1: 42).
Pertanyaan pertama dimaksudkan apakah motivasi yang mendorong melakukan amalan tersebut, apakah dilakukan untuk meraup keuntungan dunia, suka akan pujian manusia, takut pada celaan mereka, ataukah ingin mendekatkan diri pada Allah.
Pertanyaan kedua dimaksudkan bagaimana amalan tersebut dilakukan, apakah sesuai yang disyari’atkan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– ataukah tidak.
Intinya, pertanyaan pertama tentang ikhlas dalam amalan, sedangkan pertanyaan kedua tentang ittiba’ (mengikuti ajaran Rasul – shallallahu ‘alaihi wa sallam-). Amalan tidaklah diterima melainkan dengan memenuhi dua syarat ini. Sehingga hati yang selamat dan meraih kebahagiaan adalah hati yang ikhlas dan hati yang berusaha mengikuti setiap petunjuk Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam amalan ibadah. Sehingga Ibnul Qayyim pun mengatakan,
فهذا حقيقة سلامة القلب الذي ضمنت له النجاة والسعادة
“Inilah (hati yang ikhlas dan ittiba’) itulah hakikat hati yang salim, yang akan meraih keselamatan dan kebahagiaan.” (Ighatsah Al-Lahfan, 1: 43).
*Hati yang Mati*
Hati yang mati adalah lawan dari hati yang hidup. Hati yang mati adalah hati yang tidak ada kehidupan di dalamnya. Hati seperti ini tidak mengenal Rabbnya, tidak menyembah-Nya dengan menjalankan perintah-Nya sesuai ia cintai dan ridhoi. Bahkan hati seperti ini hanya mau menuruti syahwat dan keinginannya walau sampai membuat Allah murka dan marah. Ia tidak ambil pusing apakah Rabbnya peduli ataukah tidak. Hakikatnya ia beribadah pada selain Allah dalam hal cinta, takut, harap, ridho, murka, pengagungan dan penghinaan diri. Jika ia mau mencinta, maka ia mencintai karena hawa nafsunya (bukan karena Allah). Begitu pula ketika ia membenci, maka ia membenci karena hawa nafsunya (bukan karena Allah). Sama halnya ketika ia memberi atau menolak, itu pun dengan hawa nafsunya. Hawa nafsunya lebih ia cintai daripada ridho Allah. Hawa nafsu, syahwat dan kebodohan adalah imamnya. Kendaraannya adalah kendaraannya.
Hati yang mati ini adalah hati yang tidak mau menerima kebenaran dan juga tidak mau patuh. Berbeda halnya dengan hati yang sehat yang mengetahui kebenaran, patuh dan menerimanya.
Demikian penjelasan Ibnul Qayyim yang kami sarikan dari kitab Ighatsah Al-Lahfan, 1: 44, 46.
Kalau kita perhatikan, orang yang punya penyakit dalam hati lebih berbahaya dari penyakit badan. Karena penyakit badan hanya membuat sengsara dan sulit di dunia. Sedangkan penyakit hati mengakibatkan sengsara dunia dan akhirat.
Moga Allah memberi taufik pada hati agar terus sehat dan dihindarkan dari penyakit yang membahayakan.
@ DS, Panggang, Gunungkidul, 6 Rabi’ul Awwal 1438 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.