Skip to main content

Mengapa Rasulullah Menikahi Aisyah ketika Aisyah Masih Kecil?

Pertanyaan:

Apa benar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menikahi Aisyah ketika usianya 6 tahun? Jika benar mengapa beliau melakukan demikian? Karena hal ini sering digunakan untuk menyerang agama Islam.

Jawaban:

Bismillah, alhamdulillah, ash-shalatu was salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Benar bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menikahi Aisyah radhiyallahu’anha ketika beliau usia 6 tahun. Namun beliau tinggal serumah bersama Aisyah ketika Aisyah berusia 9 tahun. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Aisyah radhiyallahu’anha sendiri, beliau berkata:

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – تَزَوَّجَهَا وَهْىَ بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، وَبَنَى بِهَا وَهْىَ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ . قَالَ هِشَامٌ وَأُنْبِئْتُ أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَهُ تِسْعَ سِنِينَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah ketika beliau berusia 6 tahun. Dan beliau tinggal serumah bersama Aisyah ketika ia berusia 9 tahun” (HR. Bukhari no.5134).

Dan betul bahwa fakta ini banyak menjadi bahan celaan oleh orang-orang kafir dan juga orang-orang munafik. Mereka menuduh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melakukan child abuse atau pelecehan seksual. Allahul musta’an.

Kita jawab perihal ini dalam beberapa poin:

  1. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menikahi Aisyah atas perintah Allah

Mengapa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menikahi Aisyah ketika Aisyah masih kecil? Jawaban yang paling utama atas pertanyaan ini adalah karena pernikahan ini merupakan perintah dari Allah ta’ala.

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkata kepada Aisyah radhiyallahu’anha:

أُريتك في المنام مرتين أرى أنك في سرقة من حرير ويقال : هذه امرأتك ، فاكشف عنها فإذا هي أنت فأقول إن يك هذا من عند الله يمضه

“Aku diperlihatkan dirimu dalam mimpi dua kali. Aku saksikan engkau tersimpan dalam sebuah wadah sutera. Lalu dikatakan kepadaku: ini adalah istrimu. Ketika aku buka, ternyata ada wajahmu. Maka aku mengatakan, “Kalau ini dari Allah, maka akan terlaksana” (HR. Bukhari no. 3682).

Jika ini sudah merupakan perintah Allah, lalu apakah ada alasan untuk tidak menaatinya?

  1. Aisyah radhiyallahu’anha bahagia menikah dengan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam

Orang-orang kafir, liberal, dan orientalis menggambarkan bahwa Aisyah radhiyallahu’anha merasa tertekan, tersiksa, dan tidak ridha ketika dinikahi oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Jauh panggang dari api, kenyataannya tidak demikian. Justru beliau bangga dan bahagia ketika dinikahi oleh Rasulullah, tidak ada paksaan. Aisyah radhiyallahu’anha berkata:

تَزَوَّجَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى شَوَّالٍ وَبَنَى بِى فِى شَوَّالٍ فَأَىُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّى

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal dan mulai tinggal bersamaku di bulan Syawal. Lalu istri Nabi yang mana yang lebih beruntung melainkan aku?” (HR. Muslim no. 3548).

Ini juga menunjukkan betapa besar mulia akhlak Nabi kepada Aisyah radhiyallahu’anha dan betapa besar pemuliaan beliau kepada Aisyah, istri beliau. Sehingga Aisyah merasa bahagia. Tidak sebagaimana digambarkan oleh orang-orang nista itu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam kejam, kasar, dan arogan kepada Aisyah. Hadza buhtanun ‘azhim.

  1. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sangat mencintai Aisyah

Aisyah radhiyallahu’anha adalah wanita yang paling dicintai oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. ‘Amr bin Al-Ash radhiyallahu’anhu pernah bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:

أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إلَيْكَ؟ قالَ: عَائِشَةُ قُلتُ: مِنَ الرِّجَالِ؟ قالَ أَبُوهَا قُلتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: عُمَرُ

“Siapa orang yang paling kau cintai?. Rasulullah menjawab: ‘Aisyah’. Aku bertanya lagi: ‘Kalau laki-laki?’. Beliau menjawab: ‘Ayahnya Aisyah’ (yaitu Abu Bakar).  Aku bertanya lagi: ‘Kemudian siapa lagi?’. Beliau menjawab: ‘Umar’” (HR. Muslim, no.2384).

