Ada bebarapa cara yang dijelaskan ulama,
Pertama, Mushaf bekas itu dikubur dalam tanah.
Ini adalah keterangan madzhab hanafi dan hambali. Al-Hasfaki, ulama madzhab hanafi mengatakan, “Mushaf yang tidak lagi bisa terbaca, dikubur, sebagaimana seorang muslim.” (ad-Dur al-Mukhtar, 1:191).
Ulama lain yang memberikan catatan kaki untuk ad-Dur al-Mukhtar mengatakan, Maksudnya, lembaran mushaf itu diletakkan di kain yang suci, kemudian dikubur di tempat yang tidak dihinakan (seperti tempat sampah), dan tidak boleh diinjak.
Al-Bahuti mengatakan, “Jika ada mushaf Alquran yang sudah usang maka dia dikubur, berdasarkan ketegasan dari Imam Ahmad. Imam Ahmad menyebutkan bahwa Abul Jauza mushafnya telah usang. Kemudian beliau menggali di tanah masjidnya lalu menanamnya dalam tanah.” (Kasyaf al-Qana’, 1:137)
Hal ini pula yang difatwakan Syaikhul Islam, "Mushaf yang sudah tua atau rusak sehingga tidak bisa dibaca, dia kubur di tempat yang terlindungi. Sebagaimana kehormatan jasad seorang mukmin, dia harus dikubur di tempat yang terlindungi (bukan tempat kotor dan tidak boleh diinjak)". (Majmu’ Fatawa, 12:599)
Kedua, mushaf yang rusak itu dibakar.
Ini merupakan pendapat Malikiyah dan Syafiiyah. Tindakan ini meniru yang dilakukan oleh Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu, setelah beliau menerbitkan mushaf induk ‘Al-Imam’, beliau memerintahkan untuk membakar semua catatan mushaf yang dimiliki semua sahabat. Semua ini dilakukan Utsman untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam yang tidak memahami perbedaan cara bacaan Alquran.
Salah satu saksi sejarah, Mus’ab bin Sa’d mengatakan, Ketika Utsman membakar mushaf, saya menjumpai banyak sahabat dan sikap Utsman membuat mereka heran. Namun tidak ada seorangpun yang mengingkarinya. [HR. Abu Bakr bin Abi Daud, dalam al-Mashahif, hlm. 41]
Diantara tujuan membakar Al-Quran yang sudah usang adalah untuk mengamankan firman Allah dan nama Dzat Yang Maha Agung dari sikap yang tidak selayaknya dilakukan, seperti diinjak, dibuang di tempat sampah atau yang lainnya.
Perintah Utsman untuk membakar kertas mushaf ketika beliau mengumpulkan Alquran, menunjukkan bolehnya membakar kitab yang disitu tertulis nama-nama Allah ta’ala. Dan itu sebagai bentuk memuliakan nama Allah dan menjaganya agar tidak terinjak kaki atau terbuang sia-sia di tanah. (Syarh Shahih Bukhari, 10:226)
As-Suyuti menjelaskan beberapa hal yang tidak boleh dilakukan, Jika dibutuhkan untuk menghancurkan sebagian kertas mushaf karena sudah usang atau sebab lainnya, maka *tidak boleh diselipkan di tempat tertentu, karena bisa jadi terjatuh dan diinjak. Tidak boleh juga disobek-sobek, karena akan memotong-motong hurufnya tanpa aturan dan merusak tatanan kalimat,* dan semua itu termasuk sikap tidak menghormati tulisan Al-Quran, jika dibakar dengan api, hukumnya boleh. Utsman membakar mushaf yang ada tulisan ayat Al-Quran dan ayat yang telah dinasakh (dihapus), dan tidak ada yang mengingkari beliau. (al-Itqan fi Ulum Alquran, 2:459).
Baik yang menyarankan dikubur atau dibakar, keduanya memiliki alasan yang kuat. *Yang lebih tepat adalah memilih cara yang paling efektif, yang paling cepat menghilangkan hurufnya dan paling aman dari sikap tidak hormat.
Ibnu Utsaimin mengatakan, "Menghancurkan mushaf harus sampai lembut, sehingga hancur semua kata dan huruf. Dan ini sulit, kecuali jika ada alat untuk menghancurkan yang lembut, sehingga tidak ada lagi tulisan hurup yang tersisa". (Fatawa Nur ala ad-Darbi, 2:384).
Oleh Ustadz Ammi Nur Baits hafidzhahullah
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.