Pertanyaan:
Saya sering melihat orang yang ketika shalat, setelah bangun dari rukuk, ia bersedekap lagi. Apakah hal ini ada dalilnya? Dan yang lebih tepat seperti apa? Jazakallah khairan.
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.
Memang sebagian ulama menganjurkan untuk bersedekap setelah bangun dari ruku. Di antaranya ini pendapat Al-Qadhi Abu Ya’la, Ibnu Hazm, dan Al-Kasani rahimahumullah. Ini juga merupakan pendapat yang dikuatkan Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Mereka berdalil dengan hadis Wa’il bin Hujr radhiyallahu ’anhu:
رأيتُ رسولَ اللَّهِ إذا كانَ قائمًا في الصَّلاةِ قبضَ بيمينِهِ على شمالِهِ
“Aku melihat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berdiri dalam shalat beliau melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya” (HR. An-Nasa’i 886, Al-Baihaqi 2/28, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih An-Nasa’i).
Lafadz إذا كانَ قائمًا في الصَّلاةِ (ketika beliau berdiri dalam shalat) dipahami bahwa sedekap itu dilakukan dalam setiap kondisi berdiri dalam shalat kapan pun itu, baik sebelum ruku maupun sesudah ruku.
Demikian juga hadis:
كان النَّاسُ يؤمَرونَ أنْ يضَعَ الرَّجلُ اليدَ اليُمنى على ذراعِه اليُسرى في الصَّلاةِ
“Dahulu orang-orang diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan mereka di atas lengan kiri mereka di dalam shalat” (HR. Al-Bukhari no.740).
Hadis ini juga dipahami secara umum baik sebelum ruku maupun setelah ruku.
Namun ini adalah pendalilan yang tidak sharih atau tidak tegas. Sehingga jumhur ulama dari 4 madzhab mengatakan tidak dianjurkan sedekap setelah bangun dari ruku. Dan juga tidak terdapat riwayat dari para salaf yang melakukan hal tersebut. Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah.
Mengingat kaidah bahwa ibadah itu tauqifiyyah dan hukum asal ibadah adalah terlarang sampai datang dalilnya, maka kami lebih menyarankan untuk tidak bersedekap setelah bangun dari ruku.
Namun, karena tidak ada dalil yang shahih dan sharih mengenai hal ini, maka khilaf ulama dalam hal ini adalah khilaf ijtihadiyyah, perkaranya luas dalam masalah ini. Sehingga Imam Ahmad rahimahullah mengatakan:
أرجو أن لا يضيق ذلك
“Saya harap masalah ini tidak dibuat sempit” (Sualat Shalih bin Ahmad, hal. 205 nomor 776).
Wallahu ta’ala a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.