Dalam hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

كَمَلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ: إِلَّا آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ ، وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ

“Lelaki yang kemuliaannya sempurna itu banyak, dan tidak ada wanita yang kemuliaannya sempurna kecuali: Asiyah istri Fir’aun, Maryam bintu Imran. Dan keutamaan Aisyah dibanding para wanita sebagaimana keutamaan tsarid (roti gandum berkualitas) dibandingkan dengan seluruh makanan” (HR. Bukhari no. 3411, Muslim no. 2431).

Jika demikian, bagaimana mungkin digambarkan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memperlakukan Aisyah dengan buruk, arogan, penuh kekerasan, dan semisalnya?! Bagaimana mungkin seseorang memperlakukan secara buruk orang yang paling ia cintai?

  1. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bukan maniak seks

Beliau sebagai seorang Nabi terakhir dan sebagai Rasulullah, tentu banyak sekali wanita yang berharap menikah dengan beliau. Dan beliau pun boleh menikah dengan banyak wanita tidak dibatasi dengan jumlah 4 istri. Allah ta’ala berfirman:

وَامْرَأَةً مُّؤْمِنَةً إِن وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَن يَسْتَنكِحَهَا خَالِصَةً لَّكَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin” (QS. Al Ahzab: 50).

Andaikan beliau maniak seks, tentu sudah beliau nikahi semua wanita cantik yang ada, yang menawarkan diri kepada beliau, sebanyak-banyaknya. Nyatanya tidak demikian. Justru dari 11 istri beliau, hanya Aisyah radhiyallahu’anha yang dinikahi dalam keadaan perawan. Yang lainnya, merupakan janda. Padahal mudah saja beliau untuk menikahi para gadis. Ini menunjukkan bahwa beliau jauh sekali dari kata maniak seks atau semisalnya. 

  1. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tinggal bersama Aisyah ketika Aisyah berusia 9 tahun

Ini disebutkan secara tegas dalam hadis di atas. Jika ada yang berkata: bukankah 9 tahun juga masih terlalu kecil untuk berumah tangga dan bergaul dengan suami?

Kita katakan, anggapan ini sangat dilatarbelakangi oleh budaya dari penanya. Mungkin orang yang bertanya demikian datang dari masyarakat yang tidak terbiasa dengan adanya wanita yang menikah dini. Adapun di dalam budaya Arab zaman dahulu, hal ini bukan hal yang aneh dan tabu. 

Buktinya, orang-orang kafir Quraisy yang begitu sengit memusuhi Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, mereka berusaha memberikan predikat-predikat buruk kepada beliau seperti “tukang sihir”, “orang gila”, “penyair gila”, “pendusta”, “dukun”, dan semisalnya. Namun tidak ada celaan dari orang-orang kafir ketika itu terkait pernikahan beliau dengan Aisyah. Ini menunjukkan bahwa hal tersebut sudah biasa terjadi di dalam budaya mereka.

Selain itu, ketika seorang wanita sudah haid, maka berarti sistem reproduksinya dan secara fisik ia telah siap menjadi seorang istri. Imam Asy-Syafi’i pernah berkata:

رأيت جدة ولها إحدى وعشرين سنة

“Saya pernah melihat ada seorang wanita sudah menjadi nenek di usia 21 tahun” (Fathul Bari, 5/277).

Diasumsikan, wanita tersebut haid usia 9 tahun, lalu menikah, usia 10 tahun melahirkan, usia 19 tahun anaknya sudah 9 tahun, anaknya lalu haid, usia 20 tahun anaknya menikah, usia 21 tahun anaknya sudah melahirkan. Jadilah ia nenek di usia 21 tahun. Jadi seperti ini mungkin terjadi, sebagaimana sudah pernah terjadi di masa Imam Asy-Syafi’i.

Adapun secara psikis, tidak bisa digeneralisir bahwa semua anak usia 9 tahun belum siap secara mental untuk melakukan pernikahan. Tentu ini sangat bergantung pada banyak faktor: kondisi sang anak, lingkungan, budaya, dll. Yang kita tahu, rumah tangga Nabi dan Aisyah tidak kandas di tengah jalan. Bahkan menorehkan banyak sekali teladan-teladan dalam akhlak, manajemen, dan romantisme dalam rumah tangga. 

Ini sedikit jawaban ringkas mengenai masalah ini, semoga dapat memberikan sedikit pencerahan.

Wabillahi at-taufiq was sadaad.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...